Sikap Majelis Mujahidin Terhadap Kejahatan Kemanusiaan dan Kecurangan Pemilu 2019
Menimbang:
1. Umat Islam dan Ulama sebagai tulang
punggung kemerdekaan Indonesia dan NKRI memiliki tanggung jawab penuh mengawal
NKRI dari penyimpangan konstitusi.
2. Pemilihan Umum 2019 sebagai
mekanisme konstitusional merupakan momentum penting untuk memilih Pemimpin
negara (Presiden), wakil Presiden dan anggota legislatif periode 2019 – 2024
secara jujur dan adil. Namun terindikasi kuat terjadinya kecurangan secara
terstruktur, sistimatis dan masif; yang merugikan lawan politik dan
mengkhianati amanah rakyat..
3. Tragedi kematian petugas KPPS,
hingga lebih dari 500 orang, dan ribuan orang yang mengalami sakit, sesuatu
yang tidak lazim dalam pesta Demokrasi. Ini merupakan kejahatan kemanusiaan
yang mengundang duka nasional bagi bangsa Indonesia, namun dianggap hal biasa
saja oleh rezim dan penyelenggara pemilu..
4. Negara Indonesia berdasar Ketuhanan
Yang Maha Esa, bukan berideologi sosialis, nasakom maupun komunis. Sehingga
pemerintah tidak dibenarkan membuat peraturan, hukum dan undang-undang yang
bertentangan dengan aturan Tuhan (Agama), tidak diperkenankan melakukan
penodaan terhadap agama, atau mengintimidasi umat dan tokoh agama.
Mengingat:
1. Perintah Allah Swt di dalam Qs. Ali
‘Imran ayat 159 dan Qs. Asy-Syura ayat 38, tentang kewajiban kaum muslimin
untuk bermusyawarah di dalam menjalankan urusan kemasyararakatan, pemerintahan
dan kenegaraan.
2. Kewajiban menolong pihak yang
dizalimi dan mencegah pihak yang berbuat zalim. (Hadits riwayat Imam Bukhari)
3. Optimalisasi kekuatan dan amanah
rakyat untuk melawan kecurangan dan kejahatan adalah sesuai dengan UUD NRI
tahun 1945 Bab XA tentang HAK ASASI MANUSIA, pasal 28I dan 28J.
Memperhatikan:
1. Visi Joko Widodo dan Ma’ruf Amin
sebagai capres cawapres 2019 – 2024 “Mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat,
mandiri dan berkepribadian, berlandaskan gotong royong”, menunjukkan visi yang
berbau Nasakom. Sebagaimana disampaikan D.N. Aidit dihadapan mahasiswa Sekolah
Staf Komando Angkatan Udara (SESKOAU) di Jakarta pada 17 Maret 1964, dalam
orasi yang berjudul “Pembangunan PKI dan Revolusi Indonesia”, bahwa;
“Gotongrojong jang mendjadi perasan Pantja Sila adalah terang Gotongrojong
berporoskan Nasakom,….” (buku “Revolusi, Angkatan Bersendjata & Partai
Komunis (PKI dan AURI) II”, D.N. Aidit, Menko/Wakil Ketua MPRS/Ketua CC. PKI,
Jajasan “Pembaruan” Djakarta 1964)
2. Presiden Jokowi mengkhianati rumusan
resmi Pancasila 18 Agustus 1945, dan bersikeras menggunakan Pancasila 1 Juni
1945 sebagai gantinya, berarti direks dan indireks telah melakukan upaya kudeta
ideologis. Hal ini merupakan penyimpangan ideologi sekaligus ketidaktaatan
terhadap kewajiban memegang teguh UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945,
sebagaimana sumpahnya saat dilantik sebagai Presiden RI pada 20 Oktober 2014 di
gedung DPR/MPR RI Jakarta..
3. Presiden Jokowi telah membuka kran
kolonialisme ekonomi dan ideologi negara komunis Cina di Indonesia melalui
infiltrasi, perdagangan, hutang, investasi dan membanjirnya tenaga kerja dari
Cina.
4. Telah terjadi kecurangan bahkan
kejahatan di dalam Pilpres 2019 secara terstruktur, sistimatis dan masif
sebagaimana ditemukan dan dilaporkan oleh BPN (Badan Pemenangan Nasional)
pasangan capres/cawapres Prabowo Sandi kepada Bawaslu dan KPU.
M E M U T U S K A N:
1. Presiden Joko Widodo tidak berhak
sebagai presiden RI karena secara konstitusional tidak bertanggungjawab
menjadikan Pancasila 1 Juni 1945 sebagai ideologi penuntun, penggerak,
pemersatu perjuangan dan sebagai bintang pengarah bangsa dan negara Indonesia.
Ini merupakan pengkhianatan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
yang sudah disepakati oleh para founding fathers dan bangsa Indonesia tercantum
di dalam pembukaan UUD 1945.
2. Majelis Mujahidin mendukung rekomendasi
Ijtima’ Ulama III, agar KPU mendiskualifikasi pasangan capres/cawapres 01. Dan
menginstruksikan Panglima Laskar Mujahidin bersama seluruh kekuatan rakyat
untuk menggelorakan semangat pernuangan melawan kecurangan dan menegakkan
keadilan. Untuk itu rakyat hendaknya berkoordinasi dengan aparat keamanan
TNI/Polri mengawal amanah rakyat dan negara dari anasir anti NKRI, Bhineka
Tunggal Ika, Pancasila dan UUD 1945 yang berkedok konstitusi negara.
3. Mengajak TNI/Polri dan seluruh
elemen bangsa Indonesia menjaga kedaulatan, keutuhan dan kemandirian NKRI
berbasis konstitusi negara Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Menghentikan kebijakan pemerintah yang anti agama dalam pengelolaan negara
serta kolonialisme ekonomi Cina dan ideologi sosialisme komunis di Indonesia.
Sebelum terjadi bencana besar bagi bangsa Indonesia, sebagaimana pernah terjadi
pada 30 September 1965 yang terkenal dengan peristiwa G 30 S/ PKI. Yogyakarta,
10 Ramadlan 1440/17 Mei 2019 Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin
Comments
Post a Comment