Skip to main content

Apakah Diperbolehkan Merukyah dengan Menggunakan media Tertentu?


Apakah Diperbolehkan Merukyah dengan Menggunakan Media tertentu? 


Apakah dibolehkan merukyah pada air Zam-zam?. Tidaklah diragukan lagi bahwa air zamzam mengandung keberkahan. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خير ماء على وجه الأرض ماء زمزم فيه طعام من الطعم وشفاء من السقم
“Air terbaik di seluruh muka bumi adalah air zamzam. Di dalamnya terdapat makanan (yang membangkitkan) selera dan obat dari berbagai penyakit.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir no. 11167. Lihat Ash-Shahihah no. 1056.) Diriwayatkan pula dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ ، إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ وَشِفَاءُ سُقْمٍ
“Sesungguhnya air zamzam adalah air yang diberkahi, makanan (yang membangkitkan) selera, dan obat dari berbagai penyakit.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Ash-Shaghir no. 295). Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَاءُ زَمْزَمَ، لِمَا شُرِبَ لَهُ
“Air zamzam itu sesuai dengan niat peminumnya.” (HR. Ibnu Majah no. 3062, shahih). Dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Air zamzam itu sesuai dengan niat peminumnya”, para ulama memahami bahwa kalimat ini bersifat umum. Maksudnya, barangsiapa yang meminum air zamzam dengan berniat disembuhkan dari penyakit, dia akan mendapatkan sesuai dengan niatnya. Demikian pula, bagi siapa saja yang meniatkannya untuk menghapal Al-Qur’an, menghapal hadis, dan yang lainnya. Tentunya, semua itu dapat tercapai dengan ijin Allah Ta’ala. Dengan kata lain, hadis yang disebutkan di atas bermakna umum, baik manfaat yang ingin didapatkan itu berkaitan dengan dunia atau berkaitan dengan agama (akhirat) si peminumnya.

Lalu, bagaimana jika seseorang meminum air zam-zam dengan harapan agar disembuhkan dari gangguan jin, sihir atau gangguan ‘ain? Di antara ulama menyebutkan bahwa manusia meminum air zamzam dengan maksud untuk mendapatkan kesehatan, dan Allah Ta’ala pun memberikan karunia tersebut kepada hamba-Nya. Para ulama kontemporer berselisih pendapat tentang hukum merukyah dengan menggunakan air zamzam. Caranya, kita membaca ayat-ayat rukyah dengan mendekatkan (misalnya) segelas air zamzam ke mulut. Selesai membaca ayat rukyah, air zamzam tersebut diminum.

Sebagian ulama membolehkannya, seperti Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullahu Ta’ala. Sebagian yang lain melarangnya, seperti Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu Ta’ala. Syaikh Al-Albani beralasan bahwa air zamzam itu sendiri adalah obat, sehingga tidak perlu digabung dengan rukyah. Akan tetapi, tidak terdapat dalil yang melarang rukyah dengan menggunakan air zamzam. Bahkan, di dalamnya terkumpul dua sebab kesembuhan: (1) Sebab konkret, berupa air zamzam itu sendiri; dan (2) Sebab abstrak, berupa ruqyah (doa). Dua hal ini tentu saja lebih baik dan lebih sempurna dalam usaha berobat. Dalilnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkan dua sebab tersebut dalam rukyah beliau, misalnya menggabungkan antara debu (turab) dengan tiupan dan doa [Lihat hadis riwayat Abu Dawud no. 3885]; atau antara air, tiupan dan doa (rukyah). Rukyah dengan menggunakan media tertentu tidaklah berarti tidak adanya kesembuhan dan berkah dalam sesuatu tersebut (jika tanpa disertai doa rukyah).

Syaikh Al-Albani rahimahullahu Ta’ala beralasan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah melakukannya, sehingga beliau pun berpendapat terlarangnya hal tersebut. Alasan beliau ini bisa disanggah bahwa jika sesuatu itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidaklah berarti bahwa sesuatu tersebut pasti (otomatis) dilarang. Karena alasan untuk membolehkan perbuatan tersebut adalah alasan yang kuat, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Dan juga, tidak terdapat penghalang syar’i yang menyebabkan kita melarang perbuatan tersebut. Kesimpulan, merukyah dengan menggunakan air zamzam itu diperbolehkan dan lebih utama karena tergabung di dalamnya dua sebab kesembuhan.

Dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Air zamzam itu sesuai dengan niat peminumnya”, para ulama memahami bahwa kalimat ini bersifat umum. Maksudnya, barangsiapa yang meminum air zamzam dengan berniat disembuhkan dari penyakit, dia akan mendapatkan sesuai dengan niatnya. Demikian pula, bagi siapa saja yang meniatkannya untuk menghapal Al-Qur’an, menghapal hadis, dan yang lainnya. Tentunya, semua itu dapat tercapai dengan ijin Allah Ta’ala. Dengan kata lain, hadis yang disebutkan ini bermakna umum, baik manfaat yang ingin didapatkan itu berkaitan dengan dunia atau berkaitan dengan agama (akhirat) si peminumnya.


Selanjutnya, apa hukum meminta di-ruqyah syar’iyyah? Meminta di ruqyah syar'iyyah hukumnya tidak mengapa. Maksudnya, orang yang sedang sakit tidak mengapa meminta kepada orang yang dianggap bisa meruqyah dengan berkata “ruqyahlah saya, bacakan bacaan-bacaan ruqyah kepada saya“. Namun meninggalkannya lebih utama. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab diantaranya yaitu orang yang laa yastarquun, maksudnya orang yang tidak meminta diruqyah. Dalam rangka menyempurnakan tawakal kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Namun meminta diruqyah hukumnya boleh, walaupun meninggalkannya itu lebih utama.

Selanjutnya apa hukum ruqyah massal? Yaitu peruqyah membacakan dzikir-dzikir ruqyah kepada banyak orang dalam satu waktu. Sesuai dengan Fatwa Binbaz, rukyah massal dibolehkan. Jika diantara kita ada yang ingin meruqyah beberapa orang, dengan dzikir-dzikir ruqyah atau dengan meniupkan dzikir-dzikir kepada mereka, ini dibolehkan. Misalnya ada tiga atau empat orang, lalu peruqyah membacakan Al Qur’an atau meniupkan dzikir-dzikir yang shahih kepada mereka, ini dibolehkan.

Apa yang menimpa manusia berupa sakit tertentu merupakan takdir dan ketentuan Allah. Wajib bagi seorang muslim untuk ridha dan mengharap pahala. Dalam rangka mengamalkan firman Allah:

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ (155) اَلَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ قَالُوْا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ (156) أُوْلَائِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبهم وَرَحْمَةٌ وَأُولَائِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. [(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”] [mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk].” (QS. Al-Baqarah : 155-157). Allah Ta’ala juga berfirman,

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah.” (Qs. At Taghabun: 11). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ، وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya besarnya balasan itu tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila Allah lmencintai satu kaum, Ia akan menguji mereka. Barang siapa ridha (dengan ujian tersebut), dia akan mendapatkan keridhaan (dari Allah ), sedangkan barang siapa yang murka, dia juga akan mendapatkan kemurkaan (dari Allah ).” (HR. at-Tirmidzi)

Dalam keadaan tertimpa sesuatu penyakit, disarankan atau dinasehatkan  oleh ulama seperti Abdullah Bin Baaz  membacakan (ruqyah) padanya yaitu:
  • Surat Al-Fatihah
  • Ayat kursi
  • Surat Al-Ikhlas
  • Surat Al-Falaq
  • Surat An-Naas
dan ayat yang lain dari Al-Qur'an Al-Aziz, mengulang-ulanginya setiap pagi dan sore dengan dzikir yang shahih misalnya:

للَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ وَاشْفِه وأَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَآءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
Ya Allah, Rabb manusia, hilangkanlah kesusahan dan berilah dia kesembuhan, Engkau Zat Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain”  (HR Bukhari 535 dan Muslim 2191). Dan doa:

بِاسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ، مِنْ كُلِ شَيْءٍ يُؤْذِيْكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنٍ حَاسِدٍ، اللهُ يَشْفِيْكَ بِاسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ
“Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang menyakitkanmu dan dari setiap jiwa atau pandangan yang dengki. Semoga Allah menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku meruqyahmu.” (Sahih, HR. Muslim no. 2186).Kedua doa ini diulangi tiga kali. Kita bisa mendoakan keluarga atau saudara kta masing-masing dengan doa lainnya yang diinginkan. Akan tetapi doa yang berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih baik. Kami menasehati agar memeriksakan orang sakit ke dokter spesialis, lebih-lebih dokter yang melakukan operasi padanya, semoga para dokter bisa menemukan pengobatan yang tepat baginya..

TATA CARA RUQYAH YANG BENAR
Ruqyah bukan pengobatan alternatif. Justru seharusnya menjadi pilihan pertama pengobatan tatkala seorang muslim tertimpa penyakit. Sebagai sarana penyembuhan, ruqyah tidak boleh diremehkan keberadaannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Sesungguhnya meruqyah termasuk amalan yang utama. Meruqyah termasuk kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Para nabi dan orang shalih senantiasa menangkis setan-setan dari anak Adam dengan apa yang diperintahkan Allah dan RasulNya”. [1].  Karena demikian pentingnya penyembuhan dengan ruqyah ini, maka setiap kaum Muslimin semestinya mengetahui tata cara yang benar, agar saat melakukan ruqyah tidak menyimpang dari kaidah syar’i. Tata cara meruqyah adalah sebagai berikut:
1. Keyakinan bahwa kesembuhan datang hanya dari Allah.
2. Ruqyah harus dengan Al Qur’an, hadits atau dengan nama dan sifat Allah, dengan bahasa Arab atau bahasa yang dapat dipahami.
3. Mengikhlaskan niat dan menghadapkan diri kepada Allah saat membaca dan berdoa.
4. Membaca Surat Al Fatihah dan meniup anggota tubuh yang sakit. Demikian juga membaca surat Al Falaq, An Naas, Al Ikhlash, Al Kafirun. Dan seluruh Al Qur’an, pada dasarnya dapat digunakan untuk meruqyah. Akan tetapi ayat-ayat yang disebutkan dalil-dalilnya, tentu akan lebih berpengaruh.
5. Menghayati makna yang terkandung dalam bacaan Al Qur’an dan doa yang sedang dibaca.
6. Orang yang meruqyah hendaknya memperdengarkan bacaan ruqyahnya, baik yang berupa ayat Al Qur’an maupun doa-doa dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Supaya penderita belajar dan merasa nyaman bahwa ruqyah yang dibacakan sesuai dengan syariat.
7. Meniup pada tubuh orang yang sakit di tengah-tengah pembacaan ruqyah. Masalah ini, menurut Syaikh Al Utsaimin mengandung kelonggaran. Caranya, dengan tiupan yang lembut tanpa keluar air ludah. ‘Aisyah pernah ditanya tentang tiupan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam meruqyah. Ia menjawab: “Seperti tiupan orang yang makan kismis, tidak ada air ludahnya (yang keluar)”. (HR Muslim, kitab As Salam, 14/182). Atau tiupan tersebut disertai keluarnya sedikit air ludah sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Alaqah bin Shahhar As Salithi, tatkala ia meruqyah seseorang yang gila, ia mengatakan: “Maka aku membacakan Al Fatihah padanya selama tiga hari, pagi dan sore. Setiap kali aku menyelesaikannya, aku kumpulkan air liurku dan aku ludahkan. Dia seolah-olah lepas dari sebuah ikatan”. [HR Abu Dawud, 4/3901 dan Al Fathu Ar Rabbani, 17/184].
8. Jika meniupkan ke dalam media yang berisi air atau lainnya, tidak masalah. Untuk media yang paling baik ditiup adalah minyak zaitun. Disebutkan dalam hadits Malik bin Rabi’ah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُوْا الزَيْتَ وَ ادَّهِنُوا بِهِ فَإنَهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَة
“Makanlah minyak zaitun , dan olesi tubuh dengannya. Sebab ia berasal dari tumbuhan yang penuh berkah”.[2]
9. Mengusap orang yang sakit dengan tangan kanan. Ini berdasarkan hadits ‘Aisyah, ia berkata: “Rasulullah, tatkala dihadapkan pada seseorang yang mengeluh kesakitan, Beliau mengusapnya dengan tangan kanan…”. [HR Muslim, Syarah An Nawawi (14/180]. Imam An Nawawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk mengusap orang yang sakit dengan tangan kanan dan mendoakannya. Banyak riwayat yang shahih tentang itu yang telah aku himpun dalam kitab Al Adzkar”. Dan menurut Syaikh Al ‘Utsaimin berkata, tindakan yang dilakukan sebagian orang saat meruqyah dengan memegangi telapak tangan orang yang sakit atau anggota tubuh tertentu untuk dibacakan kepadanya, (maka) tidak ada dasarnya sama sekali.
10. Bagi orang yang meruqyah diri sendiri, letakkan tangan di tempat yang dikeluhkan seraya mengatakan بِسْمِ الله (Bismillah, 3 kali).
أعُوذُ بِالله وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَر مَا أجِدُ وَ أحَاذِرُ
“Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang aku jumpai dan aku takuti”.[3]. Dalam riwayat lain disebutkan “Dalam setiap usapan”. Doa tersebut diulangi sampai tujuh kali. Atau membaca :
بِسْمِ الله أعُوذُ بِعزَِّةِ الله وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَر مَا أجِدُ مِنْ وَجْعِيْ هَذَا
“Aku berlindung kepada keperkasaan Allah dan kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang aku jumpai dari rasa sakitku ini”.[4]. Apabila rasa sakit terdapat di seluruh tubuh, caranya dengan meniup dua telapak tangan dan mengusapkan ke wajah si sakit dengan keduanya.[5]
11. Bila penyakit terdapat di salah satu bagian tubuh, kepala, kaki atau tangan misalnya, maka dibacakan pada tempat tersebut. Disebutkan dalam hadits Muhammad bin Hathib Al Jumahi dari ibunya, Ummu Jamil binti Al Jalal, ia berkata: “Aku datang bersamamu dari Habasyah. Tatkala engkau telah sampai di Madinah semalam atau dua malam, aku hendak memasak untukmu, tetapi kayu bakar habis. Aku pun keluar untuk mencarinya. Kemudian bejana tersentuh tanganku dan berguling menimpa lenganmu. Maka aku membawamu ke hadapan Nabi. Aku berkata: “Kupertaruhkan engkau dengan ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, ini Muhammad bin Hathib”. Beliau meludah di mulutmu dan mengusap kepalamu serta mendoakanmu. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih meludahi kedua tanganmu seraya membaca doa:
أَذْهِبْ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا
“Hilangkan penyakit ini wahai Penguasa manusia. Sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh. Tidak ada kesembuhan kecuali penyembuhanMu, obat yang tidak meninggalkan penyakit”[6]. Dia (Ummu Jamil) berkata: “Tidaklah aku berdiri bersamamu dari sisi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali tanganmu telah sembuh”.
12. Apabila penyakit berada di sekujur badan, atau lokasinya tidak jelas, seperti gila, dada sempit atau keluhan pada mata, maka cara mengobatinya dengan membacakan ruqyah di hadapan penderita. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘laihi wa sallam meruqyah orang yang mengeluhkan rasa sakit. Disebutkan dalam riwayat Ibnu Majah, dari Ubay bin K’ab , ia berkata: “Dia bergegas untuk membawanya dan mendudukkannya di hadapan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Maka aku mendengar Beliau membentenginya (ta’widz) dengan surat Al Fatihah”.[7]
Apakah ruqyah hanya berlaku untuk penyakit-penyakit yang disebutkan dalam nash atau penyakit secara umum? Dalam hadits-hadits yang membicarakan terapi ruqyah, penyakit yang disinggung adalah pengaruh mata yang jahat (‘ain), penyebaran bisa racun (humah) dan penyakit namlah (humah). Berkaitan dengan masalah ini, Imam An Nawawi berkata dalam Syarah Shahih Muslim: “Maksudnya, ruqyah bukan berarti hanya dibolehkan pada tiga penyakit tersebut. Namun maksudnya bahwa Beliau ditanya tentang tiga hal itu, dan Beliau membolehkannya. Andai ditanya tentang yang lain, maka akan mengizinkannya pula. Sebab Beliau sudah memberi isyarat buat selain mereka, dan Beliau pun pernah meruqyah untuk selain tiga keluhan tadi”. (Shahih Muslim, 14/185, kitab As Salam, bab Istihbab Ar Ruqyah Minal ‘Ain Wan Namlah). Demikian sekilas cara ruqyah. Mudah-mudahan bermanfaat. (Red).
Maraji` :
1. Risalatun Fi Ahkami Ar Ruqa Wa At Tamaim Wa Shifatu Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, karya Abu Mu’adz Muhammad bin Ibrahim. Dikoreksi Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Jibrin.
2. Kaifa Tu’aliju Maridhaka Bi Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, karya Abdullah bin Muhammad As Sadhan, Pengantar Syaikh Abdullah Al Mani’, Dr Abdullah Jibrin, Dr. Nashir Al ‘Aql dan Dr. Muhammad Al Khumayyis, Cet X, Rabi’ul Akhir, Tahun 1426H.
[Sebagiannya disadur dari majalah As-Sunnah Edisi 06//Tahun IX/1426H/2005M)
-----------------------
Footnote
[1]. Dinukil dari Kaifa Tu’aliju Maridhaka Bi Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, hlm. 41.
[2]. Hadits hasan, Shahihul Jami’ (2/4498).
[3]. HR Muslim, kitab As Salam (14/189).
[4]. Shahihul Jami’, no. 346.
[5]. Fathul Bari (21/323). Cara ini dikatakan oleh Az Zuhri merupakan cara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam meniup.
[6]. Al Fathu Ar Rabbani (17/182) dan Mawaridu Azh Zham'an, no. 1415-1416.
[7]. Al Fathu Ar Rabbani (17/183).
[8]. Namlah adalah luka-luka yang menjalar di sisi badan dan anggota tubuh lainnya


**************************


Kontributor: Tim Almanhaj.or. id; dr Raehanul Banrein: Ust Yulian Purnama; Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF

Comments

Popular posts from this blog

Tafsir al-Quran

  TAFSIR AL-QUR'AN Bacaan Al-Quran (Al-Quran Recitation) Tafsir As-Su'udi, Al-Baghawi, Ibnu Katsir, Al-Qurthubi, At-Thabari ( Arabic)   Al-Quran Terjemah Per Kata dan Tafsir (Kemenag RI, Jalalain, Ibn Katsir & Al-Misbah )   Al-Quran dan Terjemahannya (Indonesia & English, Bacaan Oleh Al-Afasi ), Tafsir Kemenag dan Aspek Terkait   Tafsir Kemenag RI, Bacaan Oleh Al-Husary Learn Quran Tafsir (Jalalain, Ibnu Katsir, Kemenag RI dan Al-Azhar )   TafsirWeb (Al-Muyassar, Al-Mukhtasar,  Al-Wajiz, As-Sa'di, Sawi , dll)    Tafsir al-Mukhtasar fi Al-Quran al-Karim (Indonesia)       Tafsir Hidayatul Insan - Al Ustadz Marwan Bin Musa   Belajar Al-Quran Kata Per Kata   Tafsir NU Online    Tafsir Al-Mukhtasar fi Al-Quran Karim (English)   Maududi Tafhimul Quran Tafsir (English)   Ibn Kathir Al-Quran Tafsir ( English )   Tafsir Ibn Katheer & Ma’arif ul-Quran (in English, Arabic, Urdu )      Tafsir Ibn Abbas (English)    Tafsir Kashani (English)   Tafsir Kashf Al-Asrar (English)

Darul Quran Mina (DQM)

Darul Qur'an Mina (DQM) Profil & Kegiatan Darul Qur'an Mina (DQM) Wakaf Bangunan DQM   Update Laporan Donasi Wakaf Bangunan DQM    Youtube DQM Channel (English)   Youtube Kajian Tafsir   Youtube Belajar Bahasa Arab   Murattal & Tadabbur al-Quran:  Murattal al-Qur'an Berbagai Qari Masyhur (MP4)   Murattal Al-Quran Qari Utama (MP4)   The Glorious Noble Qur'an -Syaikh Abu Bakr Ash-Shatery, Eng Trans (MP4)   Tadabbur/Tafsir al-Quran (MP3 &MP4)   Tafsir Al-Quran   Ilmu al-Quran (Ulumul Quran) -MP4 Tajwid/Ilmu Tajwid    Belajar Membaca & Tadabbur al-Qur'an (Html,MP3 dan MP4)   Kajian Hadist (Study of Hadith)    Murattal al-Quran Semua List Qari Masyhur (MP3)   Murattal Al-Quran Semua Qori (MP3)   Perpustakaan Audio Quran MP3 Semua Qari   Murattal Al-Quran 30 Juz (MP3 Audio)   List Murattal Al-Qur'an (MP3 Audio) & Tafsir   Al-Quran Digital (Display Ayat dan Terjemahan), Murattal Oleh Syaikh Abdulrahman al-O

Update Laporan Donasi Wakaf Tanah & Bangunan Darul Quran Mina (DQM)

Update Laporan Wakaf  Bangunan Darul Quran Mina (DQM) Yayasan Pembangunan Islam Mina , SK Kementerian Hukum & HAM RI No. AHU.0006005.AH.01.04.2017 1. Kantor Pusat (HQ):  Alamat: Darul Quran Mina (DQM), Lampeuneurut Ujong Blang, Darul Imarah, Aceh Besar, INDONESIA 23352.  Kebutuhan Dana:  - Tanah seluas 364 M2 & 1 Unit Bangunan: Rp 998,000,000,- -  3 unit Balai Pengajian: Rp 26,600,000,- ************************************** Transfer Wakaf Bangunan DQM ke No Rekening (Acc): 📟 No. Acc Bank Aceh Syari'ah : 62002200105180 Kode Bank 116  (Swift Code: PDACIDJ1) 📟 No. Acc Bank Syariah Indonesia: 7147283126 Kode Bank 451  (Swift Code: BSMDIDJAXXX  ) 📟 No. Acc Bank CIMB Niaga Syariah: 761968078600 Kode Bank 022  (Swift Code: BNIAIDJA XXX ) Semuanya a.n: Sofyan Kaoy Umar  Konfirmasi setelah Transfer:  WA: +6281234582087 (Ust.Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF), Ketua Pengurus Yayasan Pembangunan Islam Mina Khusus  bagi  muhsinin Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia &am