Skip to main content

Ahlul Qur'an dan Ahlullah



Ahlul Qur'an


Siapakah yang dimaksud ahlul qur’an dan ahlullah (keluarga Allah) atau hamba-hamba khusus bagi Allah dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :

إِنَّ لِلَّهِ أَهْلِينَ مِنَ النَّاسِ قَالُوا : مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ : أَهْلُ الْقُرْآنِ هُمْ أَهْلُ اللَّهِ وَخَاصَّتُهُ
Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan hamba pilihanNya” (HR. Ahmad)

Simak penjelasan Syaikh Shalih Al-Fauzan –hafizhahullah– berikut:
“Yang dimaksud ahlul qur’an  bukan orang yang sekedar menghafal dan membacanya saja. Ahlul qur’an (sejati) adalah yang mengamalkannya, meskipun ia belum hafal Qur’an. Orang-orang yang mengamalkan Al-Qur’an; menjalankan perintah dan menjauhi larangan, serta tidak melanggar batasan-batasan yang digariskan Al-Qur’an, mereka itulah yang dimaksud ahlul qur’an, keluarga Allah serta orang-orang pilihannya Allah. Merekalah hamba Allah yang paling istimewa.

Adapun orang yang hafal Al-Qur’an, membaguskan bacaan Qur’an nya, membaca setiap hurufnya dengan baik. Namun jika ia menyepelekan batasan-batasan yang digariskan Al-Qur’an, ia bukan termasuk dari ahlul qur’an. Tidak pula termasuk dari orang-orang khususnya Allah.Jadi ahlul qur’an adalah orang yang berpedoman dengan Al-Qur’an (dalam gerak-gerik kehidupannya), ia tidak menjadikan selain Al-Qur’an sebagai panutan. Mereka mengambil fiqih, hukum-hukum dari Al-Qur’an, serta menjadikannya sebagai pedoman dalam beragama..”. Al-Fudhoil bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Alquran ini semata-mata diturunkan untuk diamalkan isinya. Dengan demikian, manusia pun menjadikan pembacaannya sebagai bentuk amal shalih.” (lihat: Akhlaq Hamalatil Qur’an karya Al-Ajuri).

Ahlul qur’an adalah orang-orang yang mengetahui seluk-beluk Alquran dan yang mengamalkannya, bukan semata membaca huruf-hurufnya. Dalam kitab Shahih Muslim, diriwayatkan dari An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu; dia berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘ Alquran akan didatangkan pada hari kiamat bersama ahlinya yaitu orang-orang yang mengamalkan kandungannya di dunia, Surat Al-Baqarah dan Surat Ali Imran pun mendahuluinya (dan menjadi pembela bagi orang yang membaca dan mengamalkannya, ed.).’” (Hadits tersebut) merupakan tafsir terhadap hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Anas bin Malik; dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah memiliki ahli-ahli dari kalangan manusia.’ Mereka (para shahabat, pen.) berkata, ‘Wahai Rasulullah, siapakah mereka?’ Beliau menjawab, ‘Mereka adalah ahlul Qur’an yaitu ahlu Allah dan Orang-orang yang istimewa di sisi-Nya.’”
*
Teks asli sbb:
أهل القران قال الفضيل رحمه الله: «إنما نزل القرآن ليعمل به ، فاتخذ الناس قراءته عملا». أخلاق حملة القرآن للآجري (38). فأهل القرآن هم العالمون به والعاملون بما فيه، لا بمجرد إقامة الحروف، ففي صحيح مسلم عن النواس بن سمعان رضي الله عنه قال: سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: «يؤتى بالقرآن يوم القيامة وأهله الذين كانوا يعملون به تقدمه سورة البقرة وآل عمران»، وهو مفسر لما رواه ابن ماجة عن أنس بن مالك قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( إنَّ لله أهلين من الناس ) قالوا يا رسول الله مَن هم ؟ قال (هم أهل القرآن أهل الله وخاصته)
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أَهْلُ الْقُرْآنِ أَهْلُ اللهِ وَ خَاصَتُهُ-ابن ماجة

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Ahlul Qur`an adalah keluarga Allah dan orang khusus-Nya.” (Ibnu Majah). Maknanya, bahwa penghafal Al Qur`an yang sekaligus menjadi pengamalnya, mereka adalah para wali Allah yang merupakan orang-orang yang khusus bagi Allah. Allah menyebut Al Qur`an dengan sifat demikian untuk memberikan kemuliyaan kepada mereka sebagaimana Allah menyebut Baitullah.
Bukanlah termasuk dalam sebutan itu, kecuali mereka yang suci dari dosa-dosa, baik dhahir maupun batinnya dan menghiasi dirinya dengan ketakwaan. (lihat, Faidh Al Qadir, 3/67)
ال رسول الله صلى الله عليه وسلم:إِنَّ اللهَ يَرْفَعْ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَ يَضَعُ بِهِ آخَرِيْنَ-مسلم
Rasulullallah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda,”Sesungguhnya Allah mengangkat dengan kitab ini (Al Qur`an) kaum-kaum dan merendahkan dengannya yang lain. (Hadis Riwayat Muslim). Maknanya, sesungguhnya Allah Ta’ala mengangkat dengan Al Qur`an, yakni dengan mengimaninya, mengagungkannya serta mengamalkannya dengan ikhlas

Pertanyaan
Berapa kadar harian yang seyogyanya seorang muslim konsisten dalam membaca Al-Qur’an agar menjadi ahlullah? Apakah jika terputus pada waktu tertentu dalam menjaga wiridnya, dapat meniadakan keutamaan ini?
Teks Jawaban:(Oleh Syaikh Muhamed Shalih al-Munajjid)
Alhamdulillah. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, no 215 dan Ahmad, no. 11870 dari Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
( إِنَّ لِلَّهِ أَهْلِينَ مِنْ النَّاسِ ) قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَنْ هُمْ ؟ قَالَ : ( هُمْ أَهْلُ الْقُرْآنِ ، أَهْلُ اللَّهِ وَخَاصَّتُهُ ) وصححه الألباني في "صحيح ابن ماجة"
“Sesungguhnya Allah memiliki orang khusus (Ahliyyin) dari kalangan manusia. Mereka (para shahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah siapakah mereka?" Beliau menjawab, “Mereka adalah Ahlu Al-Qur’an, Ahlullah dan orang khusus-Nya.” Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Ibnu Majah).
Al-Manawi rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah para penghafal Al-Qur’an yang mengamalkannya, mereka itu adalah kekasih Allah yang dikhususkan dari kalangan manusia. Mereka dinamakan seperti itu sebagai bentuk penghormatan kepada mereka sepeti penamaan Baitullah.
Al-Hakim At-Tirmizi berkata, “Sesungguhnya keutamaan ini berlaku bagi para pembaca yang telah membersihkan hatinya dari sifat lalai dan menghilangkan dosa pada dirinya. Tidak termasuk orang khususnya kecuali bagi orang yang membersihkan dirinya dari dosa yang tampak maupun tersembunyi, lalu menghiasi dirinya dengan ketaatan. Maka ketika itu, dia termasuk orang khusus Allah.” (Faidhul Qadir, 3/87). Tidak cukup sekedar membaca (saja) agar termasuk arang khusus Al-Qur’an. Dia harus mengamalkan dan menghormati hukum-hukumnya, serta berakhlak dengannya.
Al-Hafiz Muhammad bin Husain Al-Ajuri rahimahullah memiliki ungkapan yang bagus terkait dengan masalah ini dan perlu mendapatkan perhatian. Beliau rahimahullah mengatakan, “Selayaknya, orang yang telah Allah ajarkan Al-Qur’an dan diberi kemuliaan dengannya dibanding orang lain yang tidak memilikinya . dia  harus menjadi ahli Al-Qur’an, Ahli Allah dan orang khusus-Nya. Menjadikan Al-Qur’an selalu bersemi dalam hati, menghidupkan apa yang rusak di hatinya. Beradab dengannya dan berakhlak dengan akhlak yang mulia, yang berbeda dengan kebanyakan orang yang tidak menghafal Al-Qur’an.
Yang pertama kali hendaknya dia wujudkan adalah bertakwa kepada Allah, baik dalam saat sunyi maupun tampak. Berhati-hati dalam hal makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggalnya. Memahami fenomena zaman dan kerusakan orang di dalamnya. Sehingga dia dapat berhati-hati terhadap agamanya, menjaga urusannya, berupaya selalu memperbaiki urusannya yang rusak. Menjagi mulutnya, berbeda dalam perkataannya. Jika berbicara, dia berbicara jika telah diketahui bahwa pembicaraannya itu benar. Jika diam, dia telah mengetahui bahwa diamnya itu benar. Jarang melakukan sesuatu yang tidak perlu,  dia sangat takut terhadap mulutnya melebihi takutnya kepada musuh. Sedikit tertawa di tengah-tengah orang yang tertawa karena dia mengetahui akibat buruk darinya. Wajah berseri-seri, perkataannya indah, tidak menggunjing seorangpun. Tidak meremehkan dan tidak menghina seorangpun. Tidak mengeluh terhadap musibah, tidak  aniaya kepada seseorang, tidak iri hati. Karena dia telah menjadikan Al-Qur’an, Sunah dan Fikih menggiringnya memiliki akhlak mulia dan agung. Menjaga seluruh anggota tubuhnya dari apa yang dilarang. 

Ketika dikatakan kepadanya kebenaran, dia menerimnya, baik dari orang besar maupun kecil. Dia meminta ditinggikan oleh Allah, bukan dari para makhluk. Dia benci terhadap kesombongan dan dirinya takut darinya (kesombongan). Dia tidak mencari makanan (rizki) dari Al-Qur’an dan tidak suka memenuhi hajat darinya. Dia tidak mendatangi anak raja dengannya, tidak duduk dengan orang-orang kaya agar dihormati. Dia merasa cukup dengan yang sedikit, berhati-hati terhadap dunia yang dapat membuatnya melampaui batas. Dia mengkuti kewajiban dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Dia makan dengan ilmu, minum dengan ilmu, berpakaian dengan ilmu, tidur dengan ilmu, berjimak dengan ilmu, mendampingi saudara-saudaranya dan mengunjunginya dengan ilmu. Dirinya konsisten untuk berbakti kepada kedua orang tuanya. Jika keduanya minta tolong kepadanya  dalam ketaatan, maka dia akan membantunya. Kalau keduanya minta tolong kepadanya dalam kemaksiatan dia tidak membantunya. Tapi dia tetap berbuat baik kepada keduanya meskipun keduanya melakukan kemaksiatan dengan adab yang baik, dengan harapan  agar keduanya meninggalkan keburukan yang dia lakukan. 

Dia selalu menyambung silaturrahim, tidak suka memutus hubungan kekerabatan.  Dia tidak memutuskan hubungan silaturahim terhadap orang yang memutuskan hubungan dengannya. Orang yang berlaku kepadanya dengan cara maksiat kepada Allah, dibalas dengan berbuat ketaatan kepada Allah. Lembut dalam urusannya. Sangat sabar dalam mengajarkan kebaikan. Mengayomi orang yang belajar. Senang dalam majelis dengannya. Majelisnya senantiasa menambah kebaikan. Dia menjadikan ilmu dan fikih sebagai petunjuk pada setiap kebaikan. Kalau mengajarkan Al-Qur’an, dia hadir dengan pemahaman dan akal pikiran. Semangatnya kuat dalam memberikan pemahaman apa yang telah Allah wajibkan, yaitu dengan mengikuti perintah-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang. Tekadnya, bukan kapan saya mengkhatamkan surat, tapi kapan saya hanya membutuhkan Allah, tidak kepada selain-Nya? 

Kapan saya menjadi golongan orang-orang bertakwa? Kapan saya menjadi orang-orang dermawan? Kapan saya menjadi orang yang bertawakkal? Kapan saya menjadi orang khusyu? kapan saya menjadi orang sabar? Kapan saya dapat memahami perintah Allah? Kapan saya memahami apa yang saya baca? Kapan saya dapat mengalahkan hawa nafsuku? Kapan saya berjihad dengan sesungguhnya? Kapan saya dapat mengambil nasehat dari ancaman Al-Qur’an? Kapan saya dapat selalu mengingatnya, tidak sering  sibuk sehingga lebih sering mengingat yang lainnya?
Barangsiapa yang sifatnya seperti ini atau mendekati. Maka sungguh dialah orang yang telah benar-benar membaca dan menjaganya, sehingga Al-Qur’an akan menjadi saksi, syafaat, pendamping dan menjadi tameng. Barangsiapa yang sifatnya seperti ini, maka diri dan keluarganya akan mendapatkan manfaat. Seluruh kebaikannya di dunia dan akhirat akan kembali kepada kedua orang tua  dan anaknya." (Diringkas dari kitab Akhlak Hamalatil Qur’an, hal. 27)
Bagi orang yang ingin termasuk sebagaimana dalam sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam, yaitu menjadi ahlul Al-Qur’an yang mereka adalah ahlu Allah dan orang khususnya, maka hendaknya jangan mengkhatamkan Al-Qur’an lebih dari sebulan. Telah diriwayatkan oleh Bukhori, (Hadis No. 1978) dari Abdullah bin Amr Radhiallahu’anhuma dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
( اقْرَأ الْقُرْآنَ فِي كُلِّ شَهْرٍ ، قَالَ إِنِّي أُطِيقُ أَكْثَرَ ، فَمَا زَالَ حَتَّى قَالَ : فِي ثَلَاثٍ )
“Bacalah (khatamkan) Al-Qur’an setiap bulan." (Abdullah bin Amar) berkata, "Aku mampu lebih (cepat) dari itu." Beliau terus meminta sampai mengatakan, "Pada setiap tiga hari.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Yang benar menurut mereka, bahwa hadits Abdullah bin Amr paling terakhir Nabi sallallahu’alaihi wa sallam adalah 7 (tujuh) hari. Karena beliau pada awalnya menyuruh mengkhatamkan setiap bulan, maka batasannya dapat dibuat antara antara sebulan sampai seminggu. Adapula riwayat bahwa beliau menyuruh memerintahkan agar mengkhatamkan dalam empat puluh hari. Hal ini menunjukkan keluwesan, sebanding dengan membaginya menjadi tiga bagian-tiga bagian sebagai hasil ijtihad.”  (Majmu Fatawa, 13/ 407-408)
Maksudnya disini adalah, yang lebih utama mengkhatamkan antara seminggu sampai sebulan. Kalau sibuk, maka dia dapat dispensasi sampai empat puluh hari. Seyogyanya jangan melewati sehari kecuali dia melihat mushaf dan membaca firman  Tuhannya, sehingga dia mempunyai wirid harian yang dijaganya. Minimal kira-kira satu juz Al-Qur’an. Jika setiap kali bertambah, maka lebih utama. Meskipun begitu, hendaknya dia juga mentadaburi dan mengamalkan yang ada di dalamnya, baik berupa hukum, akhlak dan adab.
Telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad di kitab Az-Zuhd hal. 128, dari Utsman radhiallahu anhu, dia berkata:
ما أحب أن يأتي علي يوم ولا ليلة إلا أنظر في كتاب الله - يعني القراءة في المصحف
"Saya tidak suka, berlalu satu hari satu malam, kecuali saya melihat Kitabullah –maksudnya membaca di mushaf." Ibnu Katsir rahimahullah mengomentari, “Mereka tidak menyukai seseorang yang melewati satu hari tanpa melihat (membaca) mushaf.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/68)
Syekh Ibnu Jibrin rahimahullah mengatakan, “Orang yang senantiasa membaca Al-Qur’an sepanjang tahun, mereka adalah Ahlul-Qur’an, merekalah Ahlullah dan orang khusus-Nya. Seharusnya orang Islam mempunyai perhatian terhadap Al-Qur’an, menjadi orang yang benar-benar membacanya, menghalalkan apa yang dihalalkan dan mengharamkan apa yang diharamkannya, mengamalkan hukum-hukumnya, mengimani yang mutaysabih, merenungi  keajaibannya, mengambil pelajaran dari perumpamaan dan kisah-kisah di dalamnya, menerapkan ajaran-ajarannya. Karena Al-Qur’an diturunkan untuk diamalkan dan diterapkan. Meskipun demikian, membacanya termasuk mengamalkan dan mendapatkan pahala.
Barangsiapa yang ingin termasuk ahli zikir, maka hendaknya termasuk orang yang benar-benar membaca Kitabullah, membacanya di masjid, di rumah dan di tempat kerjanya. Tidak lalai dari Al-Qur’an, dan tidak dikhusukan hanya di bulan Ramadhan saja. Kalau anda membaca Al-Qur’an, maka bersungguh-sungguhlah. Seperti misalnya berusaha dapat mengkhatamkan pada setiap lima hari atau tiga hari  sekali. Yang paling utama, seseorang mempunyai hizb (bacaan) harian. Membacanya setelah Isya atau setelah fajar atau setelah Ashar. Seharusnya dampak Al-Qur’an terus ada sepanjang tahun, sehingga anda menjadi senang dengan Kalamullah, dan mendapatkan kenikmatan dan kelezatan, sehingga anda tidak akan bosan mendengarkannya, sebagaimana anda tidak bosan membacanya. Ini adalah sifat dan karakter orang mukmin yang seharusnya menjadi ahli Al-Qur’an  yang dikatakan Ahlullah dan orang-orang khusus-Nya.” (Fatawa Syekh Ibnu Jibrin, 59/31-32)
Barangsiapa terbiasa mempunyai wirid harian Al-Qur’an, kemudian meninggalkannya karena ada uzur bepergian atau sakit atau semisal itu, hal itu tidak akan mengurangi pahalanya. Sebagaimana diriwayatkan olah Bukhori, no. 2996 dari Abu Musa radhiallahu anhu, dia berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Kalau seorang hamba sakit atau bepergian, maka akan ditulis (pahalanya) baginya seperti  (pahala) yang biasa dia lakukan saat menetap dan sehat.”
Maka seyogyanya bagi orang yang ingin menjadi Ahlul-Qur’an, agar jangan meninggalkan bacaan walaupun sehari kecuali ada uzur. Maka Shohibul-Qur’an tidak akan lalai dan tidak akan tersibukkan dengan lainnya.
 .

Pertanyaan

Apa manfaat yang didapatkan bagi penghafal (Al-Qur’an)) d dunia dan di akhirat? Dan apa yang didapatkan kerabat dan keturunannya? Bagaimana dengan generasi sebelum dan sesudahnya?




Teks Jawaban: (dari Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid):

Alhamdulillah.
Pertama: Sesungguhnya menghafal Al-Qur’an itu adalah ibadah, dimana pelakunya mengharapkan wajah dan pahala Allah di akhirat. Tanpa niatan ini, dia tidak akan mendapatkan pahala bahkan akan disiksa karena memalingkan ibadah ini ke selain Allah Azza Wajalla. Seharusnya penghafal Qur’an jangan meniatkan dalam hafalannya manfaat dunia yang dihasilkan karena hafalannya bukan barang dagangan yang dijadikan bisnis di dunia. Bahkan ia adalah ibadah yang dipersembahkan di sisi Tuhannya Tabaroka wa ta’ala. Allah telah memberikan kekhususan kepada penghafal Qur’an dengan beberapa kekhususan di dunia dan di akhirat, diantaranya: 

1.Bahwa dia didahulukan daripada yang lainnya dalam shalat sebagai imam. Dari Abu Mas’ud Al-Ansori berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda: " يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله فإن كانوا في القراءة سواء فأعلمهم بالسنة فإن كان

وا في السنة سواء فأقدمهم هجرة فإن كانوا في الهجرة سواء فأقدمهم سلما ولا يؤمن الرجل الرجل في سلطانه ولا يقعد في بيته على تكرمته إلا بإذنه. رواه مسلم (673

“Yang mengimami suatu kaum adalah yang paling banyak hafalan Kitab Allah. kalau dalam bacaan (hafalan) itu sama, maka yang lebih mengetahui sunnah. Kalau dalam sunah sama, maka yang paling dahulu hijrahnya. Kalau dalam hijrahnya sama, maka yang paling dahulu masuk Islam. Dan jangan seseorang menjadi Imam atas saudaranya dalam kekuasaannya. Dan jangan duduk di tempat duduk khusus di rumahnya kecuali atas seizinnya. HR. Muslim, No. 673. 

Dari Abdullah bin Umar berkata, “Ketika generasi pertama dari kalangan orang-orang Muhajirin di temapat Quba’ sebelum kedatangan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam, yang menjadi imam mereka adalah Salim budak Abu Huzaifah dimana beliau paling banyak (hafalan) Qur’an.” HR. Bukhori, (660). 

2. Beliau didahulukan atas lainnya dalam kuburan dihadapkan ke kiblat kalau mengharuskan dikubur bersama lainnya. Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu nahuma berkata: 

كان النَّبي صلى الله عليه وسلم يجمع بين الرجلين من قتلى " أحد " في ثوب واحد ثم يقول : أيهم أكثر أخذاً للقرآن ؟ فإذا أشير له إلى أحدهما قدَّمه في اللحد وقال : أنا شهيد على هؤلاء يوم القيامة وأمر بدفنهم في دمائهم ولم يغسلوا ولم يصل عليهم. رواه البخاري (1278

“Dahulu Nabi sallallahu alaihi wa sallam mengumpulkan dua orang yang wafat pada ‘Perang Uhud’ dalam satu baju kemudian beliau bersabda, “Siapa diantara mereka yang paling banyak mengambil Qur’an? Ketika ditunjuk salah satunya, maka beliau dahulukan ke dalam liang lahad. Seraya bersabda, “Saya menjadi saksi untuk mereka di hari kiamat. Dan beliau memerintahkan untuk menguburkan dengan darahnya tanpa dimandikan dan tanpa dishalati.” HR. Bukhori, (No.1278).

3. Didahulukan dalam kepemimpinan kalau dia mampu mengembannya. Dari Amir bin Wailah sesungguhnya Nafi’ bin Abdul Harits bertemu dengan Umar di Asfan. Dimana dahulu Umar telah mengangkatnya di Mekkah. Maka beliau mengatakan, “Siapa yang anda angkat untuk penduduk wadi (Mekkah)? Maka dia menjawab, “Ibnu Abza? (Umar) bertanya, “Siapa Ibnu Abza? Dijawab, “Diantara budak-budak kami. Berkata, “Apakah anda angkat untuk mereka seorang budak? Dijawab, “Beliau pembaca (penghafal) Kitab Allah Azza Wajalla dan beliau pandai dalam bidang ilmu Faroid (ilmu warisan). Maka Umar mengatakan, “Maka sesungguhnya Nabi kamu semua sallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Sesungguhnya Allah mengangkat dengan Kitab ini suatu kaum dan merendahkan kaum lainnya.” HR. Muslim,No. 817.

Sementara di akhirat:

4. Kedudukan penghafal Qur’an adalah di akhir ayat yang dihafalkannya. Dari Abdullah bin Amr dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

" يقال لصاحب القرآن : اقرأ وارتق ورتل كما كنت ترتل في الدنيا فإن منزلتك عند آخر آية تقرأ بها "
رواه الترمذي (2914) و قال : هذا حديث حسن صحيح ، وقال الألباني في " صحيح الترمذي برقم (2329) : حسن صحيح ، وأبو داود (1464) " 

“Dikatakan kepada pemilik Qur’an, “Bacalah dan naiklah serta bacalah secara tartil. Sebagaimana anda membaca tartil di dunia. Karena kedudukan anda di ayat terakhir yang anda baca.” HR. Tirimizi, (2914) dan berkomentar: Hadits ini Hasan Shoheh. Albani mengomentari di Shoheh Tirmizi no. 2329 Hasan Shoheh. Abu Dawud, (1464.

Maksud bacaan disini adalah mengahafalkan.

5.Dia bersama para Malaikat sebagai teman di rumahnya. Dari Aisyah radhiallahu anha dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مثل الذي يقرأ القرآن وهو حافظ له مع السفرة الكرام البررة ومثل الذي يقرأ وهو يتعاهده وهو عليه شديد فله أجران. رواه البخاري (4653) و مسلم (798)

“Perumpamaan orang yang membaca Qur’an sementara dia telah menghafalkannya. Maka bersama para Malaikat yang mulia. Dan perumpamaan yang membaca dalam kondisi berusaha keras (belajar membacanya) maka dia mendapatkn dua pahala.’ HR. Bukhori, 4653 dan Muslim, 798.

6.Dia akan diberi mahkota kemulyaan dan gelang kemulyaan. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu alahi wa sallam bersabda: 

: يجيء القرآن يوم القيامة فيقول : يا رب حلِّه ، فيلبس تاج الكرامة ثم يقول : يا رب زِدْه ، فيلبس حلة الكرامة ، ثم يقول : يا رب ارض عنه فيرضى عنه ، فيقال له: اقرأ وارق وتزاد بكل آية حسنة " . رواه الترمذي ( 2915 ) وقال : هذا حديث حسن صحيح ، وقال الألباني في " صحيح الترمذي " برقم ( 2328 ) : حسن

“Qur’an datang pada hari kiamat dan mengatakan, “Wahai Tuhan, pakaikanlah. Maka dia memakai mahkota karomah (kemulyaan) kemudian mengatakan, “Wahai Tuhan, tambahkanlah dia. Maka dia memakai gelang karomah (kemulyaan). Kemudian mengatakan, “Wahai Tuhan, redoilah dia, maka (Allah) meredoinya. Dikatakan kepadanya, “Bacalah dan naiklah. Ditambah setiap ayat suatu kebaikan.” HR. Tirmizi, (2915) dan mengatakan, “Hadits ini Hasan Shoheh. Albani mengatakan di Shoheh Tirmizi, no. 2328. Hasan.

7. Qur’an akan memberikan syafaat kepadanya di sisi Tuhannya. Dari Abu Umamah Al-Bahili berkata, saya mendengar Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda: 

اقرءوا القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه اقرءوا الزهراوين البقرة وسورة آل عمران فإنهما تأتيان يوم القيامة كأنهما غمامتان أو كأنهما غيايتان أو كأنهما فرقان من طير صواف تحاجان عن أصحابهما اقرءوا سورة البقرة فإن أخذها بركة وتركها حسرة ولا تستطيعها البطلة قال معاوية بلغني أن البطلة السحرة. رواه مسلم (804) و البخاري معلقا 

“Bacalah Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat menjadi syafaat kepada pemiliknya. Bacalah Zahrawain (dua cahaya) surat Al-Baqarah dan Surat Ali Imran. Karena keduanya akan datang pada hari kiamat seperti mendung atau seperti awan atau seperti dua kelompok dari burung yang berbulu (membantu) menghalangi untuk pemiliknya. Bacalah surat Al-Baqarah, karena mengambilnya berkah dan meninggalkannya suatu kerugian. Dan (tukang sihir) tidak dapat (mengganggunya). Muawiyah mengatakan, sampai kepadaku bahwa arti ‘Batolah ‘ adalah tukang sihir. HR. Muslim, (804) dan Bukhori secara menggantung.

Kedua: Sementara kerabat dan keturunannya. Telah ada dalil terkait kedua orang tuanya, keduanya akan dipakaikan dua gelang dimana (nilainya) tidak dapat menyamai dunia seisinya. Hal itu tiada lain karena perhatian dan pengajaran kepada anaknya. Meskipun keduanya tidak faham, maka Allah memulyakan keduanya karena anaknya. Sementara orang yang menghalangi anaknya dari (belajar) Qur’an dan melarang darinya, maka ini termasuk tidak mendapatkan ( kebaikan).

Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah sallallahu alahi wa sallam bersabda:

يجيء القرآن يوم القيامة كالرجل الشاحب يقول لصاحبه : هل تعرفني ؟ أنا الذي كنتُ أُسهر ليلك وأظمئ هواجرك ، وإن كل تاجر من وراء تجارته وأنا لك اليوم من وراء كل تاجر فيعطى الملك بيمينه والخلد بشماله ويوضع على رأسه تاج الوقار ، ويُكسى والداه حلَّتين لا تقوم لهما الدنيا وما فيها ، فيقولان : يا رب أنى لنا هذا ؟ فيقال لهما : بتعليم ولدكما القرآن. رواه الطبراني في " الأوسط " ( 6 / 51 

“Al-Qur’an datang pada hari kiamat seperti lelaki pucat, menanyakan kepada pemiliknya, “Apakah kamu mengenaliku? Saya yang dahulu dimana saya begadang malam hari dan (menahan) dalam kehausan. Sesungguhnya setiap pedagang dibelakang ada perniagaannya. Dan saya sekarang untuk anda dibelakang semua pedagang. Dan diberikan kerajaan (Malik) dikananya dan Khuldi (kekal) di kirinya serta ditaruh di atas kepalanya mahkota wiqor. Dipakaikan untuk kedua orang tuanya dua gelang yang tidak ada (bandingan) nilainya dunia dan seisinya. Keduanya mengatakan,”Wahai Tuhan, dari manakah ini? Dikatakan kepada keduanya, “Karena hasil pengajaran Al-Qur’an kepada anak anda berdua.” (HR. Tobroni), di Ausath, (6/51).

Dari Buraidah radhiallahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda: 
من قرأ القرآن وتعلَّم وعمل به أُلبس والداه يوم القيامة تاجاً من نور ضوؤه مثل ضوء الشمس ، ويكسى والداه حلتين لا تقوم لهما الدنيا فيقولان : بم كسينا هذا ؟ فيقال : بأخذ ولدكما القرآن. رواه الحاكم (1/756)

“Siapa yang membaca Qur’an, belajar dan mengamalkannya. Maka dipakaikan pada hari kiamat kepada kedua orang tuanya mahkota dari cahaya, cahayanya seperti pancaran cahaya matahari. Dipakaikan dua gelang untuk orang tuanya dimana tidak dapat dibandingkan dengan dunia seisinya. Kedua berkata, “Kenapa kita dipakaikan ini? Dikatakan, “Karena  kedua anak anda mengambil Qur’an.” HR. Hakim, (1/756).

Kedua hadits dapat menghasankan sat Syekh Muhammad Sholeh Al-Munaju dengan lainnya. Silahkan melihat ‘Silsilah Shohehah, (2829). 

Pertanyaan:

Allah Azza Wajalla berfirman ‘Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya.’ Saya tahu bahwa manusia akan mengingat segala sesuatu yang dilakukannya di dunia pada hari kiamat atas perintah Allah Azza Wajallah. Akan tetapi bagaimana dengan orang yang hafal Al-Qur’an laki-laki maupun perempuan. Kalau keduanya meninggal dunia tanpa mengulang-ulang (hafalan) Al-Qur’annya. Dan dia telah lupa sebagian ayat atau kata. Sementara dalam hadits yang diriwayatkan oleh Amr bin Ash radhiallahu anhuma sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

 يقال لقارئ القرآن يوم القيامة : اقرأ وارق ورتل كما كنت ترتل في الدنيا ، فإن منزلتك عند آخر آية كنت تقرأها

“Dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an pada hari kiamat, ‘Bacalah, tunaikanlah dan tartillah sebagaimana anda (membaca secara) tartil di dunia. Sesungguhnya posisi anda adalah di akhir ayat yang pernah anda baca.” Pertanyaannya adalah apakah mungkin orang yang hafal Al-Qur’an teringat dengan apa yang pernah dihafalkannya dari Al-Qur’an di dunia. Walaupun saat meninggal dunia dia sempat mengulang-ulang hafalannya atau lupa sebagiannya? 

Pertanyaan kedua adalah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

( عُرِضَتْ عَلَيَّ أُجُورُ أُمَّتِي حَتَّى الْقَذَاةُ يُخْرِجُهُ الرَّجُلُ مِنَ الْمَسْجِدِ ، وَعُرِضَتْ عَلَيَّ ذُنُوبُ أُمَّتِي فَلَمْ أَرَ ذَنْبًا أَعْظَمَ مِنْ سُورَةٍ مِنَ الْقُرْآنِ أَوْ آيَةٍ أُوتِيهَا رَجُلٌ ثُمَّ نَسِيَهُ )

“Diperlihatkan padaku pahala umatku, termasuk (pahala) sampa h yang dikeluarkan seseorang dari masjid. Dan ditampakkan kepadaku dosa umatku. Saya tidak melihat dosa yang lebih besar dibandingkan seseorang yang telah diberi (hafalan) surat Al-Qur’an atau ayat kemudian dia melupakannya.”

Tolong dijelaskan. Terima kasih. 

Teks Jawaban: ( Oleh Syeuikh Muhamad Shalih al0Munajjid)

Alhamdulillah. 

Pertama, Ayat yang mulia: 

 فَإِذَا جَاءَتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَى . يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ مَا سَعَى   (سورة النازعات: 34-35

“Maka apabila malapetaka yang sangat besar (hari kiamat) telah datang. Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya.” (QS. An-Naziat: 34-35)

Ayat ini berbicara tentang manusia yang teringat akan apa yang telah dikerjakannya, maksudnya pekerjaan yang telah dia lakukan di dunia, baik kebajikan atau keburukan. Kegentingan saat dihisab, menjadikan setiap pelaku teringat dengan apa yang dilakukannya. Sehingga perbuatannya yang telah dia lakukan terlintas cepat dalam benaknya dari secara cepat. Sehingga dia berhadap kepada Allah agar dibalas kebaikannya dan dimaafkan dari semua keburukan dan kekeliruannya. Maka ayat tersebut menjelaskan ingatnya manusia dengan amalan dan apa yang dilakukan di dunia. Tidak ada korelasinya dengan teringatnya (seorang penghafal) apa yang dia lupa dari Al-Qur’an Al-Karim. Hal tersebut keluar dari konteks susunan ayat. Padahal memperhatikan kontek susunan ayat termasuk salah satu komponen penafsiran yang shahih.

Al-Hafid Ibnu Katsir  rahimahullah mengatakan, “Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya) yakni pada waktu itu, anak Adam teringat semua amalannya, yang baik maupun yang jelek. Sebagaimana firman Allah Subhanahu ‘Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya." (QS. Al-Fajr: 23.) (Tafsir Al-Qur’an Al-Azim, 8/317). 

Al-Allamah As-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya) di dunia kebaikan dan kejelekan. Dia mengangankan  kebaikannya bertambah berat. Dan bersedih dikala kejelekannya bertambah berat. Saat itu dia mengetahui bahwa hakekat keuntungan dan kerugiannya  adalah tergantung perbuatan apa yang dilakukan  di dunia. Semua sebab dan perantara yang bermanfaat di dunia, menjadi terputus kecuali amalan-amalannya." (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 910) 

Dengan demikian jelas, bahwa tidak ada dalil agama yang menunjukkan bahwa seorang muslim akan ingat kembali hafalan Al-Qur’an yang dia lupa di hari kiamat. Kami telah mencari di buku-buku tafsir yang memperhatikan pendapat berbeda dalam penafsiran ayat, seperti Mawardi dan Ibnu Al-Jauzi. Akan tetapi kami tidak mendapatkan dalam ayat pendapat yang berbeda dengan apa yang telah kami sebutkan.

Kedua, 

Di antara hadits nan agung yang ada terkait dengan keutamaan penghafal Al-Qur’an adalah hadits Abdullah bin Amr dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda: 

يُقَالُ - يَعْنِي لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ -: اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا ، فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُ بِهَا (رواه الترمذي، رقم  2914  وقال : هذا حديث حسن صحيح ، وصححه الألباني في  صحيح الترمذي

“Dikatakan –yakni penghafal Al-Qur’an-, bacalah, mendakilah. Bacalah dengan tartil sebagaimana engkau (membaca) secara tartil di dunia. Karena kedudukanmu (pada hari kiamat) di akhir ayat yang engkau abaca.” (HR. Tirmizi, no. 2914, dia mengatakan, ‘Hadits ini hasan shahih. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Tirmizi). 

Mayoritas ulama mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan ‘Shohibul Al-Qur’an’ adalah orang yang dapat merealisasikan dua hal; Menghafal dan mengamalkan. Bukan sekedar orang yang menghafal saja tanpa diamalkan, bukan juga orang yang bagus bacaannya tanpa menghafal.

Ketiga, Ada dua perkara penting terkait disyaratkan memiliki hafalan Al-Quran untuk mendapatkan keutamaan yang ada dalam hadits: 

1.  Jika keutamaan itu mencakup setiap orang yang membaca AL-Qur’an dari mushaf, maka hal tersebut bukan merupakan keutamaan pada kebanyakan orang. Karena membaca lewat mushaf, masing-masing orang umumnya mampu, tidak ada yang lebih utama –kebanyakan- kecuali dengan tajwid yang terbaik. Mengaitkan keutamaan semacam ini dengan tajwid yang baik, sangat jauh sekali. Karena dalam hadits, keutamaan dikaitkan dengan (bacaan) dan mengaitkan kedudukan yang semakin tinggi (dengan ayat terakhir yang dibacanya) bukan karena kemahiran dalam tajwid.

2. Secara umum,  istilah qari (pembaca) diartikan sebagai orang yang hafal (Al-Qur’an), sudah terkenal penggunaannya sejak zaman Nabi sallallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya, وَكَانَ الْقُرَّاءُ أَصْحَابَ مَجَالِسِ عُ

مَرَ وَمُشَاوَرَتِهِ كُهُولًا كَانُوا أَوْ شُبَّانًا   (رواه البخاري، رقم 4276

"Dahulu para Qari (penghafal AL-Qur’an) temasuk orang terdekat dalam majlis Umar dan orang yang diajak untuk bermusyawarah. Baik dari kalangan tua maupun muda." (HR. Bukhari, 4276) 

Kemudian menghafal Al-Qur’an menuntut, kesungguhan, kesabaran dan kelebihan, sehingga layak mendapatkan keutamaan dibanding mereka yang hanya sekedar membacanya. Apalagi hafalan ini termasuk fardu kifayah untuk umat. Maka selayaknya para penghafal Al-Qur’an diberi pahala – karena menanggung kewajiban umatnya- dengan mendapatkan pahala yang banyak.

Kemudian yang tampak dalam hadits ini juga menunjukkkan bahwa penghafal Al-Qur’an yang baik berbeda dengan penghafal yang tidak baik. Maka diangkatnya derajat sesuai dengan sampai dimana bacaan dari hafalannya. Maka bacaan penghafal Al-Qur’an yang baik akan bertambah (kedudukanna) ayat perayat dibandingkan dengan bacaan penghafal yang kurang baik. Kemahiran ini tiada lain dia dapatkan dengan  begadangnnya waktu malam hari dan susah payah di siang hari, serta kesabarannya dalam lelah saat menghafalnya dan mengulang-ulang ayat dan kata. Timbangan yang adil memutuskan bahwa pahala penghafal yang baik lebih tinggi dibandingkan dengan pahala (penghafal) yang kurang baik. Dan masing-masing mendapatkan janji Allah yang baik.

Ibnu Hajar Al-Haitsami  rahimahullah berkata, “Hadits yang disebutkan tadi, khusus bagi orang yang hafal Al-Qur’an. Bukan orang yang sekedar membaca mushaf. Karena kalau sekedar membaca huruf, tidak ada perbedaan dengan orang-orang. Tidak ada perbedaan sedikit dan banyaknya. Yang ada perbedaan dalam hal itu adalah karena dari hafalan di hati. Oleh karena itu posisi mereka berbeda-beda di surga sesuai dengan perbedaan hafalannya. 

Untuk menguatkan pendapat tersebut, bahwa hafalan Al-Qur’an (hukumnya) fardu kifayah untuk umat. Sementara hanya sekedar bacaan di mushaf yang bukan hafalan, tidak  menggugurkan tuntutan dan tidak begitu besar keutamaan seperti keutamaan orang yang menghafal. Maka ditegaskan –yakni hafalan di luar kepala- adalah yang dimaksud dalam hadits  ini. Kesimpulan inilah yang tampak saat memahami hadits ini dengan sedikit perenungan. 

Ucapan para Malaikat kepadanya ( اقرأ وارتق ), tidak diragukan lagi secara jelas menunjukkan hafalan di luar kepala." (Diringkas dari Al-Fatawa Al-haditsiyyah, karangan Ibnu Hajar Al-Haitsami, hal 113) 

Al-Adhim Al-Abadi rahimahullah mengatakan, “Disimpulkan dari hadits, bahwa  pahala yang agung ini tidak didapatkan kecuali orang yang hafal Al-Qur’an, mahir dalam menunaikan serta membacanya sesuai yang diharapkan." (Aunul Ma’bud, 4/237) 

Syekh Al-Albany rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah bahwa maksud perkataan            ( صاحب القرآن )  adalah penghafal (Al-Qur’an) di luar kepala. Sesuai dengan sabda Nabi sallallahu’alalihi wa sallam: “Yang menjadi imam suatu kaum adalah orang yang paling bagus bacaan Kitabullah.” maksudnya yang paling banyak hafalannya. Maka perbedaan keutamaan derajat di surga itu sesuai dengan hafalannya di dunia. Bukan karena bacaannya waktu (di dunia) dan memperbanyak bacaan, sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang. Di dalamnya juga ada keutamaan yang tampak bagi penghafal Al-Qur’an. Akan tetapi dengan syarat, hafalannya hanya mencari keridoan Allah Tabaraka Wa Ta’ala, bukan untuk dunia, dirham dan dinar. Kalau tidak, maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda: 

أكثر منافقي أمتي قراؤها

"Kebanyakan orang munafik dari ummatku adalah para pembaca (penghafal Al-Qur’an).” (Silsialh Al-Ahadits As-Shahihah, 5/284)

Keempat,

Adapun terkait disyaratkannya mengamalkan Al-Qur’an untuk mendapatkan pahala yang agung ini, hal itu juga sangat tampak petunjuknya. Terdapat ancaman keras bagi orang yang tidak mengamalkan Al-Qur’an Al-Karim. Hal tersebut ditunjukkan  dalam hadits panjang , oleh Samurah bin Jundub dari Nabi sallahu alaihi wa sallam terkait dengan mimpi berkata,

أَمَّا الَّذِي يُثْلَغُ رَأْسُهُ بِالحَجَرِ ، فَإِنَّهُ يَأْخُذُ القُرْآنَ فَيَرْفِضُهُ ، وَيَنَامُ عَنِ الصَّلاَةِ المَكْتُوبَةِ   (رواه البخاري،   رقم 1143)

“Adapun orang yang kepalanya dipukul dengan batu, hal itu karena dia mengambil (menghafal) Al-Qur’an namun dia molaknya, serta serta tertidur meninggalkan shalat wajib.” (HR. Bukhari, no. 1143) 

Ibnu Bathal mengatakan, “(menghafal Al-Qur’an namun menolaknya) maksudnya adalah meninggalkan hafalan huruf-hurufnya dan tidak beramal dengan maknanya. Adapun jika dia hanya meninggalkan hafalan huruf-hurufnya namun dia beramal dengan maknanya, maka dia bukan termasuk menolaknya." (Syarh Shahih Bukhari, 3/135)

Adapun hadits yang disebutkan, telah diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, dia berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Ditampakkan padaku pahala umatku, hingga sampah yang dikeluarkan seseorang dari masjid. Dan ditampakkan kepadaku dosa umatku. Aku tidak melihat dosa yang lebih besar dibandingkan seseorang yang telah diberi (hafalan) surat Al-Qur’an atau ayat, kemudian dia melupakannya.” (HR. Tirmizi, 2916 dan lainnya)

Semua riwayat ini dari jalur Abdul Majid bin Abdul Aziz dari Ibnu Juraij dari Al-Matlab bin Abdullah bin Hantob dari Anas bin Malik sampai kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam (marfu).

Akan tetapi hadits ini lemah berdasarkan kesepakan para ulama hadits. Di dalamnya terdapat banyak cacat. Misalnya dibicarakan  perawi Abdul Majid bin Abu Ruwad yang meriwayatkan hadits ini seorang diri, juga tentang terputusnya sanad antara Ibnu Juraij dengan Al-Muththalib dan antara Al-Muththalib dengan Anas bin Malik.

Tirmizi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini asing. Kami tidak mengenalnya kecuali dari jalan ini. Muhammad bin Ismail menyebutkannya tapi beliau tidak mengenal dan merasa asing dengannya. Muhammad mengatakan, “Saya tidak mengetahui bahwa Al-Muththalib bin Abdullah bin Hanthob mendengar salah seorang pun dari para shahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Kecuali dia mengatakan, menyampaikan kepadaku  orang yang menyaksikan khutbah Nabi sallallahu alaihi wa sallam.

Dia juga berkata, "Aku mendengar Abdullah bin Abdurrahman –yaitu Ad-Darimi pemilik Musnad- mengatakan, “Kami tidak mengetahui bahwa Al-Muththalib mendengarkan (hadits) dari salah seorang pun para shahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Abdullah mengatakan, ‘Ali bin Al-Madini mengingkari Al-Muthtahlib mendengarkan dari Anas."

Ibnu Abdul Bar rahimahullah mengatakan, “Hadits ini termasuk yang tidak dapat dijadikan hujjah karena lemahnya.” (At-Tamhid, 14/136)

Ad-Daruquthni rahimahullah mengatakan, “Hadits ini tidak kuat. Karena Ibnu Juraij tidak mendengar apapun dari Al-Muththalib. Dikatakan, dahulu dia memanipulasi dari Ibnu Abi Saburah atau lainnya dari orang-orang dilemahkan (dhu’afa)." (Al-‘Ilal, 12/171)

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam sanadnya ada yang lemah.” (Al-Khulashah, 1/306). Dilemahkan juga oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 9/70. Dan Al-Albany dalam Dhaif Abu Daud, 1/164-167. Wallahu’alam .

*************************************

Kontributor: Syeikh Muhammad Shalih al-Munajid, Ustadz Abu Hatim Sigit, Ahmad Anshor. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy  Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com



Comments

Popular posts from this blog

Tafsir al-Quran

  TAFSIR AL-QUR'AN Bacaan Al-Quran (Al-Quran Recitation) Tafsir As-Su'udi, Al-Baghawi, Ibnu Katsir, Al-Qurthubi, At-Thabari ( Arabic)   Al-Quran Terjemah Per Kata dan Tafsir (Kemenag RI, Jalalain, Ibn Katsir & Al-Misbah )   Al-Quran dan Terjemahannya (Indonesia & English, Bacaan Oleh Al-Afasi ), Tafsir Kemenag dan Aspek Terkait   Tafsir Kemenag RI, Bacaan Oleh Al-Husary Learn Quran Tafsir (Jalalain, Ibnu Katsir, Kemenag RI dan Al-Azhar )   TafsirWeb (Al-Muyassar, Al-Mukhtasar,  Al-Wajiz, As-Sa'di, Sawi , dll)    Tafsir al-Mukhtasar fi Al-Quran al-Karim (Indonesia)       Tafsir Hidayatul Insan - Al Ustadz Marwan Bin Musa   Belajar Al-Quran Kata Per Kata   Tafsir NU Online    Tafsir Al-Mukhtasar fi Al-Quran Karim (English)   Maududi Tafhimul Quran Tafsir (English)   Ibn Kathir Al-Quran Tafsir ( English )   Tafsir Ibn Katheer & Ma’arif ul-Quran (in English, Arabic, Urdu )      Tafsir Ibn Abbas (English)    Tafsir Kashani (English)   Tafsir Kashf Al-Asrar (English)

Darul Quran Mina (DQM)

Darul Qur'an Mina (DQM) Profil & Kegiatan Darul Qur'an Mina (DQM) Wakaf Bangunan DQM   Update Laporan Donasi Wakaf Bangunan DQM    Youtube DQM Channel (English)   Youtube Kajian Tafsir   Youtube Belajar Bahasa Arab   Murattal & Tadabbur al-Quran:  Murattal al-Qur'an Berbagai Qari Masyhur (MP4)   Murattal Al-Quran Qari Utama (MP4)   The Glorious Noble Qur'an -Syaikh Abu Bakr Ash-Shatery, Eng Trans (MP4)   Tadabbur/Tafsir al-Quran (MP3 &MP4)   Tafsir Al-Quran   Ilmu al-Quran (Ulumul Quran) -MP4 Tajwid/Ilmu Tajwid    Belajar Membaca & Tadabbur al-Qur'an (Html,MP3 dan MP4)   Kajian Hadist (Study of Hadith)    Murattal al-Quran Semua List Qari Masyhur (MP3)   Murattal Al-Quran Semua Qori (MP3)   Perpustakaan Audio Quran MP3 Semua Qari   Murattal Al-Quran 30 Juz (MP3 Audio)   List Murattal Al-Qur'an (MP3 Audio) & Tafsir   Al-Quran Digital (Display Ayat dan Terjemahan), Murattal Oleh Syaikh Abdulrahman al-O

Update Laporan Donasi Wakaf Tanah & Bangunan Darul Quran Mina (DQM)

Update Laporan Wakaf  Bangunan Darul Quran Mina (DQM) Yayasan Pembangunan Islam Mina , SK Kementerian Hukum & HAM RI No. AHU.0006005.AH.01.04.2017 1. Kantor Pusat (HQ):  Alamat: Darul Quran Mina (DQM), Lampeuneurut Ujong Blang, Darul Imarah, Aceh Besar, INDONESIA 23352.  Kebutuhan Dana:  - Tanah seluas 364 M2 & 1 Unit Bangunan: Rp 998,000,000,- -  3 unit Balai Pengajian: Rp 26,600,000,- ************************************** Transfer Wakaf Bangunan DQM ke No Rekening (Acc): 📟 No. Acc Bank Aceh Syari'ah : 62002200105180 Kode Bank 116  (Swift Code: PDACIDJ1) 📟 No. Acc Bank Syariah Indonesia: 7147283126 Kode Bank 451  (Swift Code: BSMDIDJAXXX  ) 📟 No. Acc Bank CIMB Niaga Syariah: 761968078600 Kode Bank 022  (Swift Code: BNIAIDJA XXX ) Semuanya a.n: Sofyan Kaoy Umar  Konfirmasi setelah Transfer:  WA: +6281234582087 (Ust.Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF), Ketua Pengurus Yayasan Pembangunan Islam Mina Khusus  bagi  muhsinin Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia &am