Keutamaan Bulan Dzulqa'dah
Dalam Al-Qur’an al-Karim, Allah ﷻ berfirman:
( إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ
اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ْ {٣ )
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah
ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit
dan bumi, di antaranya (terdapat) empat bulan haram.” ( QS. At-Taubah: 36)
Keempat bulan haram tersebut dijelaskan dalam
hadits Nabi ﷺ:
<< السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا
أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ
وَرَجَبُ >>
"Setahun terdiri dari dua belas bulan,
empat diantaranya adalah bulan suci, tiga berurutan, yaitu Dzulqo'dah,
Dzulhijjah, dan Muharram, serta Rajab.” ( HR. Bukhari no. 4385 )
Alhamdulillâh kini kita berada di bulan
Dzulqo’dah, salah satu bulan harm. Dikatakan bulan harm, lantaran bulan
tersebut adalah bulan yang suci dan agung, Allah mengharamkan peperangan di dalamnya.
Karena itu, marilah kita isi dengan memperbanyak puasa sunnah, shalat sunnah, sedekah,
dan amal shalih lainnya.
Keutamaan Bulan Dzulqa’dah
Salah satu bulan di antara bulan-bulan yang disebut oleh Allah SWT
sebagai bulan haram yaitu bulan Dzulqa’dah. Secara bahasa Dzulqa’dah terdiri
dari dua kata yaitu ‘Dzul’ artinya sesuatu yang memiliki, dan ‘Al Qa’dah’ yang
artinya tempat yang diduduki. Kenapa bulan ini disebut sebagai Dzulqa’dah?.
Karena pada bulan ini, kebiasaan masyarakat Arab duduk (tidak bepergian) di
daerah mereka, dan tidak melakukan perjalanan atau peperangan. (Al Mu’jam Al
Wasith, kata: Al Qa’dah). Nama lain dari bulan ini di antaranya, orang
jahiliyah menyebut bulan ini dengan waranah Ada juga orang Arab
yang menyebut bulan ini dengan nama Al Hawa’. (Al Mu’jam Al Wasith,
kata: Waranah atau Al Hawa’).
Bulan ini memiliki keutamaan-keutamaan yang jarang umat muslim
ketahui. Tapi sebelum itu, terlebih dulu ketahui tentang Dzulqa’dah. Bulan
Dzulqa’dah Termasuk Bulan-bulan Haram. Allah
SWT berfirman dalam Q.S. At-Taubah ayat 36: “Sesungguhnya bilangan bulan di
sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia
menciptakan langit dan bumi, di antaranya (terdapat) empat bulan haram. Itulah
ketetapan agama yang lurus, maka janganlah kalian mendhalimi diri kalian dalam
bulan yang empat itu. Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
mereka pun memerangi kalian semua. Ketahuilah bahwasanya Allah bersama-sama
orang yang bertakwa”. Dalam Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Al-Qur’anul
‘Adzim karya Ibnu Katsir rahimahullah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
bulan-bulan haram tersebut ialah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari
dan Muslim dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu : “Sesungguhnya zaman telah
berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, dalam
setahun itu terdapat dua belas bulan. Empat di antaranya adalah bulan haram
(suci). Tiga dari bulan itu jatuh secara berurutan, yaitu Dzulqa’dah,
Dzulhijjah, dan Muharram. Sedangkan Rajab (yang disebut juga bulan kabilah
Mudhar) terletak di antara Jumadi Tsani dan Sya’ban”.
Masyarakat Arab sangat menghormati bulan-bulan haram, baik di masa
Jahiliyah maupun di masa Islam, termasuk di antaranya bulan Dzulqa’dah. Di
zaman Jahiliyah, bulan Dzulqa’dah merupakan kesempatan untuk berdagang dan
memamerkan syair-syair mereka. Mereka mengadakan pasar-pasar tertentu untuk
menggelar pertunjukkan pamer syair, pamer kehormatan, suku, dan golongan,
sambil berdagang di sekitar Mekah, kemudian selanjutnya mereka melaksanakan
ibadah haji. Bulan ini menjadi bulan aman bagi semuanya, satu sama lain tidak
boleh saling mengganggu (Khazanatul Adab, 2/272).
Ada beberapa pasar yang mereka gelar di bulan Dzulqa’dah, di
antaranya adalah Pasar ‘Ukkadz. Letak pasar ini sekitar 10 mil dari Thaif ke
arah Nakhlah. Pasar ‘Ukkadz diadakan sejak hari pertama Dzulqa’dah hingga hari
kedua puluh (al-Mu’jam Al Wasith, kata: Ukkadz). Setelah pasar Ukkadz selesai,
mereka menggelar pasar Majinnah di tempat lain. Pasar ini digelar selama 10
hari setelah selesainya pasar Ukkadz. Setelah selesai berdagang dan pamer
syair, selanjutnya mereka melaksanakan ibadah haji (al-Aqdul Farid, 2/299).
Bulan Dzulqa’dah termasuk bulan haram, sebagaimana telah
disebutkan. Bulan haram atau disebut juga bulan yang disucikansebagaimana yang
disebutkan oleh At-Thabari dalam kitab tafsirnyaialah bulan yang dijadikan oleh
Allah sebagai bulan yang suci lagi diagungkan kehormatannya. Di mana di
dalamnya amalan-amalan yang baik akan dilipatgandakan pahalanya, sedangkan
amalan-amalan yang buruk akan dilipatgandakan dosanya. Dzulqa’dah mempunyai
keistimewaan karena di dalamnya Allah melarang manusia untuk berperang.
Di dalam Dzulhijjah manusia mempersiapkan diri untuk melaksanakan
manasik haji. Pada bulan Muharram mereka kembali ke negeri mereka
masing-masing. Sedangkan pada bulan Rajab, orang-orang dari berbagai pelosok
negeri yang datang ke Baitullah kembali ke negeri mereka dalam keadaan aman.
Di antara keutamaannya, Bulan Dzulqa’dah juga merupakan salah satu
dari bulan-bulan haji (asyhrul hajj) yang dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala dalam firman-Nya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang telah
diketahui…” (Qs. al-Baqarah: 197). Dalam Tafsir Ibni Katsir (II/5, 356)
dikemukakan bahwa asyhur ma’lumaat (bulan-bulan yang telah diketahui) merupakan
bulan yang tidak sah ihram untuk menunaikan haji kecuali pada bulan-bulan ini.
Dan ini pendapat yang benar (sahih).
Di antara keistimewaan lain bulan Dzulqa’dah, bahwasannya pada
bulan ini Rasulullah menunaikan ibadah umrah hingga empat kali, dan ini
termasuk umrah beliau yang diiringi ibadah haji. Meskipun ketika itu beliau
berihram pada bulan Dzulqa’dah dan menunaikan umrah tersebut di bulan
Dzulhijjah bersamaan dengan haji (Lathaa-iful Ma’aarif, karya Ibnu Rajab). Dari
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam melakukan umrah sebanyak empat kali, semuanya di bulan Dzulqa’dah,
kecuali umrah yang dilakukan bersama hajinya. Empat umrah itu adalah umrah
Hudaibiyah di bulan Dzulqa’dah, umrah tahun berikutnya di bulan Dzulqa’dah,
…(HR. Al Bukhari).
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwasannya menunaikan
umrah di bulan-bulan haji sama halnya dengan menunaikan haji di bulan-bulan
haji. Bulan-bulan haji ini dikhususkan oleh Allah SWT dengan ibadah haji, dan
Allah mengkhususkan bulan-bulan ini sebagai waktu pelaksanaannya. Sementara
umrah merupakan haji kecil (hajjun ashghar). Maka, waktu yang paling utama
untuk umrah adalah pada bulan-bulan haji. Sedangkan Dzulqa’dah berada di
tengah-tengah bulan haji tersebut (Zaadul Ma’aad II/96).
Karena itu, terdapat riwayat dari beberapa ulama Salaf bahwa
mereka suka menunaikan umrah pada bulan Dzulqa’dah (Lathaa-iful Ma’aarif hal.
456). Akan tetapi, ini tidak menunjukkan bahwa umrah di bulan Dzulqa’dah lebih
utama dari pada umrah di bulan Ramadan. Karena telah jelas dalil-dalil tentang
besarnya keutamaan umrah di bulan Ramadan sebagaimana yang telah dijelaskan
(lihat juga Zaadul Ma’aad II/95-96).
Selanjutnya, di antara keistimewaan lain dari bulan Dzulqa’dah yaitu bahwa Allah
Subhanahu wa Ta’ala berjanji kepada Nabi Musa ‘alaihis salam untuk berbicara
dengannya selama tiga puluh malam di bulan Dzulqa’dah, ditambah sepuluh malam
di awal bulan Dzul Hijjah berdasarkan pendapat mayoritas para ahli tafsir
(Tafsir Ibni Katsir II/244), sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan
telah Kami janjikan kepada Musa (untuk memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu
tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam
lagi)…” (Qs. al-A’raaf: 142).
Dzulqa’dah merupakan bulan kesebelas dalam penanggalan Islam dan
juga termasuk bulan-bulan yang disebut oleh Allah sebagai bulan haram. Perihal
tersebut termaktub dalam QS At-Taubah ayat 36:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ
اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا
تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا
يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas
bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka
janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu”. Kemuliaan dan keagungan bulan Dzulqa’dah karena beberapa alasan.
Di antaranya:
Amalan dilipatgandakan. Berdasarkan ayat di atas At-Thabari
menyebutkan dalam tafsirnya bahwa bulan Dzulqa’dah adalah bulan haram. Yaitu
bulan yang dijadikan oleh Allah sebagai bulan yang suci lagi diagungkan
kehormatannya. Di mana di dalamnya amalan-amalan yang baik akan dilipatgandakan
pahalanya sedangkan amalan-amalan yang buruk akan dilipatgandakan dosanya.
Bulan Dzulqa’dah merupakan salah satu dari bulan-bulan haji
(asyhrul hajj) yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ
“ (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklum”
Dalam tafsir Ibnu Katsir dikemukakan bahwa asyhur ma’lumat
merupakan bulan yang tidak sah ihram untuk menunaikan ibadah haji kecuali pada
bulan-bulan ini. Dan disebutkan pula bahwa bulan-bulan tersebut adalah
Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Ibnu Rajab menyatakan dalam
kitabnya “Lathaaiful Ma’arif” bahwa Rasulullah melaksanakan ibadah umrah
sebanyak empat kali dalam bulan-bulan haji. Sedangkan Ibnul Qayyim
menjelaskan bahwasannya menunaikan umrah di bulan-bulan haji sama halnya dengan
menunaikan haji di bulan-bulan haji.
Bulan-bulan haji ini dikhususkan oleh Allah dengan ibadah
haji, dan Allah mengkhususkan bulan-bulan ini sebagai waktu pelaksanaannya.
Sementara umrah merupakan haji kecil (hajjun ashghar). Maka, waktu yang paling
utama untuk umrah adalah pada bulan-bulan haji. Sedangkan Dzulqa’dah berada di
tengah-tengah bulan haji tersebut.
Bulan Dzulqa’dah juga diagungkan karena dalam bulan tersebut
Allah melarang manusia untuk berperang. Hal ini senada dengan makna secara
harfiyah dari “Dzulqa’dah” yaitu penguasa genjatan senjata. Disebutkan dalam
Zaadul Masiir karena mulianya bulan itu, sangatlah baik untuk melakukan amalan
ketaatan.
Hal penting lain yang membuat bulan Dzulqa’dah istimewa
ialah bahwa masa tiga puluh malam yang dijanjikan oleh Allah kepada Nabi Musa
untuk bertemu dengan-Nya terjadi pada bulan Dzulqa’dah, sedangkan sepuluh malam
sisanya terjadi pada bulan Dzulhijjah. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S.
Al-A’raf ayat 142:
وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلَاثِينَ لَيْلَةً
وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً وَقَالَ
مُوسَى لِأَخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلَا تَتَّبِعْ
سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ
“Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah
berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan
sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya
empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: “Gantikanlah
aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti
jalan orang-orang yang membuat kerusakan.”
****************************
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com
Comments
Post a Comment