Skip to main content

Kesulitan Hidup Akibat Maksiat



KESULITAN HIDUP AKIBAT MAKSIAT


Kemaksiatan membawa pelakunya tak hanya terancam api neraka, namun juga tersiksa di dunia. Kadang kala, seorang tak merasakan dampak tersebut dan terus saja melakukan maksiat. Kadang kala pula, seorang menganggap kesulitan hidup sebagai ujian yang wajar ditimpa manusia padahal sebetulnya balasan atas kemaksiatan yang ia lakukan. Bahkan, kesedihan, kegalauan, kebodohan, kemiskinan, kehampaan, kelemahan, kegelisahan dan hal-hal negatif lainnya bisa jadi datang karena kemaksiatan yang terus saja dikerjakan. Berikut tujuh kesulitan hidup yang akan menerpa seorang pelaku maksiat.

1. Dijauhkan dari Ilmu. Seorang pelaku maksiat akan dihalangi mendapatkan ilmu dan mendatangkan kebodohan. Allah menjadikan ilmu sebagai cahaya yang benderang. Sementara perbuatan maksiat akan memadamkannya. Karena itulah ilmu dan maksiat tak bisa berpadu. Sebagaimana perkataan Imam Malik kepada Imam Asy Syafi’i, “Sungguh aku melihat bahwasanya Allah Ta’ala telah memberikan cahaya di hatimu. Janganlah kamu memadamkannya dengan kemaksiatan.”

2. Dihalangi dari Rezeki. Salah satu sebab dibukanya rezeki seseorang adalah ketakwaan kepada Allah. Hal ini berlaku sebaliknya. Seorang yang bermaksiat akan menyebabkan sulitnya mendapatkan rezeki dan mendatangkan kefakiran. Imam Ahmad berkata dalam Al Musnad, “Sungguh seorang hamba akan terhalang dari rezeki karena dosa yang ia kerjakan.” Seseorang akan kembali dibuka rezekinya jika meninggalkan kemaksiatan dan bertaubat darinya.

3. Dipersulit Urusannya. Ketika menghadapi suatu urusan, seorang yang gemar bermaksiat kepada Allah akan dipersulit jalan keluarnya. Ia akan menghadapi banyak masalah hidup dan tak pernah menemukan jalan keluar dari masalah tersebut. Manusia sering kali menghadapi kesulitan demi kesulitan, namun hanya sedikit yang menyadari bahwa kesulitan itu datang akibat kemaksiatan yang dikerjakannya. Akibat ini diketahui dari janji Allah yang menjamin kemudahan urusan setiap hamba-Nya yang bertakwa.

4. Hati yang Terus Gelisah. Kegundahan dan kegelisahan akan selalu dirasakan seseorang selama ia diliputi kemaksiatan. Meski betapa besar kenikmatan dari maksiat yang didapatkan, ia tak akan merasakan kehidupan yang damai dan tenang. Rasa gelisah akibat maksiat pun berbeda dari kegelisahan biasa. Inilah perasaan yang paling menyulitkan dalam hidup. Tentu tak ada seorang pun di dunia ini yang tak menginginkan kedamaian dalam hidup. Seorang bijak pernah mengatakan bahwa “Jika dosa-dosa itu telah membuatmu gelisah, tinggalkan dosa itu, niscaya kau akan merasakan ketenangan.”

5. Kesulitan Bermuamalah. Kegelisahan yang terus menumpuk akibat maksiat yang terus saja dilakukan, akan berdampak negatif pula pada saat bersosialisasi atau bermuamalah. Kebaikan orang sekitar tak akan lagi dirasakan, baik kerabat, teman, pasangan, bahkan kendaraan. Sebagaimana banyak dari kalangan ulama terdahulu merasakan, “Sungguh saat aku bermaksiat kepada Allah, aku merasakan dampak buruknya pada tingkah laku istriku dan hewan tungganganku.” Kegelisahan akan meliputi segala aspek hidup, sampai-sampai seorang akan membenci dirinya sendiri karenanya.

6. Suramnya Wajah dan Gelapnya Hati. Ketakwaan diibaratkan dengan cahaya. Adapun maksiat merupakan kegelapan. Makin menumpuk kemaksiatan yang dilakukan seseorang, makin menumpuk pula kegelapan dalam hatinya. Semakin meluas kegelapan tersebut, wajah akan nampak suram di mata manusia yang memandang. Shahabat Rasulullah yang mulia, Ibnu ‘Abbas berkata, “Sesungguhnya kebaikan akan memunculkan sinar pada wajah, cahaya pada hati, kelapangan rezeki, kekuatan badan, dan kecintaan di hati manusia. Sebaliknya, kejelekan akan menyebabkan kesuraman wajah, kegelapan hati, kelemahan badan, kurangnya rezeki, dan kebencian di hati manusia.”

7. Fisik yang Lemah. Sebagai mana perkataan Ibnu ‘Abbas, bahwasanya lemahnya fisik menjadi salah satu dampak dari kejelekan atau kemaksiatan. Kegelisahan hati akibat kemaksiatan akan terus membuat hati lemah. Sementara kekuatan fisik bersumber dari kekuatan hati. Hal ini terbukti dalam sejarah bahwa pasukan muslimin yang sedikit selalu mampu mengalahkan kaum kafir yang jumlahnya berkali-kali lipat lebih banyak. Hal itu disebabkan, hati mereka dipenuhi ketakwaan dan menghindari perbuatan maksiat kepada-Nya. Alhasil, fisik mereka sangat tangguh dan mampu menghadapi lawan yang terkuat sekalipun.

Hal-hal tersebut di atas tentu sangat menyulitkan hidup. Padahal setiap manusia berharap dapat hidup dengan nyaman, tenang dan dihindarkan dari masalah yang berat. Apalah artinya seorang ingin tampil cantik hingga gemar bertabaruj ala jahiliyyah, namun ternyata wajahnya suram di mata manusia. Apalah artinya memakan riba dan mendapat banyak harta, namun keberkahan tak pernah meliputinya hingga harta yang banyak itu terus saja terasa kurang.

Apalah artinya jika tidur nyenyak hingga terlambat shalat subuh, namun urusan di hari itu menjadi amat sangat sulit. Apalah artinya menikmati hura-hura pesta atau konser yang gemerlap, namun hati menjadi gundah gulana setelahnya. Apalah artinya memiliki banyak teman saat hang out, namun ternyata mereka semua tak mendekatkan diri pada Allah. Masih banyak contoh kemaksiatan lain yang tanpa sadar telah menjerumuskan pelakunya pada kesulitan hidup di dunia, dan terlebih lagi, di akhirat kelak.

Akibat-akibat tersebut pun hanya akan dirasakan muslimin yang masih memiliki ketakwaan dan kecintaan kepada Allah. Akibat-akibat tersebut di atas, tak berlaku bagi seorang yang telah mati hatinya. Sejatinya, segala kesulitan akibat maksiat merupakan sebuah teguran sekaligus kesempatan yang diberikan Allah agar para hamba tersadar akan kekeliruannya, lalu kembali mendekat kepada-Nya, bersimpuh di hadapan-Nya dan menangisi dosa-dosanya. Karena itu, bertaubatlah, sebelum hati benar-benar mati akibat dosa maksiat yang terlampau banyak, lalu kesempatan itu pun hilang seketika,.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Na’im:


كَادَ اْلفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا

 “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran.” (HR Abu Naim). Hadits tersebut setidaknya memiliki 3 makna sebagai berikut:

Pertama, orang-orang miskin harus selalu hati-hati atau waspada terhadap kemiskinannya. Hal ini disebabkan keadaannya yang serba kekurangan dapat menggodanya untuk melakukan kemaksiatan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dalam masyarakat, bisa saja terjadi seorang suami yang miskin melakukan perampokan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Bisa pula terjadi, seorang ibu yang miskin karena tekanan ekonomi menjual diri demi menghidupi anak-anaknya. Demikian pula seorang pemuda yang miskin, bisa saja nekat melakukan pencurian karena didorong keinginannya untuk meniru gaya hidup teman-temannya yang anak orang kaya.

Ada banyak orang miskin yang karena ketidakberdayaannya secara ekonomi tidak pernah mengenal Tuhan. Mereka tidak pernah pergi ke masjid untuk shalat sebagaimana mereka tidak pernah berpuasa. Banyak orang seperti ini akhirnya berpindah ke agama lain karena adanya bantuan-bantuan ekonomi yang mampu menyejahterakan hidupnya. Mengingat beratnya godaan-godaan yang dialami orang-orang miskin, maka mereka harus pandai-pandai membentengi keimanannya dengan sabar dan syukur. Dengan sikap seperti ini orang-orang miskin akan bisa tangguh menghadapi godaan-godaan yang bisa menggoyahkan imannya. 

Jika untuk mencapai sabar dan syukur mereka tak mampu, maka mereka tidak memiliki pilihan lain kecuali harus bekerja keras mengatasi kemiskinannya. Mereka harus berjuang keras untuk bisa meningkatkan taraf hidupnya. Dengan kata lain, orang-orang miskin yang tak bisa sabar dan syukur harus berusaha menjadi orang yang berkecukupan guna melindungi imannya dari rongrongan-rongrongan yang bisa membuatnya kufur, dan bahkan bisa memurtadkannya. Namun bagi orang-orang miskin yang memang bisa sabar dan syukur, mereka boleh memilih hidup miskin atau sederhana dengan tetap melaksanakan kewajiban-kewajibannya, seperti mencukupi kebutuhan dasar keluarga yang terdiri dari kebutuhan akan pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan. Mereka harus tetap bisa hidup mandiri tanpa menggatungkan atau menjadi beban bagi orang lain. Mereka tidak boleh menggantungkan hidupnya kepada orang lain dengan meminta-minta. 

Kedua, sebagai peringatan kepada orang kaya-kaya bahwa kemiskinan yang dialami saudara-saudaranya yang miskin dapat mendorognya kepada kekufuran, baik kufur dalam arti murtad atau ingkar akan adanya Tuhan maupun kufur dalam arti ingkar terhadap perintah dan larangan Allah SWT. Dalam kaitan inilah maka orang-orang kaya DIWAJIBKAN mengeluarkan zakat dan DISUNNAHKAN memberikan sedekah kepada mereka yang miskin yang membutuhkan uluran tangan. Zakat dan sedekah ini memiliki fungsi sosial yang sangat penting, yakni memeratakan kesejahteraan sosial dan terjalinnya hubungan yang baik antara orang kaya dengan orang miskin. 

Hubungan baik seperti itu tentu saja sangat penting sebab bisa dibayangkan betapa mengerikannya jika orang-orang miskin setiap hari merencanakan dan melakukan pencurian atau perampokan kepada orang-orang kaya karena desakan ekonomi. Hal seperti ini bisa sangat meresahkan mereka yang kaya. Mereka akan selalu hidup dalam kecemasan karena tidak hanya harta mereka yang terancam tetapi juga jiwa mereka. Bukankah sering kita dengar perampokan disertai pembunuhan?

Dalam kaitan ini ada nasihat bijak yang berbunyi “Pagar mangkuk itu lebih baik daripada pagar berduri.” Maksudnya pendekatan sosial seringkali lebih efektif daripada pendekatan yang mengutamakan kekuatan fisik. Sekali lagi dalam kaitan inilah, Islam menekankan kepada orang kaya untuk senantiasa mengeluarkan zakat, baik zakat mal dan zakat fitrah, maupun sedekah yang diberikan kepada orang-orang miskin, baik mereka meminta maupun menahan diri untuk tidak memintanya. 

Ketiga, sebenarnya kemiskinan itu ada dua macam, yakni kemiskinan material dan kemiskinan spiritual. Yang dimaksud kemiskinan material adalah keadaan kurang atau miskin dari harta benda duniawi. Sedangkan yang dimaksud kemiskinan spiritual adalah kemiskinan yang tidak ada kaitannya dengan kekurangan harta benda duniawi, tetapi terkait dengan kurangnya akan iman atau jiwa. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: 

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ  وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“Kaya itu bukanlah lantaran banyak harta. Tetapi, kaya itu adalah kaya jiwa.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas mengingatkan kepada kita bahwa orang yang kaya harta bisa saja ia sesugguhnya adalah orang miskin disebabkan karena lemahnya jiwa atau iman. Orang seperti ini disebut orang miskin spiritual. Miskin spiritual bisa sama bahayanya dengan miskin material. Tidak jarang kita jumpai beberapa orang kaya enggan mengeluarkan zakat dan sedekahnya karena jiwa atau hatinya memang miskin. Mereka sesungguhya telah kufur atau ingkar dari perintah Allah. 

Selain itu, tidak jarang kita jumpai beberapa orang kaya melakukan kecurangan dalam berbisnis atau setoran pajak demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Ini adalah keserakahan yang menunjukkan kemiskinan spiritual. Juga, tidak sedikit kita jumpai orang-orang yang secara material sudah kaya raya, tetapi mereka melakukan korupsi besar-besaran yang merugikan negara dan menyengsarakan rakyat. Orang-orang seperti itu sesungguhnya adalah orang-orang miskin. Mereka miskin bukan karena kekurangan harta benda duniawi tetapi kurangnya iman kepada Allah SWT. 

Dengan melihat fakta-fakta sosial di atas, hadits Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan di awal sesungguhnya tidak hanya dimaksudkan untuk mengingatkan mereka orang-orang miskin material tetapi juga mereka yang miskin secara spiritual. Keduanya bisa kufur atau ingkar dari apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah SWT. Tentu lebih berbahaya lagi ketika seseorang mengalami kemiskinan material sekaligus kemiskinan spiritual. Na’udzubillah min dzalik.

Al Imam an-Nawawi di dalam kitabnya “Riyadhus Shalihin” telah menulis satu bab, yaitu “Keutamaan Fakir”. Ada sebagian peneliti kitab ini yang menggarisbawahi bab tersebut, yakni berkaitan dengan ucapan imam an-Nawawi tentang keutamaan fakir. Dia berkata, “Bagaimana seorang fakir memiliki keutamaan sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah berlindung kepada Allah dari kefakiran?” Jika diteliti, ucapan Imam an-Nawawi tersebut ternyata lebih mendalam maknanya daripada ucapan si peneliti. Imam an-Nawawi juga mengetahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berlindung dari kefakiran. Hanya saja apa yang beliau ucapkan adalah untuk menekankan dan mengingatkan pembaca tentang sesuatu yang mungkin tidak diketahui, yaitu besarnya pahala ujian kefakiran ini, yang disyariatkan untuk berlindung darinya. Beliau menyampaikan adab seorang fakir yang terdiri dari dua hal:

PertamaBerlindung kepada Allah subhanahu wata’ala darinya. Dan memohon kepada Allah agar diberikan kecukupan dan penjagaan kehormatan, berdasarkan keumuman dalil yang menunjukkan disyariatkannya berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala dari bala’. Dan juga karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah berlindung kepada Allah dari kefakiran serta memerintahkan hal itu.
Beliau mengucapkan,
“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran, dan aku berlindung kepada-Mu ari adzab kubur, tidak ada ilah yang hak disembah selain Engkau.”
Beliau juga bersabda, “Berlindunglah kalian kepada Allah dari kefakiran, kekurangan, kehinaan dan dari berbuat zhalim atau dizhalimi.” (Silsilah shahihah, no 1445)
Ke dua, Rela terhadap ketetapan Allah subhanahu wata’ala. Jika seorang muslim tertimpa kemiskinan atau kekurangan harta maka hendaklah dia bersabar dan rela dengan takdir Allah, karena tidaklah Allah subhanahu wata’ala menciptakan kefakiran melainkan hanya untuk memilah dan menguji hamba. Allah subhanahu wata’ala menjelaskan hal itu dengan sangat gamblang dalam firman-Nya, artinya,
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. (QS. 2:155-156)

Coba kita perhatikan bagaimana Allah subhanahu wata’ala telah menjadikan kekurangan harta sebagai bagian dari bala’ yang dengannya Dia menguji manusia. Dan bagaimana pula Allah subhanahu wata’ala menisbatkan ujian tersebut dari diri-Nya dalam firman-Nya, “Sungguh Kami akan menguji kalian.” Kemudian perlu kita renungkan pula bagaimana Allah menyebut kekurangan harta sebagai musibah, bagaimana pula Dia memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar menerima ujian kefakiran dan kekurangan tersebut. Dia pun mengajarkan kepada mereka adab kesabaran berupa istirja’ (mengembalikan urusan kepada Allah dengan mengucap inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un) dan menjanjikan bagi mereka rahmat dan kesejahteraan.

Para fakir diciptakan di muka bumi ini, namun kadang para fakir terhalang untuk mendapatkan kelezatannya. Itu tidak lain untuk menguji kadar keimanan seseorang dan agar diketahui bagaimana sikapnya, apakah menggerutu dan ingkar ataukah bersikap rela dan sabar. Ingatlah, bahwa semua orang yang ada di muka bumi ini sedang diuji, orang fakir diuji dengan kefakirannya dan orang kaya diuji dengan kekayaannya. Ketika Allah subhanahu wata’ala memuliakan Nabi Sulaiman dengan harta dan kerajaan maka beliau berkata, “Ini adalah keutamaan dari Rabbku, untuk mengujiku apakah aku bersyukur ataukah justru kafir.” Maka selayaknya seorang fakir juga berkata, “Ini adalah ketetapan Rabbku, untuk mengujiku apakah aku bersabar ataukah ingkar.” Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa ujian kefakiran itu lebih ringan dibandingkan ujian kekayaan. 

Janganlah kita bersedih hati dengan kefakiran, hadapi kefakiran dengan dua hal; Berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala darinya, dan bersabar atasnya.  Diantara Sebab-sebab Kefakiran diantaranya:
1.Lemah dan Malas, Penyakit lemah dan malas terkadang menjadi salah satu sebab dari kefakiran bagi seorang muslim. Karena Allah subhanahu wata’ala menciptakan manusia dalam keadan memiliki potensi untuk berusaha dan bekerja di muka bumi, serta diberi kemampuan untuk berjuang mencari rizki. Oleh karenanya Dia berfirman, artinya, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (QS. 90:4). Susah payah mengharuskan seseorang untuk berusaha, bekerja keras dan berjuang untuk memperoleh rezeki dan keberkahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam banyak-banyak berlindung dari sikap malas dan lemah, beliau bersabda,“Ya Allah aku berlindung kepadamu dari kegelisahan dan kesedihan, dari sifat lemah dan malas, dari sikap pengecut dan kikir, dari belitan hutang dan tekanan orang.” (HR. al-Bukhari)

2.Dosa dan Maksiat. Kefakiran dan kemelaratan merupakan bagian dari musibah, yang terkadang disebabkan karena kemaksiatan sebagaimana musibah yang lain pada umumnya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. 42:30). Ibu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguh nya kebaikan itu sinar di wajah, cahaya di dalam hati, kekuatan di badan, keluasan dalam rezeki, kecintaan di dalam hati setiap orang. Sedangkan keburukan adalah kemuraman di wajah, kegelapan di hati, kelemahan di badan, mengurangi rezeki, dan penyebab kebencian di hati orang.”

Maka cukuplah kemaksiatan itu akan menghilangkan keberkahan, sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya seorang hamba terhalang dari rizki dengan sebab dosa yang dia kerjakan.” (HR. Ahmad & Ibnu Majah). Terhalangnya seseorang dari rezeki mungkin dengan lenyapnya rezeki tersebut, atau berkurang jumlahnya, atau tidak memberinya manfaat sehingga meskipun harta yang dimiliki sangat banyak, namun justru menjadi bencana baginya.

Oleh karena itu selayaknya masing-masing kita melihat seberapa banyak telah melakukan dosa, menyia-nyiakan shalat, kurang takut kepada Allah subhanahu wata’ala, tidak mau bersilaturrahim dengan kerabat, buruk pergaulan dengan sesama muslim dan lain-lain. Kalau kita menyadari, maka sungguh tidak ada seorang pun di antara kita yang lepas dari berbuat dosa, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Seluruh bani Adam banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat.” (HR. at-Tirmidzi)

3. Penjagaan Allah subhanahu wata’ala kepada Hamba
Allah subhanahu wata’ala itu Maha Tahu, boleh jadi jika seorang hamba diberi kekayaan, justru akan menjadikannya celaka di dunia dan di akhirat, atau akan menjadikan dia sombong dan besar kepala yang berakibat pada turunnya siksa dan bencana. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menjaga hamba-Nya yang beriman dari dunia ini, padahal Dia mencintainya. Sebagaimana kalian semua berhati-hati (menjaga) orang sakit dalam memberi makan dan minum, karena khawatir terhadapnya.” (HR. Ahmad, terdapat di Shahih al-Jami no. 181)

4.Telah Ditetapkan Memperoleh Kedudukan di Sisi Allah subhanahu wata’ala
Termasuk besarnya kemuliaan dan kemurahan Allah subhanahu wata’ala adalah Dia memuliakan hamba-Nya sebelum hamba itu melakukan suatu prestasi, dan Dia telah menulis untuk seorang hamba satu kedudukan yang tidak mungkin hamba tersebut mencapainya hanya dengan amal perbuatannya. Sehingga dia memberikan kebaikan dengan cara mengujinya, baik itu dalam harta, anak, atau badannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
“Sesungguhnya jika seorang hamba telah ditulis baginya satu kedudukan yang tidak mampu dia capai dengan amalnya, maka Allah mengujinya di dalam harta atau badan atau anaknya.” (HR. Abu Dawud)
Dan kedudukan yang tinggi hanya dicapai oleh seorang mukmin. Maka ketika ada seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata, “Sungguh aku mencintaimu.” Maka Nabi menjawab, “Siapkan dirimu menjadi orang fakir.”

Penciptaan perusahaan baru memberikan rasa senang sekaligus kekhawatiran karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada kelangsungan perusahaan. Banyak pengusaha baru yang dengan cepat memahami kompleksitas dalam membuat sebuah usaha dan yang lebih penting tugas agar perusahaan dapat berjalan dengan baik. Kemampuan menjaga kelangsungan bisnis dan kesuksesan yang terus menerus bisa jadi tugas yang menantang.

Ada banyak jenis pengusaha dan jenis usaha di dunia yang dapat diciptakan, tapi perusahaan selalu menghadapi kesulitan dan kegagalan yang muncul pada proses yang menantang ini. Beberapa pengusaha memiliki mimpi yang terlalu tinggi dan tidak siap dengan kenyataan dalam memulai usaha baru dan segera tenggelam.
Memulai usaha baru seringkali menjadi kompleks dan terkadang menimbulkan keputusasaan. Banyak orang yang dengan cepat menyerah, menghentikan usaha sebelum menampakkan hasil. Dengan keteguhan hati, seseorang mampu melewati saat-saat sulit dalam memulai usaha.
Ketika membuat perusahaan baru, harus diingat untuk memiliki perilaku positif sepanjang waktu. Dengan memiliki perilaku positif akan memberikan pencerahan perspektif dan memberikan semangat berpikir positif dalam bisnis. Perilaku dan mental seperti ini akan membawa keberhasilan perusahaan.Perusahaan yang menunjukan kwalitas penting, tidak kenal takut, bijak, dan motivasi yang kuat dalam mencapai keberhasilan akan mampu meningkatkan profit dan sukses. Perencanaan dan persiapan yang matang harus dilakukan untuk mencapai keberhasilan usaha atau perusahaan yang sesungguhnya. Pengusaha dengan kwalitas keteguhan hati, kesabaran, dan motivasi akan sangat mempengaruhi keberhasilan usahanya.
Kwalitas tidak mengenal rasa takut harus diadopsi, dan kurangnya motivasi harus digantikan dengan motivasi keberhasilan dan bekerja keras. Dengan kwalitas seperti ini, bisnis memiliki harapan untuk berhasil. Keseluruhan karakteristik dan perilaku ini dapat mengarahkan pada potensi pertumbuhan bisnis, namun juga dapat membantu pengusaha baru mengatasi kesalahan dan krisis bisnis. Namun, banyak kejadian yang akan terjadi dalam kehidupan bisnis apapun, dan seseorang harus tetap positif dan tenang, karena dengan terlalu tertekan atau marah akan memperburuk masalah. Cobalah melihat masalah dari sudut yang berbeda dan mencoba memahami apa sebenarnya yang sedang terjadi. Ketika seseorang mampu melihat masalah dari semua perspektif, semakin besar kemungkinannya untuk mengatasi masalah yang sulit maupun potensi masalah.
Siapa yang tidak pernah menipis dompet? Dompet menipis sampai harus makan mie instan setiap hari sampai tanggal gajian; untuk bepergian harus nebeng teman; atau bahkan sesekali harus berhutang ke teman atau atasan. Tapi, semua itu bukanlah indikator dari kemiskinan. Mungkin orang tersebut merasa hidupnya sangat sulit ketika tidak memiliki uang, tapi setidaknya kamu memiliki pekerjaan atau latar belakang pendidikan yang mumpuni. Selain itu, barangkali kamu hanya membutuhkan manajemen keuangan yang lebih baik agar tidak selalu bokek.
Kemiskinan jauh lebih luas daripada sekadar tidak memiliki uang. Pada dasarnya, kemiskinan adalah tidak adanya kemampuan untuk mencapai kehidupan yang layak. Lebih dari itu, orang yang disebut miskin tidak memiliki harapan akan perubahan hidup. Sebagai gambaran, misalnya saja kamu yang mahasiswa rantau. Tapi, kamu masih mempunyai impian dan berada pada ‘kendaraan’ yang tepat untuk mewujudkannya. Sementara, ada orang-orang yang bahkan tidak mengenal bangku sekolah karena tidak punya uang untuk membayar biaya pendidikan, membeli buku dan seragam, dan sebagainya. Mereka tergolong miskin karena tidak memiliki fasilitas untuk menciptakan perubahan kehidupan.Selain itu, ada beberapa faktor utama yang menyebabkan kemiskinan a yaitu: 
Kebodohan (Ignorance)
“Bodoh” disini bukan bermakna secara harfiah dimana, kalau misal mereka bersekolah, mereka akan mendapat nilai jelek. Bukan begitu. Tapi lebih kepada tidak adanya akses kepada pendidikan yang mereka butuhkan untuk kehidupan mereka. Misalnya, para nelayan mungkin tidak begitu memerlukan pelajaran fisika; tetapi pengetahuan akan varian hasil laut bisa mendukung mereka dalam mengoptimalkan pekerjaan. 
Penyakit (Disease)
Di berbagai daerah yang belum mengenal pengobatan moderen, orang miskin sering terjebak pada mitos-mitos tentang penyakit yang akhirnya menyebabkan kematian. Mereka yang belum mengenal aktivitas menjaga kesehatan juga biasanya memiliki produktivitas yang rendah. Keterbatasan kondisi tubuh mereka membuat mereka tidak mampu bekerja secara maksimal sehingga kurang sejahtera. Kita sendiri pasti akan lebih fokus bekerja ketika sehat
Ketidakacuhan (Apathy)
Banyaknya permasalahan hidup yang berlatar belakang finansial kadang membuat orang miskin kurang memiliki optimisme. Bagaimana mereka bisa optimis kalau tidak mengetahui bahwa sebenarnya ada lho, solusi untuk keluar dari kemiskinan. Alhasil, dengan ‘ketidakpedulian’ mereka pada diri sendiri dan keluarga, mereka ‘memilih’ untuk menyerah.Mereka biasanya hanya berpikir untuk mencari pekerjaan di kota, dan karena latar belakang pendidikan, tentu saja mereka ‘berakhir’ pada pekerjaan serabutan. Sementara, sebenarnya banyak sekali potensi lokal yang bisa dikembangkan di desa mereka. Oleh karena itu, komunitas ini mengajak para pemuda untuk pulang ke desa dan memanfaatkan apa yang ada agar dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Ketikjujuran (Dishonesty)
Secara garis besar, hal inilah yang menjadi penyebab utama kemiskinan di Indonesia sulit untuk dihilangkan. Selama pejabat pemerintahan – dari tingkat yang terendah hingga tingkat pusat – hanya berpikir untuk memperkaya dirinya sendiri, maka akan selalu ada orang miskin. Yang menyedihkan, penyebab kemiskinan satu ini tidak hanya menitikberatkan pada nominal angka yang dikorupsi. Sementara seorang pejabat mungkin mencuri 100 juta rupiah dari anggaran pendidikan, sebenarnya ia sedang mengambil 400 juta rupiah, atau lebih banyak lagi. Kok bisa begitu? Seharusnya 100 juta itu bisa memperbaiki kehidupan 100 pelajar misalnya, dan ke-100 pelajar itu bisa mengembalikan manfaat itu kepada lingkungan sekitarnya. Hilangnya 100 juta tersebut memberikan dampak yang mendalam dan meluas pada kemiskinan masyarakat.
Ketergantungan (Dependency)
Fakta di lapangan menyebutkan bahwa santunan belum tentu sepenuhnya menyelesaikan masalah kemiskinan! Ketika orang miskin ‘terbiasa’ diberi donasi, akan sulit bagi mereka mandiri secara finansial. Mental mereka adalah mental ‘menerima’, sedangkan solusi bagi kemiskinan adalah pekerjaan dan pendidikan.
Donasi tetaplah penting pada situasi kritis, misalnya bencana alam. Tapi kalau kita ingin menghapuskan kemiskinan, kita harus memberikan mereka suatu ‘pekerjaan rumah’ yang membuat mereka termotivasi untuk berpikir, belajar, dan berjuang. Cara paling tepat untuk mengentaskan kemiskinan adalah memberi mereka kesempatan untuk lebih sehat, lebih mandiri, lebih berdaya, dan lebih berpengetahuan. 
***************************

Kontributor: Muhammad Ishom: tim alsofwah. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar. Email: ustazsofyan@gmail.com







Comments

Popular posts from this blog

Tafsir al-Quran

  TAFSIR AL-QUR'AN Bacaan Al-Quran (Al-Quran Recitation) Tafsir As-Su'udi, Al-Baghawi, Ibnu Katsir, Al-Qurthubi, At-Thabari ( Arabic)   Al-Quran Terjemah Per Kata dan Tafsir (Kemenag RI, Jalalain, Ibn Katsir & Al-Misbah )   Al-Quran dan Terjemahannya (Indonesia & English, Bacaan Oleh Al-Afasi ), Tafsir Kemenag dan Aspek Terkait   Tafsir Kemenag RI, Bacaan Oleh Al-Husary Learn Quran Tafsir (Jalalain, Ibnu Katsir, Kemenag RI dan Al-Azhar )   TafsirWeb (Al-Muyassar, Al-Mukhtasar,  Al-Wajiz, As-Sa'di, Sawi , dll)    Tafsir al-Mukhtasar fi Al-Quran al-Karim (Indonesia)       Tafsir Hidayatul Insan - Al Ustadz Marwan Bin Musa   Belajar Al-Quran Kata Per Kata   Tafsir NU Online    Tafsir Al-Mukhtasar fi Al-Quran Karim (English)   Maududi Tafhimul Quran Tafsir (English)   Ibn Kathir Al-Quran Tafsir ( English )   Tafsir Ibn Katheer & Ma’arif ul-Quran (in English, Arabic, Urdu )      Tafsir Ibn Abbas (English)    Tafsir Kashani (English)   Tafsir Kashf Al-Asrar (English)

Darul Quran Mina (DQM)

Darul Qur'an Mina (DQM) Profil & Kegiatan Darul Qur'an Mina (DQM) Wakaf Bangunan DQM   Update Laporan Donasi Wakaf Bangunan DQM    Youtube DQM Channel (English)   Youtube Kajian Tafsir   Youtube Belajar Bahasa Arab   Murattal & Tadabbur al-Quran:  Murattal al-Qur'an Berbagai Qari Masyhur (MP4)   Murattal Al-Quran Qari Utama (MP4)   The Glorious Noble Qur'an -Syaikh Abu Bakr Ash-Shatery, Eng Trans (MP4)   Tadabbur/Tafsir al-Quran (MP3 &MP4)   Tafsir Al-Quran   Ilmu al-Quran (Ulumul Quran) -MP4 Tajwid/Ilmu Tajwid    Belajar Membaca & Tadabbur al-Qur'an (Html,MP3 dan MP4)   Kajian Hadist (Study of Hadith)    Murattal al-Quran Semua List Qari Masyhur (MP3)   Murattal Al-Quran Semua Qori (MP3)   Perpustakaan Audio Quran MP3 Semua Qari   Murattal Al-Quran 30 Juz (MP3 Audio)   List Murattal Al-Qur'an (MP3 Audio) & Tafsir   Al-Quran Digital (Display Ayat dan Terjemahan), Murattal Oleh Syaikh Abdulrahman al-O

Update Laporan Donasi Wakaf Tanah & Bangunan Darul Quran Mina (DQM)

Update Laporan Wakaf  Bangunan Darul Quran Mina (DQM) Yayasan Pembangunan Islam Mina , SK Kementerian Hukum & HAM RI No. AHU.0006005.AH.01.04.2017 1. Kantor Pusat (HQ):  Alamat: Darul Quran Mina (DQM), Lampeuneurut Ujong Blang, Darul Imarah, Aceh Besar, INDONESIA 23352.  Kebutuhan Dana:  - Tanah seluas 364 M2 & 1 Unit Bangunan: Rp 998,000,000,- -  3 unit Balai Pengajian: Rp 26,600,000,- ************************************** Transfer Wakaf Bangunan DQM ke No Rekening (Acc): 📟 No. Acc Bank Aceh Syari'ah : 62002200105180 Kode Bank 116  (Swift Code: PDACIDJ1) 📟 No. Acc Bank Syariah Indonesia: 7147283126 Kode Bank 451  (Swift Code: BSMDIDJAXXX  ) 📟 No. Acc Bank CIMB Niaga Syariah: 761968078600 Kode Bank 022  (Swift Code: BNIAIDJA XXX ) Semuanya a.n: Sofyan Kaoy Umar  Konfirmasi setelah Transfer:  WA: +6281234582087 (Ust.Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF), Ketua Pengurus Yayasan Pembangunan Islam Mina Khusus  bagi  muhsinin Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia &am