Iman Kepada
A L L A H
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin رحمه الله
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin رحمه الله
Kita mengimani rububiyah
Allah Subhanahu wa Ta’ala, artinya
bahwa Allah adalah Rabb: Pencipta, Penguasa dan Pengatur segala yang ada di
alam semesta ini. Kita mengimani uluhiyah
Allah Subhanahu wa Ta’ala, artinya
Allah adalah Ilaah (Sembahan) Yang Haq, sedang segala sembahan
selain-Nya adalah batil. Kita mengimani Asma' dan
Sifat-Nya, artinya bahwa Allah memiliki Nama-nama yang Maha indah
serta Sifat-sifat yang Maha Sempurna dan Maha Luhur.
Dan kita mengimani keesaan Allah dalam hal itu semua,
artinya bahwa Allah tiada sesuatupun yang menjadi sekutu bagi-Nya dalam
rububiyah, uluhiyah, maupun dalam Asma' dan Sifat-Nya.
Firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala:
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً
"(Dia adalah) Tuhan seluruh langit dan bumi serta
semua yang ada di antara keduanya. Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah
dalam beribadat kepada-Nya. Adakah kamu mengetahui ada sesuatu yang sama
dengan-Nya (yang patut disembah)?" (QS. Maryam/19: 65)
Kita mengimani bahwa:
اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ
لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ
إِلا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ
بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ
وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
"Allah, tiada sembahan (yang haq) selain Dia, yang
Maha Hidup lagi Maha Menegakkan (segala urusan makhluk-Nya), tidak pernah
mengantuk dan tidak pernah pula tidur. Hanya milik-Nya apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa
izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka,
dan mereka tidak dapat mengetahui sesuatupun ilmu dari-Nya kecuali dengan
kehendak-Nya. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidaklah merasa
berat memelihara keduanya, dan Dia-lah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS.
Al-Baqarah/2: 255)
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ. هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ
الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ
سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ. هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ
لَهُ الْأَسْمَاء الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ
الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
"Dialah Allah, yang tiada Sembahan (yang haq) selain
Dia. Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dia-lah yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Dia-lah Allah, yang tiada Sembahan (yang haq) selain Dia, Raja,
Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha
Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan,
Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang
Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang mempunyai Nama-nama
Yang Maha Indah. Bertasbih kepada-Nya semua yang ada di langit dan di bumi. Dan
Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Hasyr/59: 22-24)
لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ
يَشَاءُ إِنَاثاً وَيَهَبُ لِمَن يَشَاءُ الذُّكُورَ. أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَاناً
وَإِنَاثاً وَيَجْعَلُ مَن يَشَاءُ عَقِيماً إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ
"Hanya
milik Allah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya.
Dia memberikan anak perempuan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan memberikan
anak laki-laki kepada siapa yang dikehendaki-Nya, atau Dia menganugerahkan
kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan
Dia menjadikan mandul siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhhya Dia Maha
Mengetahui lagi Maha Kuasa." (QS. Asy-Syura: 49-50)
Kita mengimani bahwa Allah:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ. لَهُ مَقَالِيدُ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
"... Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya dan Dia
Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hanya milik-Nya perbendaharaan langit dan
bumi. Dia melapangkan rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan
menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS.
Asy-Syura/42: 11-12)
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا
وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
"Tiada
sesuatupun yang melata di bumi ini melainkan hanya Allah yang menjamin rizkinya,
dan Dia mengetahui tempat berdiamnya dan tempat penyimpanannya. Semua itu
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS. Hud/11: 6)
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ
وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ
الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
"Hanya pada-Nya kunci-kunci semua yang ghaib, tak
ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di
daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi, dan
tiada sesuatupun yang basah atau yang kering kecuali tertulis dalam kitab yang
nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS. Al-An'am/6: 59)
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا
فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ
أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Sesungguhnya hanya pada Allah pengetahuan tentang
(kapan datangnya) kiamat dan (waktu) Dia menurunkan hujan, dan Dia mengetahui
apa yang dikandung dalam rahim. Tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang
akan diusahakannya besok dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi
manakah dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal." (QS. Luqman/31: 34)
Kita mengimani bahwa Allah berfirman apa yang
dikehendaki-Nya, kapan saja Dia menghendaki dan dengan cara yang Dia kehendaki:
وَكَلَّمَ اللّهُ مُوسَى تَكْلِيماً
"... Dan Allah telah berfirman langsung kepada Musa
dengan sebenar-benarnya." (QS. An-Nisa'/4: 164)
وَلَمَّا جَاء مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ
"Dan tatkala Musa datang untuk (memenuhi) waktu yang
telah Kami janjikan (kepadanya) dan Tuhannya telah berfirman langsung kepadanya
..." (QS. Al-A'raf/7: 143)
وَنَادَيْنَاهُ مِن جَانِبِ الطُّورِ الْأَيْمَنِ وَقَرَّبْنَاهُ نَجِيّاً
"Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan
gunung Thur dan Kami dekatkan ia untuk bermunajat (ketika Kami berfirman
langsung kepadanya)." (QS. Maryam/19: 52)
Dan kita mengimani bahwa:
لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً لِّكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ
أَن تَنفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي
"... Seandainya seluruh laut menjadi tinta untuk (menulis)
firman Tuhanku, niscaya habislah laut itu sebelum habis firman Tuhanku
..." (QS. Al-Kahf/18: 109)
وَلَوْ أَنَّمَا فِي الْأَرْضِ مِن شَجَرَةٍ أَقْلَامٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِن
بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَّا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ
"Seandainya segala pohon yang ada di bumi menjadi
pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi sesudah
(kering)nya (untuk menulis firman Allah), niscaya tidak akan habis firman
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Luqman/31:
27)
Kita mengimani bahwa firman Allah adalah yang paling
benar berita-Nya, paling adil keputusan-Nya, dan paling baik penuturan-Nya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقاً وَعَدْلاً
"Telah sempurnahlah kalimat Tuhanmu, sebagai kalimat
yang benar dan adil..." (QS. Al-An'am/6: 115)
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللّهِ حَدِيثاً
"... Dan siapakah yang lebih benar perkataannya
daripada Allah?" (QS. An-Nisa'/4: 87)
Kita mengimani bahwa Al-Qur'an Al-Karim adalah kalamullah
(firman Allah), difirmankan Allah dengan haq kepada Jibril, lalu dibawa turun
Jibril dan disampaikan ke dalam hati Nabi Muhammad, Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِن رَّبِّكَ بِالْحَقِّ
"Katakanlah (Muhammad): "Al-Qur'an itu dibawa
turun oleh Ruhul-Qudus (Jibril) dari Tuhanmu dengan benar ..." (QS.
An-Nahl/16: 102)
وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ. نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الأمِينُ. عَلَى
قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ. بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ
Sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar diturunkan oleh
Rabb semesta alam, dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam
hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang
memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas." (QS. Asy-Syu'ara/26:
192-195)
Kita mengimani bahwa Allah ‘Azza wa Jalla Maha Tinggi di atas seluruh makhluk-Nya, baik dzat
maupun sifat-sifat-Nya. Karena Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah berfirman:
وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
"... Dan
Dia-lah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung." (QS. Al-Baqarah/2: 255)
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَهُوَ الْحَكِيمُ
الْخَبِيرُ
"Dia-lah Yang Maha Berkuasa, di atas sekalian
hamba-hamba-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui." (QS.
Al-An'am/6: 18)
Dan kita mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berada di atas 'Arsy, seperti disebutkan dalam
firman-Nya:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الأَمْرَ
"Sesungguhnya Rabbmu ialah Allah Yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas
'Arsy, mengatur segala urusan ..." (QS. Yunus: 3)
Istiwa' Allah di atas 'Arsy, ialah bersemayamnya Dia di atas
'Arsy sesuai dengan kemuliaan dan keagungan-Nya, tiada yang dapat mengetahui
hakekat Istiwa' Allah tersebut kecuali Dia sendiri.
Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala meskipun di atas 'Arsy-Nya, Dia senantiasa
bersama makhluk-Nya, mengetahui segala ihwal mereka, mendengar segala perkataan
mereka, melihat segala perbuatan mereka, mengatur segala urusan mereka, memberi
rizki kepada siapa yang memerlukan, mencukupi yang kekurangan, memberi
kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, mencabut kekuasaan dari siapa yang
dikehendaki-Nya, memuliakan siapa yang dikehendaki-Nya dan menghinakan siapa
yang dikehendaki-Nya. Hanya ditangan-Nya segala kebaikan dan Dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu.[1]
Kalau Allah itu demikian halnya, maka benar-benar Dia bersama makhluk-Nya
sekalipun Dia berada di atas mereka, di atas 'Arsy dengan sesungguhnya.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya dan Dia-lah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Melihat" (QS. Asy-Syura/42: 11)
Kita tidak sependapat dengan Hululiyah[2],
seperti: Jahmiyah[3]
dan lainnya, yang berpendapat bahwa Allah berada di bumi ini bersama
makhluk-Nya. Dan kita berpandangan bahwa orang yang berpendapat demikian adalah
kafir, atau sesat, karena dia telah memberikan kepada Allah sifat yang tak
layak dengan keagungan-Nya.
Kitapun mengimani berita tentang Allah yang telah disampaikan
oleh Rasulullah, Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam, bahwa: "Allah - Tabaraka
Wa Ta’ala - pada setiap malam turun ke langit terendah, ketika tinggal
sepertiga malam yang terakhir, seraya berfirman.
مَنْ يَدْعُوْنِيْ فَأَسْتَجِيْبَ لَهُ، مَنْ يَسْأَلُنِيْ فَأُعْطِيَلَهُ،
مَنْ يَسْتَغْفِرُ فَأَغْفِرَلَهُ
"Barangsiapa
yang berdo'a kepada-Ku maka akan Aku kabulkan do'anya, barangsiapa yang memohon
kepada-Ku akan Aku beri permohonannya, dan barangsiapa yang meminta ampunan
kepada-Ku maka akan Aku ampuni dosanya."[4]
Kita mengimani bahwa Allah, Subhanahu wa Ta’ala, akan datang pada hari kiamat untuk memberikan
keputusan kepada para hamba-Nya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
كَلا إِذَا دُكَّتِ الأرْضُ دَكًّا دَكًّا. وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا
صَفًّا. وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الإنْسَانُ وَأَنَّى
لَهُ الذِّكْرَى
"Janganlah demikian, Apabila bumi digoncangkan
berturut-turut dan datanglah Tuhanmu sedang para malaikat berbaris-baris. Dan
pada hari itu didatangkan nereka Jahannam, pada hari itu ingatlah manusia akan
tetapi tidak berguna lagi peringatan itu baginya." (QS. Al-Fajr/89: 21-23)
Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ
"Maha Berbuat
apa yang dikehendaki-Nya." (QS. Al-Buruj/85: 16)
Kita mengimani bahwa iradah (kehendak) Allah itu
ada dua macam:
1. Iradah Kauniyah, artinya segala yang
dikehendaki Allah pasti terjadi, tetapi tidak mesti hal itu dicintai-Nya. Inilah
yang disebut Masyi'ah. Firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala:
وَلَوْ شَاء اللّهُ مَا اقْتَتَلُواْ وَلَـكِنَّ اللّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ
"... Kalau Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan.
Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya." (QS. Al-Baqarah/2:
253)
إِن كَانَ اللّهُ يُرِيدُ أَن يُغْوِيَكُمْ هُوَ رَبُّكُمْ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
"... Jika Allah menghendaki untuk menyesatkanmu. Dia
adalah Tuhanmu, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan." (QS. Hud/11: 34)
2. Iradah Syar'iyah, yaitu apa yang dikehendaki
oleh Allah kepada hamba-Nya, yang sifatnya tidak mesti terjadi, tetapi apa yang
dikehendaki-Nya ini adalah sesuatu yang dicintai-Nya. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَاللّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيْكُمْ
"Dan Allah hendak menerima taubatmu ..." (QS.
An-Nisa'/4: 27)
Kita mengimani bahwa iradah Allah, yang Kauniyah
maupun Syar'iyah, adalah sesuai dengan sifat hikmah (kebijaksanaan)-Nya.
Segala hal yang telah ditentukan Allah dalam alam semesta ini atau syari'at
yang telah diperintahkan Allah kepada umat manusia untuk beribadah kepada-Nya,
sesungguhnya adalah untuk suatu hikmah dan sesuai dengan sifat hikmah
(kebijaksanaan)-Nya, baik hikmah itu dapat kita ketahui atau akal pikiran kita
tidak mampu untuk mengetahuinya. Karena Allah telah berfirman:
أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ
"Bukankah Allah itu Hakim yang sebijak-bijaknya? "
(QS. At-Tin/95: 8)
وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللّهِ حُكْماً لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
"... Dan tiada yang lebih bijak hukumnya daripada
Allah bagi orang-orang yang meyakini." (QS. Al Ma'idah/5: 50)
Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai para auliya'-Nya dan merekapun
mencintainya, sebagaimana firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
"Katakanlah (Muhammad): "Jika kamu benar-benar
mencintai Allah maka ikutilah Aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan
mengampuni dosa-dosamu ..." (QS. Al 'Imran/3: 31)
فَسَوْفَ يَأْتِي اللّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
"... maka Allah tentu akan mendatangkan suatu kaum
yang dicintai-Nya dan merekapun mencintai-Nya ..." (QS. Al-Ma'idah/5: 54)
وَاللّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
"... Dan Allah itu mencintai orang-orang yang sabar.
(QS. Al 'Imran/3: 146)
وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
"... Dan berbuat baiklah. sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Baqarah/2: 195)
Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai segala amal dan ucapan yang
disyariatkan-Nya dan membenci segala hal yang dilarang-Nya, firman-Nya:
إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ
وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
"Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak
memerlukanmu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi para hamba-Nya. Tetapi jika
kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu." (QS.
Az-Zumar/39: 7)
وَلَـكِن كَرِهَ اللّهُ انبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُواْ مَعَ الْقَاعِدِينَ
"...tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan
mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka dan dikatakan kepada mereka: "Tinggallah
kamu bersama orang-orang yang tinggal itu." (QS. At-Taubah/9: 46)
Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai orang-orang yang beriman dan beramal
saleh, firman-Nya:
رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
"Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha
kepada-Nya. Yang demikian itu, adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada
Tuhannya." (QS. Al-Bayyinah/98: 8)
Kitapun mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala murka kepada orang-orang kafir dan selain
mereka yang berhak mendapatkan kemurkaan-Nya. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
الظَّانِّينَ بِاللَّهِ ظَنَّ السَّوْءِ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ وَغَضِبَ
اللَّهُ عَلَيْهِمْ
"... (yaitu) Orang-orang yang berprasangka buruk
kepada Allah, mereka akan mendapat giliran kebinasaan yang amat buruk dan Allah
murka kepada mereka ..." (QS. Al-Fath/48: 6)
وَلَـكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْراً فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّهِ وَلَهُمْ
عَذَابٌ عَظِيمٌ
"... Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya
untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang
besar" (QS. an-Nahl/16: 106)
Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai wajah yang disifati-Nya dengan
keagungan dan kemuliaan, firman Allah:
وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
"Dan tetap kekal wajah Tuhanmu, yang mempunyai
keagungan dan kemuliaan." (QS. Ar-Rahman/55: 27)
Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai dua Tangan yang Agung lagi Mulia,
firman-Nya:
بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ
"... tetapi kedua Tangan Allah terbuka; Dia
menafkahkan sebagaimana yang dikehendaki-Nya ..." (QS. Al-Ma'idah/5: 64)
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعاً قَبْضَتُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
"Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan
pengagungan yang semestinya. Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada
hari kiamat dan seluruh langit digulung dengan Tangan Kanan-Nya. Maha Suci
Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan." (QS. Az-Zumar/39:
67)
Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai dua Mata yang sebenarnya, firman-Nya:
وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا
"Dan buatlah bahtera itu dengan (pengawasan) mata
Kami ..." (QS. Hud/11: 37)
Sabda Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam:
حِجَبُهُ النُّوْرُ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحَاتُ وَجْهِهِ مَاانْتَهَى
إِلَيهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ
"... Tabir
Allah itu adalah Nur. Andaikata dibuka-Nya niscaya sinar kemuliaan wajah-Nya
akan membakar segala makhluk-Nya yang terkena pandangan Mata-Nya ..."[5]
Dan Ahlussunnah sepakat bahwa Mata Allah adalah dua,
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, tentang Dajjal:
إِنَّهُ أَعْوَرُ وَإِنَّ رَبُّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ
"...
Sesungguhnya Dajjal itu buta sebelah matanya. tetapi Tuhanmu tidaklah buta
sebelah mata-Nya ..."[6]
Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala:
لاَّ تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia
mengetahui segala yang melihat. Dan Dia-lah Yang Maha Halus lagi Maha
Mengetahui. (QS. Al-An'am/6: 103)
Kita mengimani bahwa kaum Mu'minin akan melihat Allah
pada hari kiamat, sebagaimana firman-Nya:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
"Wajah-wajah (kaum mu'minin) pada hari itu
berseri-seri, kepada Tuhannya mereka melihat" (QS. Al-Qiyamah/75: 22-23)
Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya,
karena kesempurnaan sifat-sifat-Nya.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
"... Tiada
sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat." (QS. Asy-Syura/42: 11)
Kita mengimani bahwa Allah tidak pernah mengantuk dan
tidak pernah pula tidur, karena Dia Maha Hidup dan Maha Menegakkan urusan
makhluk-Nya; tidak berlaku zhalim, karena Dia Maha Adil; tidak lalai terhadap
segala amal perbuatan hamba-Nya, karena Dia Maha Awas dan Maha Mengetahui.
Kita mengimani bahwa tidak ada sesuatu di langit atau di
bumi yang sulit bagi Allah, karena Dia Maha Tahu dan Maha Kuasa. Firman-Nya:
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئاً أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
"Sesungguhnya
perintah Allah apabila menghendaki sesuatu hanyalah dengan berfirman kepadanya:
"Jadilah!", maka terjadilah ia." (QS. Yasin/36: 82)
Dan bahwa Allah tidak pernah letih atau penat, karena Dia
Maha Kuat. Firman-Nya:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ
وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوبٍ
"Dan
sungguh telah Kami ciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara
keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan." (QS.
Qaaf/50: 38)
Kita mengimani kebenaran seluruh Asma' dan sifat bagi Allah,
yang telah ditetapkan langsung oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Tetapi kita menjauhkan diri dari dua
larangan besar, yaitu: tamtsil ialah mengatakan dalam hati atau dengan
lisan bahwa sifat Allah itu seperti sifat makhluk; dan takyif ialah
mengatakan dalam hati atau dengan lisan bahwa hakekat sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah demikian.
Dan kita mengimani kesucian Allah dari segala sifat yang
telah dinafikan (ditolak) langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dinafikan (ditolak) oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dengan
mengimani bahwa penafian (penolakan) tersebut mengandung penetapan kesempurnaan
sifat yang sebaliknya.[7]
Adapun sifat yang tidak difirmankan oleh Allah dan tidak
disabdakan oleh Rasul-Nya, tidak ditetapkan dan tidak pula dinafikan, maka
dalam hal ini kita bersikap diam.
Kita berpandangan bahwa menempuh jalan (cara) ini adalah
wajib, tidak boleh ditawar lagi. Hal itu demikian, karena apa yang telah
ditetapkan atau dinafikan oleh Allah terhadap diri-Nya adalah berita yang
disampaikan Allah mengenai diri-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Tahu akan diri-Nya
sendiri, lebih benar firman-Nya dan lebih baik penuturan-Nya. Sedang makhluk
tidak akan dapat mengetahui hakekat Allah dengan sebenar-benarnya.
Begitu pula apa yang telah ditetapkan atau dinafikan oleh
Rasulullah terhadap Allah adalah berita yang disampaikan Rasulullah tentang
Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan
beliaulah manusia yang paling mengetahui Allah, hamba yang paling jujur, paling
benar dan paling jelas keterangannya.
Hanya dalam firnan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terdapat ilmu yang sempurna, kebenaran
yang hakiki dan keterangan yang jelas. Karena itu, tidak ada alasan untuk
menolaknya atau ragu-ragu di dalam menerimanya.
Nash-Nash Al-Qur'an dan Sunnah Wajib ditetapkan dan dipahami
Menurut Zhahir dan Hakekatnya Yang Sesuai Dengan Kemuliaan dan Keagungan Allah.
Semua hal yang telah disebutkan tadi tentang sifat-sifat
Allah Subhanahu wa Ta’ala, secara
terinci atau global, baik itu berupa itsbat (penetapan) ataupun nafy
(penolakan), dalam masalah tersebut kita benar-benar berlandaskan Al Qur'an
serta Sunnah dan berpijak atas manhaj yang telah dianut para salaf dan imam
pembawa kebenaran yang datang sesudah mereka.
Kita berpandangan bahwa nash-nash Al Qur'an dan Sunnah
wajib ditetapkan dan dipahami menurut zhahir dan hakekatnya yang sesuai dengan
kemuliaan dan keagungan Allah, ‘Azza wa
Jalla.
Tetapi kita menjauhkan diri dari cara-cara:
- Ahli tahrif, yaitu orang-orang yang
menyelewengkan nash-nash dari makna sebenarnya yang dimaksud oleh Allah dan
Rasul-Nya kepada makna yang lain.
- Ahli ta'thil, yaitu orang-orang yang
mengingkari makna sebenarnya yang dimaksud oleh Allah dan Rasul-Nya, yang
terkandung dalam nash-nash tersebut.
- Ahli ghuluw, yaitu orang-orang yang bertindak
melampaui batas dengan memahami nash-nash tersebut secara tamtsil (menyerupakan sifat Allah dengan
sifat makhluk) atau bersusah-payah melakukan takyif
(menentukan bahwa hakekat sifat Allah itu adalah demikian).
Kita meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa apa yang
disebutkan dalam Al-Qur'an maupun Sunnah adalah haq, tidak ada pertentangan
antara satu nash dengan nash lain. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا
فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا
"Apakah mereka tidak memperhatikan (dengan seksama)
Al-Qur'an ini? Andaikata Al-Qur'an ini berasal dari selain Allah niscaya mereka
akan mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya" (QS. An-Nisa'/4:
82)
Selain itu, karena pertentangan di antara berita-berita
berarti pendustaan berita yang satu terhadap berita yang lain. Padahal ini
adalah mustahil dalam berita yang disampaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Barangsiapa yang mengaku bahwa ada pertentangan dalam
Kitab Allah, atau dalam Sunnah Rasulullah, atau di antara keduanya; maka orang
tersebut mempunyai maksud jahat dan hatinya telah menyimpang dari kebenaran.
Maka hendaklah ia segera bertaubat kepada Allah dan melepaskan diri dari
kesesatannya.
Dan barangsiapa berprasangka bahwa ada pertentangan dalam
Kitab Allah atau dalam Sunnah Rasulullah, atau di antara keduanya; itu
disebabkan karena ilmunya yang sedikit, atau pemahamannya yang masih kurang,
atau perhatian yang dicurahkannya belum cukup. Maka hendaklah ia menuntut ilmu
dan bersungguh-sungguh di dalam memahami, sehingga akan jelas baginya
kebenaran. Jika belum juga jelas baginya kebenaran tersebut, hendaklah ia
memasrahkan masalah ini kepada Allah Yang Maha Tahu dan menghilangkan
prasangkanya tadi serta mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang
yang telah mendalam ilmu pengetahuannya, seperti difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا
"... Dan orang-orang yang mendalam ilmu
pengetahuannya mereka berkata: 'Kami beriman kepadanya. Semuanya itu dari sisi
Tuhan kami..." (QS. Ali 'Imran/3: 7)
Kemudian, hendaklah ia meyakini bahwa tidak ada
pertentangan serta perselisihan dalam Kitab Allah, atau dalam Sunnah Rasulullah
atau di antara keduanya.
Hasil dan manfaat beriman kepada Allah beserta Asma' dan
sifat-Nya:
Iman ini menanamkan dalam pribadi seorang hamba kecintaan
dan pengagungan kepada Allah, yang menuntutnya untuk senantiasa melaksanakan
segala perintah Allah dan menjahui segala larangan-Nya. Dengan demikian akan
diperoleh kebahagiaan yang sempurna dalam kehidupan di dunia dan di akherat,
baik untuk individu maupun untuk masyarakat. Firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ
حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh. baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka keijakan." (QS. An-Nahl/16: 97)[]
[1]
Lihat
surah Al-Hadid: 4, surah Yunus: 3, surah asy-Syura: 12 dan surah Ali 'Imran:
26-27.
[2]
Hululiyah
(Phanteisme) aliran yang berpandangan bahwa Tuhan itu berada pada segala
sesuatu. Termasuk yang berpandangan demikian Al-Husein bin Manshur Al-Hallaj
(...-309 H = ...-922 M), yang pernah mengatakan: "Tidak ada di jufah
Selain Allah", akhirnya dia ditangkap dan ditahan kemudian dihukum mati
oleh khaiifah Al-Muqtadir Al-'Abbasi karena pandangan-pandangannya yang sesat
dan menyesatkan..
[3]
Jahmiyah:
pengikut Jahm bin Shafwan (...-128 H =...-745 M) disamping berpendapat demikian
mereka juga mengingkari adanya sifat-sifat bagi Allah, Subhanahu wa Ta'ala.
[4] Hadits
shahih riwayat Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari (selanjutnya hanya di
sebutkan Al-Bukhari), kitab At-Tahajjud, bab 14; dan Muslim, Shahih Muslim
(selanjutnya hanya disebutkan Muslim), kitab Shalat Al-Musafirin wa Qashriha,
bab 24.
[5]
Hadits
shahih riwayat Muslim, kitab Al-lman, bab 79 dan Imam Ahmad, Musnad
(Beirut: Al-Maktab Al-lslami, 1403 H.), jilid 4. hal. 401.
[6]
Hadits
shahih riwayat Al-Bukhari, kitab At-Tauhid, bab 17 dan Muslim kitab Al-Fitan
wa Asyraath As-Saa'ah, bab 19..
[7] Sifat
yang dinafikan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah sifat yang tak sempurna dan tak
layak bagi Allah, sebagaimana telah disebutkan diatas, seperti: zhalim,lalai,
letih dan sebagainya. Dan penafian terhadap sifat-sifat ini mengandung
penetapan kesempurnaan sifat yang sebaliknya. Contohnya: sifat zhalim, telah
dinafikan oleh Allah dalam Al-Qur'an, ini menunjukkan bahwa Allah Subhanahu
Wa Taala adalah Maha Adil.
Comments
Post a Comment