Menghafal al-Qur'an
Para orang shalih pendahulu kita, salah satu tujuan utama mereka menghafal al-Quran adalah agar bisa mendawamkan tilawah, kenapa? Karena pada zaman mereka dulu menghafal lebih mudah daripada mendapati mushaf al-Quran (karena sarana tulis menulis sangat minim sekali kala itu), sekalipun mendapati mushaf, belum tentu mereka bisa membaca, maka dari itu jika ingin selalu tilawah mereka mulai menghafal surat-surat di dalam al-Quran melalui lisan para Qurra ketika itu, yang perlu di-garisbawahi adalah : tujuan menghafal al-Quran agar bisa konsisten selalu tilawah.
Karena tujuan utama mereka adalah tilawah, tentu saja hafalan mereka harus lancar/mutqin, alasannya gampang saja : jika tidak mutqin, bagaimana mereka akan tilawah?!, maka mereka tidak akan berpindah satu surat ke surat yang lain sampai surat tersebut benar-benar menempel dan tidak akan hilang, mereka tidak akan berpindah satu juz ke juz yang lain sampai juz tersebut benar-benar menempel dan tidak akan hilang.
Celakanya, hari ini kita menghafal bukan untuk mendawamkan tilawah, tapi untuk :
- Agar disebut telah menyelesaikan hafalan
- Agar mendapatkan rekomendasi kuliah gratis di univ tertentu
- Brand intitusi pendidikan tertentu
Dll alasan yang jauh dari khittah awalnya,
Jadi jangan heran, jika lembaga tahfidz hari ini lebih mengedepankan berapa juz angka yang tertera didalam syahadah daripada ke-mutqin-an hafalan itu sendiri, jangan heran jika hari ini banyak bermunculan dauroh mengejar target setoran ziyadah tanpa ada follow up program murojaahnya, jangan heran jika hari ini banyak sekolah 'memeras' anak didiknya demi memenuhi target hafalan padahal tilawahpun belum lancar, dan jangan heran jika lembaga hari ini banyak yang menyuruh anak didiknya segera pindah juz padahal juz yang sebelumnya pun belum mutqin, bahkan masih banyak kesalahan Jaliy!
Tulisan ini sebagai bahan muhasabah diri saya dan kita semuanya, mari kembali kepada khittah awal untuk apa kita menghafal al-Quran, karena al-Quran adalah hujjah yang membela kita, atau hujjah yang menuntut kita!
Garut pernah memiliki ahli qiraat tingkat dunia. Beliau adalah Syaikh Siraj bin Muhammad bin Hasan Garut, orang Indonesia menyebut beliau Ajengan Siroj Garut. Nama beliau suka disebut-sebut dalam sanad qiraat dari orang2 yg pernah belajar di Makkah, terutama para pelajar dr malaysia dan indonesia.
Syaikh Siroj Garut dilahirkan di Makkah pada tahun 1895 M dari keluarga Sunda asal Garut yang bermukim di Makkah.
Ketika berusia 13 tahun, Siroj pergi ke kampung leluhurnya di Garut sekaligus belajar di beberapa pesantren di Jawa selama beberapa tahun. Setelah beberapa tahun berada di Nusantara, Siroj kemudian kembali ke Mekkah dan menekuni Qira’ah al-Qur’an. Di Makkah ia pun belajar pada Masyayikh ahli qiraat seperti Syaikh al-Ghamrawi, Syaikh Ma’mun al-Bantani al-Jawi, dan Syaikh Ahmad al-Tiji. Gurunya yg terakhir ini berserikat dengan Syaikh Abdudz Dzahir Abu Samah dalam pentashihan al Quran di Mekkah.
Syaikh Siroj kemudian didaulat mengajar Ilmu Qira’ah di Masjid al-Haram dan di kediamannya di al-Qasyasyiyyah yg banyak diikuti para pelajar Nusantara. Beliau juga menjadi muqri resmi yg diangkat oleh Kerajaan Saudi Arabia untuk rutin melantunkan al-Qur’an di Masjid al-Haram dan di radio saudi setiap harinya. Beliau satu angkatan dengan Syaikh ‘Umar Arba’in, Syaikh Muhammad Nur Abu al-Khair, Syaikh Zaki al-Daghastani, dan lain-lain.
Beliau wafat tahun 1970, di Makkah.
Konon dari catatan yg sampai kepada saya, pendiri Islam Jamaah mengambil sanad qiraat hafsh dari ulama Mekkah yg bernama Syaikh Muhammad Siroj yg mengambilnya dari Syaikh Ahmad at-Tiji. Mungkin Syaikh asal garut ini yg dimaksud, wallahu'alam.
******************************
Kontributor: Istihsan Al Fudhoily.
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF
Email: ustazsofyan@gmail.com
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF
Email: ustazsofyan@gmail.com
Comments
Post a Comment