Ulama Benci Kecurangan
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ
اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Disini dicoba ceritakan sosok2 agung dari generasi Islam pertama, kali
ini kami mengambil kisah yang mungkin jarang diperdengarkan yaitu kisah seorang
tabiin, tentunyania adalah seorang ulama. Yang memang bukan saja kaya akan ilmu
tapi juga sikapnya, pendiriannya yang sesuai dg pemahaman ilmunya. Tdk
bergeser. Itulah baru layak dinamakan ulama!!! Ilmu yang tinggi yang
dijewantahkan oleh sikap yang tidak berbeda dengan ilmu yang dikuasainya. Tdk
seperti ada pihak yg mengaku ulama.. Tentunya ulama Suu… ilmu nya berada di
ruang lain, dan sikapnya di ruang yg berbeda. Saling bertolak belakang.
Yang kami kisahkan kali ini adalah ibnu Sirin. Muhammad Bin Sirin atau
dikenal dengan Ibnu Sirin. Tokoh Tabiin. Beliau adalah ahli Ibadah, yamg mana
kehidupannya setiap pagi beliau mengajar, siangnya berdagang, dan pada malam
harinya beliau beribadah kepada Allah. Hidupnya terbagi 3 waktu… Setiap
harinya. Beliau lahir 2 tahun menjelang berakhirnya masa pemerintahan Khalifah
Utsman bin Affan. Beliau tidak bertemu Nabi, oleh sebab itu ia disebut tabiin,
tapi beliau masih bertemu dengan sahabat2 utama Rasulullah…
Suatu ketika ia membeli minyak sayur dalam jumlah besar untuk
kepentingan usaha perdagangannya senilai 40.000 dirham, atau bila dinilai
sekarang senilai Rp 3.2 milyar. Ia membelinya dengan sistem kredit, syariah
murni tentunya. Ketika salah satu kaleng minyak itu dibuka, di dalamnya
didapatkan bangkai tikus yang sudah membusuk. Sejenak ia mulai berpikir, apakah
ia harus mengembalikannya atau tidak, sesuai dengan perjanjian yang mengatakan,
“Apabila terdapat aib pada barangnya, maka ia berhak mengembalikannya.” Tapi,
ia mengkhawatirkan tentang sesuatu. Apabila ia mengembalikannya, tentu si
pedagang minyak sayur itu akan menjualnya kepada orang lain lagi. Sedangkan
tempat pembuatan minyak hanya satu. Sudah barang tentu seluruh minyak telah
tercemar oleh bangkai tikus itu. Jika dijual kepada orang lain, maka akan
tersebarlah bangkai dan najis itu ke setiap orang. Atas pertimbangan tersebut,
maka dibuanglah seluruh minyak itu. Ketika datang penjual minyak itu untuk
menagih, ia tidak memiliki uang. Karena tidak ada yang bisa dijual…. Ia segera
diadukan kepada qadi (hakim pengadilan). Maka ia pun dipanggil untuk diadili.
Setelah itu ia dipenjarakan karena kasus tersebut.
Di dalam penjara, petugas merasa sangat kasihan kepadanya. Karena petugas
menilainya sebagai orang shalih. Suara tangis yang mengiringi setiap shalat dan
munajatnya selalu terdengar oleh petugas tersebut. Setelah memandang iba
kepadanya, penjaga penjara itu berkata kepadanya, “Syaikh, bagaimana kalau saya
menolong anda. Saat malam anda boleh pulang ke rumah. Keesokannya anda datang
lagi ke sini. Apa anda setuju?” Ia menjawab, “Kalau engkau melakukan demikian,
maka engkau telah berlaku khianat. Saya tidak setuju.”
Sebelum wafat, Anas sempat berwasiat agar yang memandikan dan menguburkannya
adalah Muhammad bin Sirin. Salah seorang kerabat Anas bin Malik memohon kepada
petugas penjara agar Muhammad bin Sirin diizinkan menunaikan wasiat gurunya.
Petugas mengizinkannya. Tetapi, Muhammad bin Sirin berkata, “Saya dipenjara
bukan karena penguasa. Tapi karena pemilik barang. Saya tidak akan keluar
sampai pemilik barang mengizinkannya. Setelah pemilik barang mengizinkannya,
berangkatlah ia ke tempat Anas bin Malik dibaringkan. Usai mengurus jenazah
Anas bin Malik, ia kembali ke penjara tanpa mampir ke rumahnya barang sejenak
pun.
Kisah kedua :
Masih Ibnu Sirin..
Suatu ketika, ada seseorang menagih hutang kepadanya sebanyak dua
dirham. Sedangkan ia sendiri tidak merasa berhutang. Orang tersebut tetap
bersikukuh dengan tuduhannya. Karena ia mempunyai bukti, selembar kertas
perjanjian hutang yang tertera di atasnya tanda tangan Muhammad bin Sirin.
Dengan penuh paksa, ia meminta Muhammad bin Sirin untuk melakukan
sumpah. Ketika ia hendak bersumpah, banyak orang yang merasa heran mengapa ia
menuruti kemauan si penuduh itu. Salah seorang rekan Muhammad bin Sirin
bertanya, “Syaikh, kenapa Anda mau bersumpah hanya untuk masalah sepele, dua
keping dirham, padahal baru saja kemarin anda telah merelakan 40 ribu dirham
untuk diinfakkan kepada orang lain.” Lantas Muhammad bin Sirin menjawab, “Iya,
saya bersumpah karena saya tahu bahwa orang itu memang telah berdusta. Jika
saya tidak bersumpah, berarti ia akan memakan barang yang haram.”
Apa yg dicermati dari kisah2 tadi?
Begitu berhati2 nya umat Islam generasi pertama untuk menghindari suatu
yg haram, suatu yg curang dan khianat…
Bagaimana umat islam saat ini dalam berbisnis… Dalam berpolitik dan lain
lain…
Semoga saja hal yg baru kita lakukan Pilpres 1-2 bulan yg lalu… Kita
yakin di setiap kubu yg kemarin berkompetisi… ada banyak yg (mengakui atau
diakui) sebagai ulama.. Kita berharap mereka para ulama2 tersebut menjadi ibnu
Sirin2 jaman modern… Yg bisa berani mar maruf nahi mungkar! Yg bisa menasehati
petingginya… Melarang kejahatan berkembang, Melarang kecurangan yg terjadi yg
dilakukan kelompoknya, menasehati, dan mencegah kemungkaran, dan merasa tdk
senang bila para pelaku curang menikmati hasil kecurangannya…
Apalagi sebagiannya menganggap, tak ada lembaga apapun saat ini yang
masih dianggap netral.
Kita masih menahan nafas menunggu sepak terjang ulama ulama tersebut,
ketahuilah dari lisan ulama yg lurus umat pun akan samina wa athona… Dalam
melindungi kejayaan islam dan umat islam.
Allah SWT berfirman:
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِيْنَ ۙ
Neraka wail lah bagi pelaku curang….
Dan bagi umat islam, tentunya, apapun yg akan terjadi setelah optimal
dan sudah maksimum berikhtiar, insyaAllah akan tenang… Dan janganlah lupa ayat
ini…
Allah SWT berfirman:
مَاۤ اَصَا بَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ فِى
الْاَرْضِ وَلَا فِيْۤ اَنْفُسِكُمْ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ
نَّبْـرَاَهَا ۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌ ۖ
“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri,
semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya.
Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah”
(QS. Al-Hadid 57: Ayat 22)
Comments
Post a Comment