Skip to main content

alQuran

Al-Quran



Dr. KH. Ahzami Samiun Jazuli, MA Al-Hafidz

Alquran adalah kemuliaan dan tanggung  jawab kita (القرآن شَرَفٌ لَنَا وَمَسْؤولِيَةٌ عَلَيْنَا ). Maka siapa pun yang ingin mendapat kehormatan bukan dari Alquran pasti dia hina, siapapun! Hatta orang yang pernah berada di barisan organisasi keislaman. Kemuliaan organisasi kita bergantung pada sejauh mana interaksi kita dengan Alquran. Tanggungjawab terbesar kita adalah Alquran. Bagaimana keluarga kita agar bisa dekat dengan Alquran.

Dalam kehidupan berkeluarga (فِى حَيَاةٍ عَائِلِيَّةٍ). Bahwa Alquran begitu banyak memberikan perhatian kepada keluarga. Seolah-olah Alquran itu menjadi kitab keluarga (kitabul usrah). Lihatlah Annisa, At-Tahrim, Luqman, dst. Surah-surat itu banyak berbicara tentang keluarga. Apa saja yang harus diperhatikan dalam keluarga?

(1) Manajemen keluarga (إِدَارَةُ الزَّوْجِيَةِ). Lihat Annisa 34-36. Apakah keluarga kita sudah qur'ani? Masyarakat tidak bisa tegak jika keluarga kita lemah. Dalam manajemen rumah tangga, suami adalah pemimpin keluarga. Maka Suami (رِجَالٌ) harus lebih kuat aqidah, syariah, dan akhlak nya dari istrinya, dari murid-muridnya. Mampu memberikan nafkah kepada keluarganya. Alquran menggambarkan wanita yang taat dengan menggunakan diksi Qanitaat. Bukan Ta’at. Itu bukan sekadar taat. Qanitaat bermakna ketaatanya berasal dari hati paling dalam. Berasal dari kesadaran dirinya sebagai istri. Sehingga ketaatannya pada suami bukan karena keterpaksaan.

(2) Keluarga kita harus ideal tapi realistis (مِثَلِيَةٌ وَوَاقِعِيَةٌ). Lihat QS. Ahzab 28-30. Kita harus lebih berhati-hati terhadap kemungkinan timbulnya kemaksiatan internal, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Khianatnya anggota masyarakat apalagi pemimpin, itu lebih besar akubatnya ketimbang serangan dari luar. Kita butuh dunia, istri kita butuh dunia, tapi kita memilih akhirat.

Dalam kehidupan berorganisasi (فِى حَيَاةٍ جَمَعِيَّةٍ). Setelah keluarga, maka organisasi dan masyarakat kita agar terus terpelihara. Agar Alquran dapat menyinari masyarakat kita, maka kita harus mengingat beberapa hal, yaitu:

(1) Kita diikat dalam satu organisasi karena kita berada dalam ikatan iman yang sama, (رِبَاطُ الاءيمَانِ). Berorganisasi bukan karena diikat pertemanan saja, satu alumni saja, kesamaan gaya, selera, tapi karena iman. Sahabat Nabi berasal dari beragam, kasta, asal, bangsa, tapi disatukan dalam ribathul iman.

(2) Karena organisasi ini adalah organisasi pendidikan, maka pendidikan kita harus berlandaskan pada pendidikan quraniyah. Untuk menjadi pendidikan berbasis quraniyah, maka kita harus:

a. Jika kita berselisih, maka kembalikan kepada Allah dan Rasulnya.

b. Pendidikan harus selalu melakukan perbaikan internal (إ صلاَحُ الدَاخِلِى). Jangan sampai kita merasa telah mengenyam pendidikan lama, sehingga lupa mengevaluasi diri. Dalam Alquran, Rasul saja mendapat teguran apalagi kita umatnya.

c. Penyikapan (المَوقِفُ ). Dalam berorganisasi tentu harus ada penyikapan. Masalah tentu selalu ada dalam organisasi, tapi bagaimana penyikapan kita terhadap masalah tersebut. Rasulullah menyikapi tiga sahabat yang tidak ikut perang tabuk. Rasul tegas. Penyikapan yang benar mengikuti quran dan sunnah.

Imam Ahmad bin Hambal dipaksa penguasa mengatakan Alquran itu makhluk. Beliau bilang, "Jika alim tidak jelas sikapnya, maka kebenaran akan tertutupi" Imam Hambal diangkat derajatnya karena mauqif-nya terhadap fitnah khulqul quran di masanya. Lantas bagaimana sikap kita dalam membela islam, dalam membela masyarakat?

Keempat, dalam menyeru (فِى الدَّعوَةِ). Bagaimana interaksi kita dengan Alquran dalam mengajak orang lain. Alquran mukjizat terbesar. Musa mukjizatnya tongkat, tapi yg diserukan bukan tongkat. Isa mukziatnya menghidupkan orang mati, tapi bukan orang mati yang diserukan. Rasulullah mukziat terbesarnya Alquran, dan seruannya juga Alquran.

(1) Dalam menyeru yang pertama diperjelas adalah tujuan (وُضُوحُ الغَايَةِ). QS. Yusuf 108.

(2) keteladanan yang baik (الدَّعوَةُ هِيَ أُسوَةٌ حَسَنَةٌ). Tidak ada guru yang paling baik selain Nabi. Ada ungkapan “teladan sebelum menyeru” (الاءُسوَةُ قَبلَ الدَّعوَةِ). Muhammad sebelum diangkat menjadi nabi, sudah menjadi teladan. Gelar Al-Amin adalah pembuktian bhwa beliau menjadi teladan di masyarakat Arab.

(3) Dalam menyeru terdapat skala prioritas (الأولويات). Seruan ini tidak akan maju kecuali dipikul oleh orang yang hidupnya untuk dan bersama organisasi. Bukan yang hidupnya bersama kepentingan-kepentingan. Melihat skala prioritas dalam seruan bukan dari akal, tetapi berdasarkan nash. Ketika nash sudah jelas (صَرِيح) maka tidak ada ruang bagi ijtihad.

Contoh aulawiyaat dalam maddah organisasi: Alquran mendahulukan iman. Lihat Qs Annisa 136. Jadi jangan sampai ada kesan bahwa yg senior dalam organisasi itu tidak perlu diingatkan tentang iman. Maka, iman dalam organisasi harus menjadi skala prioritas.

(4) Dalam menyeru dibutuhkan nafas yang panjang (طُولُ النَّفسِ). Mengajak orang lain ukurannya sampai hari kiamat, bukan diukur dari usia pemimpin, periode pemerintahan, maupun bangsa.

(5) Dalam organisasi ada ujian (الابتلاءات). Bukan saja ujian kesempitan, tapi kemudahan yang kita raih juga merupakan ujian. Terpilih jadi caleg, menjadi pejabat, dll adalah juga merupakan ujian bagi organisasi. Kalah menang juga ujian. 

Kelima Dalam rangka menuju husnul khatimah. Bagaimana interaksi kita dengan Alquran agar kita husnul khatimah?

(1) Kita harus menghadirkan takwa sebenar2nya. Untuk husnul hatimah tidak cukup takwa, tapi takwa yang sebenarnya. Khalifah Umar bin Khattab ra pernah ditanya tentang taqwa, beliau menjawab, “Apakah engkau pernah melalui jalan yang banyak bertaburan duri?” “Ya pernah” jawab si penanya. “Maka apa yang kamu lakukan?,” tanya Umar kembali. Sang Penanya menjawab, “Saya akan berjalan dengan berhati-hati”. Lantas Umar berkata, “Seperti itulah taqwa”

(2) Menghadirkan kehidupan yang islami. Seluruh hidup kita harus islami. Saya perlu mengingatkan, banyaknya fitnah yang kita hadapi selama ini, itu karena kehidupan kita salah satunya belum benar-benar islami secara menyeluruh. Misalnya bisnis sebagian teman yang bermuatan ribawi.

(3) Memperbanyak mengingat mati. Agar kita tidak terbelenggu keinginan-keinginan dunia. Orang yang ingat mati dimuliakan Allah dalam tiga hal: bersemangat ibadah, bersegera bertaubat, dan menerima (qanaah) terhadap apapun kondisinya. 

Keenam. Waspada dari su’ul khatimah. Di antaranya mengonsumsi sesuatu yang tidak diridhai Allah.


Comments

Popular posts from this blog

Explanation of Hadith Sahih al-Bukhari Based on Fath al-Bari

  Explanation of Hadith Sahih al-Bukhari   Based on Fath al-Bari Ibn Hajar Biography of Imam al-Bukhari    Biography of Ibn Hajar Asqalaani   Explanation Based on Fath al-Bari Ibn Hajar:  1       2     3       4       5       6      7       8       9       10       11       12       13       14      15       16      17     19     20      21      22      23       24      25       26       27       28       29       30&31    

Darul Quran Mina (DQM)

Darul Qur'an Mina (DQM) Profil & Kegiatan Darul Qur'an Mina (DQM) Wakaf Bangunan DQM   Update Laporan Donasi Wakaf Bangunan DQM    Youtube DQM Channel (English)   Youtube Kajian Tafsir   Youtube Belajar Bahasa Arab   Murattal & Tadabbur al-Quran:  Murattal al-Qur'an Berbagai Qari Masyhur (MP4)   Murattal Al-Quran Qari Utama (MP4)   The Glorious Noble Qur'an -Syaikh Abu Bakr Ash-Shatery, Eng Trans (MP4)   Tadabbur/Tafsir al-Quran (MP3 &MP4)   Tafsir Al-Quran   Ilmu al-Quran (Ulumul Quran) -MP4 Tajwid/Ilmu Tajwid    Belajar Membaca & Tadabbur al-Qur'an (Html,MP3 dan MP4)   Kajian Hadist (Study of Hadith)    Murattal al-Quran Semua List Qari Masyhur (MP3)   Murattal Al-Quran Semua Qori (MP3)   Perpustakaan Audio Quran MP3 Semua Qari   Murattal Al-Quran 30 Juz (MP3 Audio)   List Murattal Al-Qur'an (MP3 Audio) & Tafsir   ...

Tafsir Ibnu Katsir Lengkap (PDF dan CHM)

Tafsir Ibnu Katsir Lengkap (PDF dan CHM) Untuk bisa memahami Qur’an dengan utuh, kita sangat memerlukan bantuan buku tafsir yang berisikan penjelasan dari para sahabat Nabi dan para ulama setelahnya tentang makna dan kandungan al-Qur’an. Mengapa? Sebab tidak bisa dan tidak boleh kita menafsirkan al-Qur’an sendiri tanpa bimbingan para ulama. Sebab tanpa bimbingan mereka kita bisa tersesat jauh dari jalan yang benar.  Untuk memahami al-Qur’an bisa saja kita mencoba untuk menerjemahkannya kata per kata sendiri, tanpa merujuk ulama atau buku tafsir yang mu’tabar (dikenal dan diakui validitasnya), akan tetapi bagaimana kalau ternyata yang kita pahami itu salah? Bagaimana kalau ternyata yang kita pahami bertentangan dengan apa yang dipahami oleh para sahabat Nabi dan para ulama? Nah karenanya, untuk memahami al-Qur’an gunakankan referensi yang bisa dipertanggungjawabkan. Salah satunya yang cukup terkenal adalah Tafsir Ibnu Katsir, yang merupakan salah satu kitab tafs...