Seorang Dosen UIN SGD Bandung masuk ke tempat
pelacuran di daerah Bekasi dan mem-booking 8 PSK sekaligus, lalu diboyong ke
satu kamar. Sekuriti berbadan besar oknum TNI menguntitnya. Menyewa 8 orang sekaligus
tentu tidak wajar dan mencurigakan. “Dia punya kekuatan seks seperti apa?”
Pikirnya. Tahu ada yang menguntit, sang dosen merasa terganggu, terjadilah adu
mulut sampai si TNI itu tak berkutik.
Argumen sang dosen kuat, karena toh sudah
di-booking adalah hak dia untuk melakukan apa saja dengan 8 perempuan itu dalam
kamar. Sang dosen bertanya, “Sebagai apa kamu disini?” “Saya keamanan Pak!”
Mendengar jawaban itu, sontak sang dosen marah: “Keamanan apanya ..?? Pekerjaan
kamu disini bukan mengamankan tapi membuat mereka menderita. Kamu menjerumuskan
dan mencelakakan mereka semua di dunia dan di akhirat. Keamanan apanya?” Sang
centeng tak berkutik.
Sekuriti itu pun ditantang duel kalau
mengganggu acara sang dosen, tapi si oknum ini tidak berani, apalagi saat
diancam akan dilaporkan ke atasannya jadi centeng “neraka” seperti itu. Ia pun
takut, pergi dan minta maaf. Ke 8 PSK itu merasakan lain, ada hal aneh yang
akan dilakukan tamunya ini mem-booking mereka banyakan. Di dalam kamar, sang
dosen meminta seprai dari dua kasur dicabut: “Tolong cabut itu seprai dan tutup
badan kalian semua dengan kain itu. Saya tidak mau melihatnya.” 8 PSK itu
kemudian dinasehati panjang lebar tentang kelakuan buruknya, tentang uang
haramnya, akibatnya pada anak, durhakanya pada orang tua, alasan dustanya soal
kebutuhan ekonomi, tentang bahaya penyakit kelamin dll. “Bayangkan kalau anak
perempuanmu seperti kamu mau nggak? Kalau anak-anakmu tahu kelakuanmu seperti
ini mau gak?” “Kalau ibumu tahu mau gak? Bayangkan perasaan mereka, betapa malu
dan sakit hatinya. Inikah balasan pada ibumu yang sudah susah payah melahirkan,
membesarkan dan mendidikmu?” dll … dll … (sekitar 2 jam dia bicara, di atas itu
intinya saja).
Ledakan tangisan 8 PSK itu muncrat semua,
semua menyadari dan menyesali, tobat seketika, janji besok semuanya akan
keluar.
Esoknya, sang dosen,
datang lagi mengecek. Benar, 8 nama itu sudah tidak ada di daftar, sudah
keluar. Beberapa hari kemudian, sang dosen mengunjungi ke 8 orang itu ke
kampungnya masing-masing, mengontrol dan membina, dan komunikasi terus berjalan
setelah beberapa minggu/bulan. 8 perempuan muda yang wajah-wajahnya aduhai itu,
kini ada yang buka warung, buka kios, kerja di pabrik dll. Pada salah satu yang
jualan gorengan, sang dosen ustadz berkata: “Naah … begituu … ini yang halal
dan barokah. Rizki halal tidak susah asalkan dicari.” Mereka merasakan
kebahagiaan yang sangat amat telah keluar dari jerat pekerjaaan kotornya. Dari
ke 8 PSK itu, 6 orang bersuami dan direstui oleh suaminya jadi PSK (asalnya daerahnya
Subang, Indramayu, Sukabumi). Yang suaminya menerima dan sadar, suaminya juga
dibina. Yang suaminya menolak dan marah karena kehilangan income dari istrinya
yang cukup besar, sang dosen memberikan instruksi: “Kamu harus bercerai dengan
suamimu, wajib, karena ia telah menjerumuskan dan merusakmu. Suami macam apa
seperti itu, sekarang pun ia tidak terima kamu telah sadar. Sekarang cari suami
yang baik, masih banyak. Insya Allah saya akan bantu.” Yang suaminya tidak
terima, semuanya diceraikan. Satu orang yang dari Indramayu, bukan hanya tidak
terima malah menteror mantan istrinya dan keluarganya. Ketika sang dosen
dilapori, tidak menunggu, ia langsung berangkat mencarinya sendiri rumah orang
itu. Laki-laki itu kembali ke rumah orang tuanya. Sang dosen masuk dan
menceramahi laki-laki itu, bukannya berterima kasih dan bersyukur istrinya
telah sadar dan kembali ke jalan yang benar. Laki-laki itu tetap tidak terima
dan marah-marah. Ia bersungut-sungut menuduh laki-laki yang tak dikenalnya itu
mengganggu kesenangannyalah, merusak rumah tangga oranglah, sok sucilah, dll.
Sang dosen membantah: “Siapa yang merusak? Justru kamu yang merusak istri kamu
dan kamu memerasnya. Suami macam apa kamu ini?” Karena nasehat tidak akan masuk
pada orang seperti ini, akhirnya sang dosen mengambil jalan akhir. “Sekarang
gini aja, kamu ambil golok bawa keluar, ayo kita duel diluar tapi dengan
catatan sampai mati dan harus disaksikan masyarakat, RT, RW dan Polisi. Siapa
yang benar diantara kita.” Laki-laki itu hanya diam, sang dosen kesal, ia masuk
ke dapur dan meminta golok pada keluarganya. Golok itu diberikan dan
dipaksakannya agar laki-laki itu memegangnya dan dipersilahkan untuk menebas
bagian mana saja dari tubuh sang sang dosen yang dia mau. Karena dia masih
diam, sang dosen menggusur orang itu keluar rumah. Karena suasana ribut,
tetangga pada keluar, nonton. Sekalian sang ustadz berteriak-teriak disitu
menjelaskan betapa bodoh dan dungunya orang ini, istrinya disadarkan malah
tidak terima berarti dia ini hakikatnya setan. Tetangga yang sudah menaruh
curiga pada pekerjaan istri laki-laki itu membenarkan ucapan sang dosen. Mereka
terus menonton. Sampai ujungnya, laki-laki itu sadar, menangis, menyesali dan
berjanji tidak akan mengganggu mantan istrinya lagi. Orang tuanya pun menyesalkan
kebodohan anaknya itu. “Awas, mengganggu lagi mantan istrimu, dengan saya
urusannya.” Ketika kisah ini diceritakan pada saya, saya bilang “luar biasaa …”
Ia berucap, “Yaa … menolong itu harus tuntas, jangan setengah-setengah, cuma
menyadarkan saja tapi kesananya tidak bertanggung jawab, tidak di urus, ya gak
akan bener, dia bisa balik lagi nanti.” Ini kisah nyata, bukan ngarang. Namanya
disamarkan untuk menghindari riya. Subhanallaah.
( Sumber: https://almanaar.wordpress.com/2014/07/21/kisah-dosen-uin-mem-booking-8-psk-dalam-satu-kamar/).
Comments
Post a Comment