Cara Islam Pilih Pemimpin
Islam sendiri sebagai agama yang paripurna
telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal memilih
pemimpin. Islam telah menjelaskan secara terperinci dalam memilih pemimpin
sebagai berikut ini.
Pertama, Pemberian baiat menjadi metode baku.
Baiat merupakan sumpah setia terhadap pemimpin. Selanjutnya baiat sendiri
dibagi menjadi dua ranah yakni ranah mengangkat pemimpin dan ranah ketaatan.
Baiat ini merupakan amanah yang diambil pemimpin untuk menerapkan hukum Islam
selama memerintah, dan jaminan ketaatan rakyatnya.
Kedua, Yang menjadi calon pemimpin bukanlah
orang yang masih aktif menjabat sebagai pemimpin atau penguasa. Tentunya
seorang calon pemimpin yang notabenenya masih aktif sebagai penguasa akan
rentan mempengaruhi hasil pemilihan. Penguasa dalam hal ini berpotensi untuk
melakukan kedholiman dan ia mampu mengarahkan opini kepada kepentingan –
kepentingan tertentu. Hal demikian akan sangat berbahaya bagi obyektifitas arah
politik dan penyelenggaraan pemerintahan ke depan.
Jadi penyelenggaraan pemilihan pemimpin baru
hanya akan dilakukan tatkala pemimpin lama sudah tidak mampu melaksanakan
amanah pemerintahannya. Usia yang sudah terlalu tua, sakit, meninggal dunia dan
atau menjadi tawanan musuh, merupakan udzur – udzur yang menjadi indikasi bahwa
ia tidak lagi mampu melaksanakan roda pemerintahan. Dengan demikian proses
pemilihan pemimpin baru akan bisa berjalan dengan baik dan berlangsung secara
adil.
Ketiga, Tidak ada yang namanya tim sukses.
Calon – calon pemimpin memang adalah orang – orang terverifikasi dengan baik.
Mereka sudah memenuhi syarat – syarat sebagai seorang pemimpin. Mereka adalah
orang – orang Islam, berjenis kelamin laki – laki, akil baligh, orang merdeka
bukan budak, dan memiliki kemampuan. Dengan demikian tidak diperlukan lagi
adanya tim sukses yang mempromosikannya dalam kampanye ke berbagai daerah. Baik
dalam bentuk pengerahan massa, maupun agitasi – agitasi yang menjual janji dan
jargon kosong. Tidak sedikit dari mereka yang terbelenggu oleh janji – janjinya
sendiri yang sebenarnya tidak bisa diwujudkannya saat berkuasa. Artinya janji
dan jargon yang dijualnya telah menjadi blunder politik.
Adanya tim sukses ini ikut memyumbangkan
pembengkakan dana yang harus dikeluarkan oleh calon pemimpin. Endingnya bagi
mereka yang dengan mulus melenggang menuju kursi kekuasaan, pertama kali yang
difikirkannya adalah mengembalikan modal. Sedangkan bagi mereka yang gagal
dalam meraih kursi kekuasaan, karena modal yang sudah dikeluarkannya sudah
besar, tidak sedikit yang menjadi frustasi dan stress.
Di samping itu, adalah keharaman di antara
sesama muslim saling menjatuhkan, mempersekusi, menghina dan bahkan mencemarkan
nama baik masing – masing melalui gelaran – gelaran kampanye dan agitasi yang
dilancarkannya.
Keempat, Waktu tenggang pemilihan adalah 3
hari dan 3 malamnya. Sungguh ketiadaan seorang pemimpin dalam komunitas manusia
akan menimbulkan mudhorot yang besar. Bahkan para sahabat Nabi SAW lebih menyibukkan
diri untuk memilih pemimpin sepeninggal Nabi SAW daripada mengebumikan jenazah
suci Nabi SAW. Artinya mengangkat seorang pemimpin adalah kewajiban yang paling
utama.
Kemudhorotan – kemudhorotan yang akan timbul
dari tidak adanya pemimpin di antaranya adalah terjadinya perselisihan,
persengketaan bahkan permusuhan antara satu pihak dengan pihak yang lainnya.
Begitu pula, sangat rentan untuk gampang diserang dan dijajah oleh musuhnya.
Ibaratnya rakyat tanpa seorang pemimpin bagaikan anak ayam tanpa induknya.
Tentunya akan bercerai berai dan menjadi lemah keadaannya.
Apalagi kalau hasil pemilihan baru akan
diumumkan paling lama 35 hari sesuai dengan UU No.7 Tahun 2017. Tentunya akan
berpotensi terjadi pembiaran kepada kemaslahatan rakyat yang harus segera
ditunaikan.
Kelima, Hasil pemilihan mencerminkan kehendak
rakyat. Dalam hal memilih pemimpin ini dilakukan oleh representasi dari umat
melalui ahlul halli wal aqdi, baik dari perwakilan umat dari berbagai daerah
yang merupakan putra – putra terbaik, maupun dari penduduk ibukota. Dengan
demikian hasil pemilihan betul – betul didasarkan pada pertimbangan yang benar
bukan pada psikologis massa yang terwujud di dalam kepopulisan.
Adalah hal yang masuk akal apabila dalam
memilih hanya diberikan kepada mereka yang berkompeten dalam menentukan layak
dan tidaknya seseorang memimpin. Dengan demikian tidak berlaku prinsip one man
one vote, yang berpotensi tidak memanusiakan manusia sesuai dengan
kapasitasnya. Tidak mungkinlah bisa disamakan antara orang yang baik dengan
orang yang berperangai buruk.
Demikianlah paparan singkat mengenai
pemilihan pemimpin dalam Islam yang akuntabilitasnya terjamin. Tidak lagi
diributkan dengan hasil quick count, real count maupun exit poll.
***************************
***************************
Penulis: Ainul Mizan, Guru, tinggal di Malang, Jawa
Timur.
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com
Comments
Post a Comment