Rakus Harta
Jika
engkau memiliki keluarga yang menyayangimu, punya teman dan tetangga yang baik,
punya makanan untuk dimakan, punya atap untuk tinggal, punya kendaraan yang
memadai, mampu ibadah sesukamu, badan dan fisik sehat, sesungguhnya kamu adalah
orang yang kaya, namun tak sadar. Maka sedikit sekali orang yang bersyukur atas
itu, sehingga sifat tamak dan rakus menutupi karunia yang Allah Ta’ala berikan.
Berbagai bentuk
kekayaan yang Allah Ta’ala berikan justru dipakai dan dimanfaatkan untuk
mencari yang lebih, dan terus berlomba memuaskan hawa nafsunya, tidak kenyang
dengan hanya memiliki satu gunung emas, terus sifat tamak dan rakusnya mengejar
gunung emas yang lainnya kalau perlu seluruh isi dunia dia dapatkan. Manusia
tidak akan pernah puas terhadap apa yang sudah diperolehnya. Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ أَنَّ لِابْنِ
آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ، وَلَنْ
يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ
Sungguh, seandainya anak Adam memiliki satu lembah dari emas,
niscaya ia sangat ingin mempunyai dua lembah (emas). Dan tidak akan ada yang
memenuhi mulutnya kecuali tanah.’ Kemudian Allâh mengampuni orang yang
bertaubat. (HR. Al-Bukhari, no. 6439 dan Muslim, no. 1048)
Dari ‘Abbas bin Sahl bin Sa’ad, ia berkata,
“Saya pernah mendengar
Ibnu Zubair dalam khutbahnya di atas mimbar di Mekah berkata: يَا أَيُّهَا
النَّاسُ، إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمََ كَانَ يَقُوْلُ: لَوْ
أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِيَ وَادِيًا مَلْأً مِنْ ذَهَبٍ، أَحَبَّ إِلَيْهِ
ثَانِيًا، وَلَوْ أُعْطِيَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا، وَلَا يَسُدُّ
جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ، وَيَتُوْبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ.
Wahai manusia! Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Sungguh, seandainya anak Adam diberikan satu lembah yang penuh
dengan emas, pasti dia akan ingin memiliki lembah yang kedua, dan jika
seandainya dia sudah diberikan yang kedua, pasti dia ingin mempunyai yang
ketiga. Tidak ada yang dapat menutup perut anak Adam kecuali tanah, dan Allâh
Subhanahu wa Ta’ala menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat. (HR. Al-Bukhari, no. 6438)
Di hadits yang lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
memperingatkan dalam sabdanya,
اِقْتَرَبَتِ
السَّاعَةُ وَلَا يَزْدَادُ النَّاسُ عَلَى الدُّنْيَا إِلَّا حِرْصًا، وَلَا
يَزْدَادُوْنَ مِنَ اللهِ إِلَّا بُعْدًا Hari Kiamat semakin dekat, dan
tidak bertambah (kemauan) manusia kepada dunia melainkan semakin rakus, dan
tidak bertambah (kedekatan) mereka kepada Allah melainkan semakin jauh. (HR.
Al-Hakim, IV/324)
Pada akhir zaman, orang-orang menjalankan ibadah sholat
sekedar upacara keagamaan (ritual) atau gerakan-gerakan yang bersifat mekanis
(amal) yang sesuai syarat dan rukun-rukunnya (ilmu), sebagaimana robot sesuai
programnya. Mereka menjalankan sholat namun tetap melakukan maksiat, tetap
melakukan perbuatan keji dan mungkar seperti mereka menjalankan sholat namun
melakukan korupsi, memimpin tidak amanah atau memimpin tidak adil dan
lain-lain.
Dari waktu ke waktu mereka semakin jauh dari Allah Ta’ala,
semakin jauhnya manusia dari agama maka dunialah menjadi tempat tujuan, maka
tidak heran semua bentuk kezaliman berujung pada saling berebutnya mereka
dengan harta dunia, mereka berasumsi bahwa dengan harta semua bentuk urusan
dunia mampu mereka selesaikan dan kuasai. Daripada Abu Hurairah r.a. Beliau
berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda “Akan keluar pada akhir zaman orang-orang yang mencari keuntungan dunia
dengan menjual agama. Mereka berpakaian di hadapan orang lain dengan pakaian
yang dibuat daripada kulit kambing (berpura-pura zuhud dari dunia) untuk
mendapat simpati orang ramai, dan perkataan mereka lebih manis daripada gula.
Padahal hati mereka adalah hati serigala. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman
kepada mereka “Apakah kamu tertipu dengan kelembutanKu? Ataukah kamu terlalu
berani berbohong kepadaKu? Demi kebesaranKu, Aku bersumpah akan menurunkan
suatu fitnah yang akan terjadi di kalangan mereka sendiri, sehingga orang yang
alim (cendekiawan) pun akan menjadi bingung” (HR Tirmizi)
Sungguh, seandainya anak Adam memiliki satu lembah dari emas,
niscaya ia sangat ingin mempunyai dua lembah (emas). Dan tidak akan ada yang
memenuhi mulutnya kecuali tanah.’ Kemudian Allâh mengampuni orang yang
bertaubat. (HR. Al-Bukhari, no. 6439 dan Muslim, no. 1048) Dari ‘Abbas bin Sahl
bin Sa’ad, ia berkata, “Saya pernah mendengar Ibnu Zubair dalam khutbahnya di
atas mimbar di Mekah berkata:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
الله عَلَيهِ وَسَلَّمََ كَانَ يَقُوْلُ: لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِيَ
وَادِيًا مَلْأً مِنْ ذَهَبٍ، أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا، وَلَوْ أُعْطِيَ
ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا، وَلَا يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا
التُّرَابُ، وَيَتُوْبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ.
Wahai manusia! Sesungguhnya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sungguh, seandainya anak Adam
diberikan satu lembah yang penuh dengan emas, pasti dia akan ingin memiliki
lembah yang kedua, dan jika seandainya dia sudah diberikan yang kedua, pasti
dia ingin mempunyai yang ketiga. Tidak ada yang dapat menutup perut anak Adam
kecuali tanah, dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala menerima taubat bagi siapa saja
yang bertaubat. (HR. Al-Bukhari, no. 6438)
Di hadits yang lain Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memperingatkan dalam sabdanya,
اِقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَلَا
يَزْدَادُ النَّاسُ عَلَى الدُّنْيَا إِلَّا حِرْصًا، وَلَا يَزْدَادُوْنَ مِنَ
اللهِ إِلَّا بُعْدًا
Hari Kiamat semakin dekat, dan tidak
bertambah (kemauan) manusia kepada dunia melainkan semakin rakus, dan tidak
bertambah (kedekatan) mereka kepada Allah melainkan semakin jauh. (HR.
Al-Hakim, IV/324) Pada akhir zaman, orang-orang menjalankan ibadah sholat
sekedar upacara keagamaan (ritual) atau gerakan-gerakan yang bersifat mekanis
(amal) yang sesuai syarat dan rukun-rukunnya (ilmu), sebagaimana robot sesuai
programnya. Mereka menjalankan sholat namun tetap melakukan maksiat, tetap
melakukan perbuatan keji dan mungkar seperti mereka menjalankan sholat namun
melakukan korupsi, memimpin tidak amanah atau memimpin tidak adil dan
lain-lain.
Dari waktu ke waktu mereka semakin jauh dari Allah Ta’ala, semakin
jauhnya manusia dari agama maka dunialah menjadi tempat tujuan, maka tidak
heran semua bentuk kezaliman berujung pada saling berebutnya mereka dengan
harta dunia, mereka berasumsi bahwa dengan harta semua bentuk urusan dunia
mampu mereka selesaikan dan kuasai. Daripada Abu Hurairah r.a. Beliau berkata,
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda “Akan keluar pada akhir zaman orang-orang
yang mencari keuntungan dunia dengan menjual agama. Mereka berpakaian di
hadapan orang lain dengan pakaian yang dibuat daripada kulit kambing
(berpura-pura zuhud dari dunia) untuk mendapat simpati orang ramai, dan
perkataan mereka lebih manis daripada gula. Padahal hati mereka adalah hati
serigala.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman kepada mereka “Apakah kamu tertipu
dengan kelembutanKu? Ataukah kamu terlalu berani berbohong kepadaKu? Demi
kebesaranKu, Aku bersumpah akan menurunkan suatu fitnah yang akan terjadi di
kalangan mereka sendiri, sehingga orang yang alim (cendekiawan) pun akan
menjadi bingung” (HR Tirmizi)
Manusia
biasanya senang sekali dengan harta dunia. Karena terlalu senangnya, kadang
sampai berlebihlebihan atau rakus dalam mendapatkannya. Nabi pernah berpesan
kepada Hakim bin Hizam, Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu indah menggoda.
Barang siapa yang tidak mengambilnya dengan rakus maka ia akan mendapati
berkah. Barang siapa yang mengambilnya dengan rakus, maka ia tidak akan
mendapati berkah; ia seperti orang makan yang tidak merasa kenyang (HR
al-Bukhari).
Dalam
kitab al-'Ilaj al-Qur'ani karya Muslih Muhammad dikisahkan, seorang laki-laki
menemani Nabi Isa pergi ke suatu tempat. Di sebuah tepi sungai, mereka berhenti
untuk beristirahat. Beliau lalu mengeluarkan tiga buah roti dan masing-masing
makan satu. Setelah itu, beliau pergi ke sungai untuk minum. Saat kembali, ia
tak melihat roti satunya lagi. Beliau bertanya, Siapa yang mengambil roti?
Laki-laki itu menjawab, Tidak tahu. Mereka pun kembali meneruskan perjalanan.
Saat
melihat seekor rusa dengan dua anaknya, beliau memanggil salah satunya lalu
menyembelih dan memanggangnya, lalu memakannya. Selanjutnya, beliau berkata
kepada rusa yang dipanggang, Bangkitlah (hiduplah) dengan izin Allah. Rusa itu
pun bangkit, lalu beliau bertanya lagi, Demi Allah yang memperlihatkan ayat
(mukjizat) ini kepadamu, siapa yang mengambil roti tadi? Laki-laki itu tetap
menjawab, Tidak tahu.
Mereka
pun meneruskan perjalanan hingga tiba di sebuah danau. Beliau lantas
menggandeng tangan laki-laki itu dan mereka berjalan di atas air danau sampai
di seberang. Kembali beliau bertanya, Demi Allah yang memperlihatkan ayat ini
kepadamu, siapa yang mengambil roti itu? Ia tetap menjawab, Tidak tahu. Mereka
pun meneruskan perjalanan hingga tiba di sebuah dataran rendah.
Beliau
lalu mengumpulkan tanah, kemudian berkata, Jadilah emas, dengan izin Allah.
Maka tanah itu pun berubah menjadi emas. Beliau lalu membaginya menjadi tiga
bagian. Beliau berkata, Sepertiga untukku, sepertiga untukmu, dan sepertiga
lagi untuk orang yang mengambil roti. Laki-laki itu sontak berkata, Akulah
orang yang mengambil roti itu. Mengetahui itu, beliau pun berkata, Kalau
begitu, semua emas ini untukmu. Mereka
pun berpisah. Laki-laki itu pergi sendirian dan bertemu dua orang di sebuah
daerah. Melihat emas yang cukup banyak, dua laki-laki asing itu bermaksud
merampoknya. Namun, laki-laki yang membawa emas berkata, Kita bagi tiga saja. Sekarang,
satu orang ke pasar untuk membeli makanan. Satu orang dari mereka pun bergegas
ke pasar. Lalu, laki-laki yang membawa emas itu berkata, Untuk apa membagi
emasnya dengannya, lebih baik untuk kita berdua saja. Jika dia datang, kita
bunuh dia. Laki-laki
yang ke pasar ternyata juga berpikir, Buat apa dibagi, lebih baik aku racuni
saja makanan ini sehingga mereka mati. Setelah kembali, kedua laki-laki itu
langsung membunuh laki-laki yang dari pasar. Kemudian, memakan makanan yang
telah diracun sehingga mereka mati.
Tinggallah
emas itu tergeletak di tanah. Nabi Isa yang melintas di tempat itu melihat
mereka yang telah mati, lalu berkata, Inilah akibatnya terlalu rakus dengan
dunia, waspadalah. Demikianlah bahaya dan akibat buruk dari rakus harta dunia.
Nabi pun mewanti-wanti, Sesungguhnya dinar dan dirham telah membinasakan
orang-orang sebelum kalian dan keduanya juga membinasakan kalian. (HR
al-Bazzar).
Kita
tak dilarang menyenangi harta karena itu adalah sarana untuk beribadah dan
beramal saleh. Namun, kita dilarang rakus harta dan menghalalkan segala cara
untuk mendapatkannya, misalnya, dengan korupsi, mencuri, merampok, dan
sejenisnya karena berbahaya dan buruk akibatnya. Wallahu a'lam.
Manusia
biasanya senang sekali dengan harta dunia. Karena terlalu senangnya, kadang
sampai berlebihlebihan atau rakus dalam mendapatkannya. Nabi pernah berpesan
kepada Hakim bin Hizam, Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu indah menggoda.
Barang siapa yang tidak mengambilnya dengan rakus maka ia akan mendapati
berkah. Barang siapa yang mengambilnya dengan rakus, maka ia tidak akan
mendapati berkah; ia seperti orang makan yang tidak merasa kenyang (HR
al-Bukhari).
Dalam
kitab al-'Ilaj al-Qur'ani karya Muslih Muhammad dikisahkan, seorang laki-laki
menemani Nabi Isa pergi ke suatu tempat. Di sebuah tepi sungai, mereka berhenti
untuk beristirahat. Beliau lalu mengeluarkan tiga buah roti dan masing-masing
makan satu. Setelah itu, beliau pergi ke sungai untuk minum. Saat kembali, ia
tak melihat roti satunya lagi. Beliau bertanya, Siapa yang mengambil roti?
Laki-laki itu menjawab, Tidak tahu. Mereka pun kembali meneruskan perjalanan.
Saat
melihat seekor rusa dengan dua anaknya, beliau memanggil salah satunya lalu
menyembelih dan memanggangnya, lalu memakannya. Selanjutnya, beliau berkata
kepada rusa yang dipanggang, Bangkitlah (hiduplah) dengan izin Allah. Rusa itu
pun bangkit, lalu beliau bertanya lagi, Demi Allah yang memperlihatkan ayat
(mukjizat) ini kepadamu, siapa yang mengambil roti tadi? Laki-laki itu tetap
menjawab, Tidak tahu.
Mereka
pun meneruskan perjalanan hingga tiba di sebuah danau. Beliau lantas
menggandeng tangan laki-laki itu dan mereka berjalan di atas air danau sampai
di seberang. Kembali beliau bertanya, Demi Allah yang memperlihatkan ayat ini
kepadamu, siapa yang mengambil roti itu? Ia tetap menjawab, Tidak tahu. Mereka
pun meneruskan perjalanan hingga tiba di sebuah dataran rendah.
Beliau
lalu mengumpulkan tanah, kemudian berkata, Jadilah emas, dengan izin Allah.
Maka tanah itu pun berubah menjadi emas. Beliau lalu membaginya menjadi tiga
bagian. Beliau berkata, Sepertiga untukku, sepertiga untukmu, dan sepertiga
lagi untuk orang yang mengambil roti. Laki-laki itu sontak berkata, Akulah
orang yang mengambil roti itu. Mengetahui itu, beliau pun berkata, Kalau begitu,
semua emas ini untukmu.
Mereka
pun berpisah. Laki-laki itu pergi sendirian dan bertemu dua orang di sebuah
daerah. Melihat emas yang cukup banyak, dua laki-laki asing itu bermaksud
merampoknya. Namun, laki-laki yang membawa emas berkata, Kita bagi tiga saja. Sekarang,
satu orang ke pasar untuk membeli makanan. Satu orang dari mereka pun bergegas
ke pasar. Lalu, laki-laki yang membawa emas itu berkata, Untuk apa membagi
emasnya dengannya, lebih baik untuk kita berdua saja. Jika dia datang, kita
bunuh dia.
Laki-laki
yang ke pasar ternyata juga berpikir, Buat apa dibagi, lebih baik aku racuni
saja makanan ini sehingga mereka mati. Setelah kembali, kedua laki-laki itu
langsung membunuh laki-laki yang dari pasar. Kemudian, memakan makanan yang
telah diracun sehingga mereka mati.
Tinggallah
emas itu tergeletak di tanah. Nabi Isa yang melintas di tempat itu melihat
mereka yang telah mati, lalu berkata, Inilah akibatnya terlalu rakus dengan
dunia, waspadalah. Demikianlah bahaya dan akibat buruk dari rakus harta dunia.
Nabi pun mewanti-wanti, Sesungguhnya dinar dan dirham telah membinasakan
orang-orang sebelum kalian dan keduanya juga membinasakan kalian. (HR
al-Bazzar).
Kita
tak dilarang menyenangi harta karena itu adalah sarana untuk beribadah dan
beramal saleh. Namun, kita dilarang rakus harta dan menghalalkan segala cara
untuk mendapatkannya, misalnya, dengan korupsi, mencuri, merampok, dan
sejenisnya karena berbahaya dan buruk akibatnya.
Pada asalnya, harta tidaklah tercela. Allah bahkan
menyebut harta sebagai “khair” (kebaikan)
dalam Al-Quran.
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ
تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ
حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
“Diwajibkan atas
kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak (khair), berwasiat untuk ibu-bapak dan
karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 180)
Allah juga menyebutkan bahwa harta Allah
jadikan sebagai “qiyâm”; atau sesuatu yang menopang
kehidupan manusia. Allah berfirman,
وَلَا
تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا
“Dan janganlah
kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya (anak yatim yang
belum baligh), harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah
sebagai pokok kehidupan (qiyâman). (QS. An-Nisa [4]: 5)
As-Syaikh Sa’di –rahimahullah- berkata,
“Allah melarang para wali untuk menyerahkan uang kepada mereka yang belum
sempurna akalnya, khawatir mereka akan merusak dan menghancurkannya. Karena
Allah menjadikan harta sebagai pokok kehidupan bagi hamba-hambanya baik dalam
kemaslahatan agama atau dunianya.” (Tasîr al Karîm 1/164)
Kemaslahatan harta dalam urusan dunia sangat jelas.
Adapun kemaslahatannya dalam urusan agama, maka ia juga sangat banyak. Banyak
jenis ibadah yang tidak bisa dilakukan kecuali dengan harta. Keterbatasan dalam
harta bisa menjadi keterbatasan dalam beribadah. Dalam kendali dan pengaturan
orang sholeh, harta adalah karunia terbaik yang mampu melesatkannya menjadi
manusia mulia dan terhormat, baik dalam pandangan Allah, ataupun dalam
pandangan manusia. Hubungan dengan Allah akan semakin kuat,
karena dengan hartanya seseorang akan lebih leluasa dalam mencari ilmu dan
lebih tenang saat beribadah. Begitupun hubungannya dengan sesama, ia akan
dengan mudah mempererat hubungan persaudaraan dan pergaulan dengan hartanya
seperti dengan banyak memberi hadiah, makanan dan lain sebagainya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
نِعْمَ
الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ
“Sebaik-baik harta
adalah harta yang dimiliki oleh orang shaleh.” (HR Bukhari dalam al
Adab al Mufrad: 299, dishahihkan al Albani)
Dari sisi yang lain, Allah sering
mengingatkan, bahwa harta adalah fitnah. Sebagaimana dengan sebab harta manusia
bisa beribadah, dengan sebab harta pula manusia bisa dengan mudah berbuat
kemungkaran. Inilah diantara hikmah mengapa Allah membatasi rizki-Nya kepada
sebagian manusia. Agar manusia tidak melakukan perbuatan melampaui batas. Allah
berfirman,
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي
الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ
بَصِيرٌ
“Dan jikalau Allah
melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas
di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran.
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS Asy-Syura [42]: 27)
Dengan harta biasanya manusia menjadi orang
yang suka bermewah-mewahan. Dan, Allah mengabarkan kepada kita bahwa
orang-orang yang hidup mewahlah yang selalu menjadi penentang para utusan
Allah.
وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ
مُتْرَفُوهَا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ
“Dan Kami
tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan
orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami
mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” (QS Saba’ [34]: 34)
Disebabkan harta, perhelatan manusia di dunia
dalam mengumpulkan pundi-pundi kehidupan menjadi begitu ketat. Manusia saling
berlomba, saling mengejar, dan tidak jarang saling menjatuhkan demi
memperebutkan “nasib” dunianya. Hidup menjadi ajang persaingan yang pemenangnya
ditentukan oleh banyaknya harta dan kekayaan. Nasib baik dan keuntungan
didasarkan pada perolehan materi semata.Kecenderungan inilah yang membuat manusia
kerap lupa bahwa ada hak Allah yang harus ditunaikan dalam sikapnya terhadap
harta. Padahal manusia tidak dibenarkan bersikap rakus, sombong dan
berlebih-lebihan dengan harta. Harta merupakan karunia Allah yang seharusnya
disyukuri dengan cara mengusahakan harta itu dari jalan yang halal dan membelanjakannya
pada jalan yang juga diridhoi Allah.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
«مَا ذئبان جَائِعَانِ أُرسِلاَ في غَنَمٍ بأفسَدَ لها مِنْ حِرصِ
المرء على المال والشَّرَف لدينهِ »
“Tidaklah dua
serigala lapar yang menghampiri seekor kambing lebih berbahaya baginya dari
ambisi seseorang kepada harta dan kedudukan bagi agamanya” (HR
Tirmidzi no. 2376, ia berkata: hasan shahih, Ahmad: 3/656)
Sebuah ilustrasi yang sangat mengena dari
Rasulullah untuk menggambarkan rusaknya agama seorang manusia disebabkan karena
ambisi terhadap harta benda dan kedudukan di dunia. Kerusakan agama yang
ditimbulkannya tidak lebih besar dari bahaya yang mengancam seekor kambing yang
didatangi dua serigala lapar dan siap menerkamnya.
Ibnu Rajab menjelaskan, orang yang berambisi
terhadap harta ada dua jenis:
Pertama, orang yang sangat mencintai harta, semangat dalam
mencarinya dengan cara yang mubah, namun ia berlebihan dalam mendapatkan dan
mengusahakannya. Orang ini tercela dari sisi bahwa semua usahanya itu bisa jadi
sebuah bentuk mensia-siakan hidup, padahal ia seharusnya bersungguh-sungguh itu
dalam mendapatkan kenikmatan akhirat yang abadi. Orang yang berambisi ini malah
mensia-siakannya untuk mencari rizki yang sesungguhnya terjamin dan sesuatu
yang Allah bagi-bagikan, yang tidak datang kecuali seukuran dengan takdir
Allah, harta yang kelak tidak akan mendatangkan manfaat baginya, ia akan
tinggalkan semua itu, dengan tetap hisabnya akan berlaku atasnya.
Dikatakan kepada seorang ahli Hikmah, “Si
fulan telah mengumpulkan harta.” lalu ia berkata, “Apakah ia juga mengumpulkan
hari demi hari yang ia berinfak padanya?” dijawab, “tidak”
Seseorang berkata, “jika engkau di dunia
lemah dalam berbuat kebaikan, maka apa yang kelak akan engkau perbuat di hari
kiamat?”
Ibnu Mas’ud berkata, “Keyakinan itu adalah
engkau tidak meridhai manusia dengan kemurkaan Allah, tidak memuji seseorang
karena rizki Allah, tidak mencela seseorang atas sesuatu yang Allah tidak
berikan kepadamu. Sesungguhnya rizki Allah tidak diraih dengan ambisi orang
yang berambisi dan tidak akan tertolak karena bencinya orang yang benci. Allah
dengan sifat adil dan ilmu-Nya menjadikan ruh (kehidupan yang hakiki) dan
kebahagiaan terdapat pada sifat yakin dan ridha, menjadikan kesedihan dan
gundah gulana pada sifar ragu dan kemurkaan.”
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepada sahabatnya Hakim bin Hizam,
« يَا حَكِيمُ ، إِنَّ هَذَا
الْمَالَ خَضِرٌ حُلْوٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ
، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ ، وَكَانَ
كَالَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ ، وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ
السُّفْلَى »
“Wahai Hakim,
sesungguhnya harta ini indah dan manis. Barangsiapa mengambilnya dengan
keluasan jiwanya, ia akan diberkahi pada hartanya. Dan barangsiapa yang
mengambilnya dengan tanpa berlebihan, maka perumpamaannya adalah seperti orang
yang makan dan tidak pernah kenyang.” (HR Bukhari no: 1472, 2750,
3143, Muslim no: 1035)
Kedua, orang yang kondisinya lebih buruk dari jenis
pertama. Ia adalah orang yang berambisi terhadap harta, hingga mengusahakannya
dengan cara-cara yang diharamkan Allah dan menghalanginya untuk menunaikan
kewajiban hartanya. Perutnya penuh dengan harta haram. Merasa harta yang dimilikinya
adalah hasil dari seluruh usahanya, ia menjadi manusia yang sangat takut
kehilangan hartanya. Ia jadi sangat kikir, malas bersedekah dan individualis.
Ia terjerumus pada sikap kikir yang tercela. Padahal Allah berfirman,
وَمَنْ يُوقَ
شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan siapa yang
dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.” (QS Al-Hasyr [59]: 9)
Dari Jabir bin Abdillah, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَاتَّقُوا
الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ
سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ
“Peliharalah dirimu
dari sifat kikir, karena sifat kikir telah membinasakan orang-orang sebelum
kamu. Sifat itu telah menyuruh mereka memutuskan persaudaraan, maka mereka pun
memutuskan persaudaraan. Sifat itu telah menyebabkan mereka saling membunuh dan
menghalalkan perkara-perkara yang diharamkan (HR Muslim no:
6741) (Lihat Majmû Rasâ`il Ibnu
Rajab, Syarh Hadîts Mâ
Dzi`bâni Jâ`I’âni, Hal. 65 – 69)
Mudah-mudah Allah senantiasa menjaga kita
semua dari fitnah harta yang merugikan. Amin.***Wallâhu a’lam
bish-shawâb
**************************
Kontributor: Abu Miqdam, Fajar Kurnianto, Ust Raehanul Bahraen.Ustadz Abu Khalid
Resa Gunarsa, Lc. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com
Comments
Post a Comment