HUTANG KARENA TERPAKSA
Dari
Aisyah ra, Dia berkata “Bahwasanya Nabi saw membeli makanan dari seorang yahudi
dengan berhutang dan beliau menggadaikan baju perangnya dari besi.” (HR Bukhari
dan Muslim)
Saat
Rasulullah berhutang, ada beberapa hal yang ingin diperlihatkan pada umatnya,
yakni:
1.
Beliau adalah manusia biasa yang juga kerap mengalami kekurangan dalam
hidupnya. Beliau juga ingin menunjukkan pada umatnya, pada dasarnya orang
yang mau menghutangi seseorang karena benar-benar membutuhkan, adalah hal yang
sangat mulia, karena meringankan beban saudaranya.
2.
Beliau berhutang bukan karena hobi, dan bukan berulang kali melakukannya jika
tidak karena terpaksa.
Al-Hafizh
Ibnu Hajar berkata, “Dan dalam hadits peringatan akan beratnya permasalan
hutang, dan bahwasanya tidak sepantasnya seseorang berhutang kecuali dalam
kondisi darurat.” (Fathul Baari 4/468)
3.
Berhutang itu akan mengikuti seseorang sampai ia membayar, walau sudah
berkalang tanah dan ia seorang mujahid sekalipun:
Terbunuh
di jalan Allah menghapuskan seluruhnya kecuali hutang” (HR. Muslim)
4.
Di akhirat pun, utang akan dipertanyakan, sekaligus mengurangi pahalanya,
sampai ada keluarga yang bersedia membayarnya. Rasulullah pun tidak mau
menshalati orang yang punya hutang, sampai ada yang membayarkannya.
Dari
Salamah bin al-Akwa’ ra “Bahwasanya Nabi saw didatangkan kepada beliau jenazah,
maka beliau berkata, “Apakah dia memiliki hutang?”. Mereka mengatakan, “Tidak”.
Maka Nabipun menyolatkannya. Lalu didatangkan janazah yang lain, maka Nabi saw
berkata, “Apakah ia memiliki hutang?”, mereka mengatakan, “Iya”, Nabi berkata,
“Sholatkanlah saudara kalian”. Abu Qotadah berkata, “Aku yang menanggung
hutangnya wahai Rasulullah”. Maka Nabipun menyolatkannya” (HR. Bukhari).
Mengapa ayat
yang berisi tentang hutang dan banyak ancaman lagi bagi orang yang berhutang?
Hal ini menunjukkan jika bermuamalah satu ini bukan hal main-main yang patut
disepelekan.
Orang
yang berhutang karena alasan terpaksa dan darurat merupakan hal yang
dibolehkan.Sedang
orang yang menghutangi, karena kelonggaran hatinya untuk memberikan uang pada
seseorang dalam keadaan membutuhkan, pahala untuknya. Untuk
itu, hutang piutang selayaknya dicatat, ada barang yang menjadi tanggungan, ada
orang yang menjadi saksi (jika hutang dalam jumlah banyak), dan selaiknya ada
kepastian kapan hutang itu dibayar.
Tidak
boleh kita mengambil keuntungan dari orang yang sedang kesulitan. Perlu catat
juga, tidak semua orang yang meluluskan uangnya untuk dihutangi adalah orang
yang benar-benar longgar dalam keuangan nya.
Comments
Post a Comment