Skip to main content

Sukses dan Berkah Hidup


Sukses dan Berkah Hidup


Selayaknya hidup ini kita orientasikan untuk menjadi pribadi yang membangun keluarga dan masyarakat yang bertakwa. Semua orang pasti suka diberi sehat, panjang umur, hidup indah dan hidup berkecukupan. Hanya saja, perjalanan hidup tak selalu ideal. Ibarat pepatah, hidup seperti roda pedati. Kadang di atas, kadang di bawah. Ada orang mudah mencari harta, dia kaya-raya, tetapi tidak berkah. Hatinya selalu gundah, penyakit datang tiap saat. Sementara itu, ada orang yang setiap hari hanya mampu makan dan minum saja. Tidur bahkan hanya di atas becak. Namun Allah subhanahu Wata’ala selalu memberinya kesehatan, jauh dari sakit dan jauh dari kegelisahan batin.
Karena itu dalam Islam, kaum Muslim dianjurkan mencari keberkahan (barakah). Berkah (barokah). Dalam kamu Al Munawwri, barakah (البركة) artinya adalah “karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia.” Sedang menurut Imam al Ghazali, berkah artinya ziyadatul khair, “bertambah-tambahnya kebaikan”.
Di bawah ini empat kunci meraih keberkahan hidup.
Takwa. Sebagian orang, takwa itu masih dinilai abstrak. Meskipun dalam beberapa ayat, teknik operasionalnya cukup jelas. Seperti takwa pada ayat 133 dan 144 Surah Ali Imran, operasionalnya cukup jelas. Tetapi, dalam konteks keuntungan yang langsung diperoleh dalam kehidupan dunia, kejelian berpikir memang sangat diperlukan. Operasional takwa pada ayat ini diantaranya adalah tetap membelanjakan (infaq) harta bendanya di jalan Allah baik dalam kondisi lapang maupun sempit. Infaq dalam kondisi lapang, mungkin tidak seberat kala dalam kondisi sempit (amat berhajat terhadap harta). Tetapi, jika ingin sampai pada derajat takwa, keduanya mesti diupayakan.
Muslim yang mau berpikir, tentu akan menggali hikmah  di balik diberlakukannya perintah yang sepintas cukup memberatkan ini. Mari kita kupas perlahan-lahan.
Kalau diperhatikan, setiap akhir pekan, warga ibu kota dan warga kota-kota besar di negeri ini (dominan kaum hawa) sangat gemar kongkow atau shopping di mall. Mall bak rumah kedua yang amat membahagiakan hati mereka. Apa pasal, diskon, sale dan obral komoditi yang mereka sukai, sehingga berada di mall meski akan menguras tabungan, tetap mereka lakukan dengan senang hati. Sedangkan takwa, tidak sependek berbelanja di mall yang lagi obral diskon dan hadiah. Tetapi, secara logika, pengamalan takwa secara sungguh-sungguh akan mendatangkan keuntungan tak terkira, yang bukan saja di dunia, tetapi juga di akhirat. Tetapi, lagi-lagi di sini diperlukan kejelian atau tepatnya kedalaman berpikir, sehingga ada kekuatan untuk terus sabar dan istiqomah dalam menjalani kehidupan ini dengan takwa.
Shalat. Manivestasi iman paling dasar yang akan membuat ketakwaan seorang Mukmin terpelihara adalah shalat. Shalat secara fisik dalam tinjauan medis, ternyata memberikan dampak signifikan bagi kesehatan tubuh. Padahal, shalat di sisi yang lebih inti, merupakan media komunikasi setiap hamba dengan Alah Ta’ala.
Posisi sujud misalnya. Gerakan menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi pada lantai itu ternyata memiliki dampak sangat bagus bagi kesehatan tubuh. Manfaat: Aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak. Posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisamengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Karena itu, lakukan sujud dengan tuma’ninah, jangan tergesa – gesa agar darah mencukupi kapasitasnya di otak. Postur ini juga menghindarkan gangguan wasir. Khusus bagi wanita, baik rukuk maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan organ kewanitaan.
Manfaat pada gerakan lain, tentu juga tidak kalah baiknya bagi kesehatan tubuh. Logikanya, semakin sering shalat dilakukan semakin baik kesehatan kita. Dengan kata lain, kewajiban shalat ini sejatinya adalah perintah yang Allah berikan kepada kita untuk memenuhi kebutuhan jiwa raga manusia itu sendiri. Dengan kata lain, siapa enggan shalat apalagi tidak mau shalat, maka kerugiannya sangat luar biasa.
Sedekah. Sedekah ini empirisnya terkesan mengurangi aset atau harta. Tapi, hakikatnya tidak. Contoh, seorang ibu yang merelakan 100 persen daya potensi dan waktunya untuk mendidik anak-anaknya, hampir pasti akan memiliki anak yang cerdas, kuat dan insha Allah sholeh dan sholehah. Bandingkan dengan seorang ibu yang tidak memberikan 100 persen daya potensi dan waktunya kepada putra-putrinya. Demikian pula dengan sedekah. Sedekah itu mengurangi nominal atau angka, tetapi menambah pada sisi lainnya, yang pada akhirnya akan berimbas pada penambahan nominal itu sendiri. Abdurrahman bin Auf memang banyak mengeluarkan sedekah, tetapi sedekah itu pula yang membuatnya kwalahan menerima keuntungan dalam bisnis yang dijalaninya.
Oleh karena itu, tidak salah jika belakangan muncul istilah Giving is Receiving (memberi itu hakikatnya menerima). Toh, dalam Al-Qur’an, satu sedekah atau infaq Allah janjikan balasan hingga 700 kali lipat (QS. Al-Baqarah [2]: 261). Tentu semua mensyaratkan keikhlasan dan kebeningan hati dan keseuaian dengan tuntunan Nabi.
Memberi Maaf. Terluka, sakit hati, setiap orang rasanya pasti pernah mengalami ini. Tetapi, memelihara dendam ilustrasinya sama dengan orang yang menyimpan bau busuk di lemari pribadinya. Mustahil kan orang mau melakukan itu? Tetapi, dendam tidak sama dengan bau busuk. Kebanyakan orang yang enggan berpikir dan mengedepankan egonya, lebih memilih dendam daripada iman. Akhirnya tidak mau memaafkan, bahkan kalau bisa cari cara gimana caranya bisa balas dendam.
Tetapi, bagaimanapun Islam tidak menghendaki umatnya menjadi pendendam. Dalam soal ini, kita patut bercermin kepada Nabi Yusuf Alayhissalam. Beliau mengalami derita luar biasa karena sifat iri, dengki dan hasad saudara-saudaranya. Tetapi, kala Nabi Yusuf menjadi orang dan saudara-saudaranya datang dalam kondisi tak berdaya, beliau memaafkan mereka yang pernah menganiaya dan menyengsarakan kehidupan beliau.
قَالَ لاَ تَثْرَيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
Dia (Yusuf) berkata: “Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang” (QS. Yusuf [12]: 92).
Kita bisa lihat, apa pengakuan Allah terhadap sikap Nabi Yusuf yang jantan memberi maaf itu? Allah menyebut kisah beliau sebagai sebaik-baik kisah dari sejarah kehidupan umat manusia yang pernah ada di muka bumi ini.
Tentu, masih banyak amalan lain yang penting yang juga merupakan bagian dari manivestasi takwa dalam kehidupan dan keseharian kita, yang jika diamalkan tidak saja akan mendatangkan manfaat baik bagi jiwa dan raga, tetapi juga pengakuan dari Allah Ta’ala sendiri yang mencptakan kita ini. Oleh karena itu, selayaknya hidup ini kita orientasikan untuk menjadi pribadi yang membangun keluarga dan masyarakat yang bertakwa.*

Tidur pagi, memang terasa mengenakkan, terutama bagi mereka yang memang tak bisa mengelakkannya. Usai Subuh, kepala langsung terasa berat dan hati pun seolah mendesak agar badan segera rebah dan secepat mungkin memejamkan mata. Mungkin wajar, membuat kondisi tubuh memang lejar. Tetapi, jika tanpa sebab, lantas setiap pagi melenakan diri dengan tidur, aduhai betapa ruginya.
Sedang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam setiap pagi hari memanjatkan doa untuk umatnya. اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا “Ya Allah berikanlah berkah kepada umatku di pagi hari mereka.” (HR. Tirmidzi). Artinya, pagi bukan saatnya untuk berleyeh-leyeh, apalagi kembali pulas mendengkur. Oleh sebab itu, mesti ada niat dan ikhtiyar kuat dalam diri agar kita tidak termasuk umat Islam yang kehilangan berkah, justru di awal suatu hari bermula. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya.”
Rasulullah menjelaskan, barangsiapa yang tidak bagun di pagi hari,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ : { يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ ثَلَاثَ عُقَدٍ إِذَا نَامَ بِكُلِّ عُقْدَةٍ يَضْرِبُ عَلَيْكَ لَيْلًا طَوِيلًا فَإِذَا اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ وَإِذَا تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عَنْهُ عُقْدَتَانِ فَإِذَا صَلَّى انْحَلَّتْ الْعُقَدُ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ وَ إِلَّا أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلَانَ}.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Setan akan mengikat tengkuk salah seorang dari kalian saat tidur dengan tiga ikatan ia akan membisikkan kepadamu bahwa malam masih panjang, jika ia terbangun lalu berdzikir pada Allah lepaslah satu ikatan, jika ia berwudlu maka lepaslah dua ikatan, dan jika ia melanjutkan dengan sholat, maka lepaslah seluruh ikatan itu, sehingga pada pagi harinya ia mulai dengan penuh kesemangatan dan jiwanya pun sehat, namun jika tidak, maka dia akan memasuki waktu pagi dengan jiwa yang keji dan penuh kemalasan.” [HR Bukhari]

Pertama, Berdzikir
Dzikir pagi adalah amalan yang patut digalakkan. Karena selain membuat lebih bersemangat di pagi hari juga berdampak dimudahkan segala urusan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Dzikir pagi  dibaca saat masuk waktu Subuh hingga matahari terbit. Namun boleh juga dibaca sampai matahari akan bergeser ke barat. Soal bacaan wirid, ada bermacam-macam  pilihan. Masalah dzikir pagi ini, Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا * وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” [QS. Al-Ahzaab : 41-42].
Dari Anas Ibnu Mali, Rasulullah bersabda;
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لَأَنْ أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَعَالَى مِنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَةً مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيل، وَلَأَنْ أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللَّهَ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مَنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَةً
“Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Aku duduk bersama orang-orang yang berdzikir kepada Allah ta’ala mulai shalat Subuh hingga terbit matahari lebih aku senangi daripada memerdekakan empat orang budak dari anak Ismaa’iil. Dan aku duduk bersama orang-orang yang berdzikir kepada Allah mulai shalat ‘Ashar hingga tenggelam matahari lebih aku senangi daripada memerdekakan empat orang budak.” [HR: Abu Daawud, Al-Baihaqiy]

Kedua, tilawah Al-Qur’an
Tilawah Al-Qur’an, terlebih jika diniati untuk dibaca dengan penuh penghayatan, perenungan dan kesiapan hati mengikuti dan mengamalkan kandungannya, hal ini akan sangat membantu fokus otak dan hati untuk lebih siap menyudahi Shubuh dengan kebaikan, ilmu dan spirit iman yang lebih hidup. Terlebih waktu Shubuh udara masih bersih, suasana belum bising dan fisik juga masih segar. Tentu hal tersebut akan memudahkan akal, hati dan emosi lebih cepat merasakan getaran, kesan dan spirit dari ayat demi ayat yang dibaca. Bahkan, para penghafal Qur’an, memanfaatkan waktu emas ini sebagai momentum untuk muroja’ah (mengulang-ulang hafalannya). Andaikata hanya bisa tilawah selembar atau dua lembar, sebagai langkah awal, ini tentu suatu kemajuan yang harus terus dijaga dan ditingkatkan.

Ketiga, memulai beraktivitaslah
Rasulullah, tidak menjumpai pagi melainkan bergegas dalam beraktivitas. Seperti yang Allah firmankan;
وَإِذْ غَدَوْتَ مِنْ أَهْلِكَ تُبَوِّئُ الْمُؤْمِنِينَ مَقَاعِدَ لِلْقِتَالِ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan (ingatlah), ketika kamu berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk berperang.” (QS. Ali Imron [3]: 121).
Jadi, tidak salah jika bangsa Arab mengenal petuah, “Waktu adalah pedang.” Kemudian dalam bahasa kita dikenal, “Siapa cepat dia dapat.” Dengan kata lain, siapa bergegas dalam beraktivitas insya Allah dia akan sukses. Sinkron dengan apa yang jamak diketahui orang, “Man jadda wajada” (Siapa bersungguh-sungguh dia dapat). Dengan demikian, selesai sholat Subuh, selesai tilawah, jangan rebahkan badan. Tapi bangkit dan bergeraklah melakukan aktivitas mulia lainnya. Seperti menyapu rumah, mencuci piring, atau apapun yang pada intinya tubuh bisa bergerak sehingga lepas dari gelayutan mata yang memaksa diri terus mengangut.

Keempatsegerakan mandi
Kebaikan, dalam Islam hukumnya mesti disegerakan, demikian pula halnya dengan mandi di pagi hari. Andaikata jam keluar rumah terbilang masih siang, menyegerakan mandi pagi jelas tidak merugikan. Selain akan memberikan kesegaran lebih dini, waktu untuk melakukan persiapan sebelum menjalani rutinitas harian di luar rumah, bisa dilakukan lebih awal, sehingga mencegah adanya barang tertinggal atau urusan yang terselap, termasuk terhindar dari berangkat terburu-buru. Dengan begitu, insya Allah, semua urusan akan berjalan sesuai rencana. Kemudian, dalam tinjauan medis, mandi pagi memberikan banyak keuntungan. Mulai dari lancarnya peredaran darah, meningkatnya produksi sel darah putih, mengurangi resiko darah tinggi, serta meningkatkan kesuburan.

Kelima, beramal
Diriwayatkan sahabat Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ
“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seorangpun yang membebani dirinya di luar kemampuannya kecuali dia akan dikalahkan. Hendaklah kalian melakukan amal dengan sempurna (tanpa berlebihan dan menganggap remeh). Jika tidak mampu berbuat yang sempurna (ideal) maka lakukanlah yang mendekatinya. Perhatikanlah ada pahala di balik amal yang selalu berterusan . Lakukanlah ibadah (secara berterusan) di waktu pagi dan waktu setelah matahari tergelincir serta beberapa waktu di akhir malam.” [HR. Bukhari no. 39]

Keenam, Shalat Dhuha
Shalat Dhuha merupakan sunnah mu’akkadah, terbukti telah dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana diriwayatkan Muslim,  dari hadits Aisyah radhiallahu anha, dia berkata;
( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا ، وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللَّهُ )
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam shalat Dhuha sebanyak empat (rakaat), kadang beliau menambah sesuai keinginannya.”
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى
“Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih (subhanallah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahmid (alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha illallah) bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai sedekah. Begitu pula amar ma’ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak 2 raka’at.”[HR Muslim]
Adalah Ibnul Qayyim Dalam Kitab Zaadul Ma’ad, (4/378) pernah berkata tentang empat hal yang akan menghampat datanganya rizki; “Empat hal yang menghambat datangnya rizki:  tidur di waktu pagi,sedikit shalat,  malas-malasan dan berkhianat.” Semoga empat hal yang  dimaksud Ibnu Qayyim tidak masuk di antara kita semua. Selamat menjemput berkah pagi hari.

Kunci Sukses Umar bin Abdul Aziz
Masa kepemimpinan Umar bin ‘Abdul ‘Aziz –meski hanya dua tahun setengah bulan (Ibnu Jauzi, Sirah wa Manaqib Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, 94)- dalam Dinasti Umawiyah terbilang sukses. Pada masanya, keadilan benar-benar tegak. Rasa aman meliputi seantero negeri. Harta begitu melimpah ruah. Bahkan, pada suatu kesempatan, Umar bin Usaid memberi kesaksian tentang Umar bin Abdul ‘Aziz bahwa sebelum beliau wafat, masyarakat sudah dalam kondisi makmur. Begitu sejahteranya, sampai sangat kesulitan mencari orang yang berhak menerima zakat karena Umar telah membuat mereka sejahtera. (Adz-Dzahabi, Siyaru A’lam al-Nubala, V/131). Melihat kesuksesan ini, tidak berlebihan jika Sufyan Ats-Tsauri, Tabi’in kenamaan sampai menyandingkannya dengan keempat al-Khulafā al-Rasyidīn (As-Suyuthi, Tārīkh al-Khulafā, 180).

Salah satu kunci sukses Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dalam menjalankan roda pemerintahanya (99-101 H/717-720M) adalah sinerginya dengan para ulama. Beliau sendiri, dalam catatan sejarah dikenal sebagai amir (penguasa) yang alim (berilmu), atau dalam bahasa lain, umara sekaligus ulama. Dalam catatan sejarah, beliau terhitung sebagai ulama dan fuqaha besar sekaligus umara. Bahkan, seorang ulama bernama Maimun bin Mahran, menyebutnya sebagai mu’allim al-‘Ulama (Ibnu Jauzi, Ibnu Jauzi, 1984: 35).

Untuk mengetahui kedekatan beliau dengan ulama, nasihat Umar berikut bisa dijadikan ukuran, “Jadilah seorang ulama! Jika tidak bisa, maka jadilah seorang pembelajar! Jika tidak bisa, maka cintailah mereka! Jika tidak bisa, maka jangan murka kepada mereka.” (Sirah ‘Umar bin Abdul Aziz, 118). Kata-katanya ini bukan sekadar wacana teoritis. Dalam kehidupan nyata, memang ulama benar-benar begitu diperlakukan secara istimewa.

Pada masanya, ulama dijamin kesejahteraannya. Sebagai contoh, saat ia mengutus Ibnu Abi Malik dan Harits bin Muhammad ke suatu desa untuk mengajarkan as-Sunnah kepada masyarakat. Keduanya diberi upah. Yazid menerima, sedangkan Harits menolaknya, sembari berkata, “Aku tidak akan mengambil upah dari ilmu yang telah Allah ajarkan kepadaku.” Hal itu kemudian diberi tahukan kepada Umar bin Abdul ‘Aziz, lalu beliau berkomentar, “Aku melihat tidak menjadi masalah apa yang dilakukan Yazid. Semoga Allah memperbanyak orang seperti Harits (Ibnu Jauzi, Sirah Umar bin Abdul ‘Aziz, 141).

Mengingat begitu banyaknya ulama yang ikut andil dalam tampuk kepemimpinannya, tidak berlebihan jika Muhammad Shallabi dalam buku ‘Umar bin Abdul ‘Aziz Ma’alimu al-Tajdid wa wa al-Ishlah al-Rasyid ‘ala minhaj al-Nubuwwah menyatakan  bahwa pemerintahan yang dinahkodainya layak disebut “Daulah (negara) Ulama” (2006: 192). Penilaian ini lahir karena memang Umar melibatkan banyak bersinergi dengan ulama dalam memimpin, dan itu terbukti sukses.

Paling tidak ada tiga poin penting, sebagaimana paparan Shallabi (2006: 193, 195, 196), yang menunjukkan bahwa Umar bin Abdul ‘Aziz melibatkan banyak ulama dalam pemerintahannya: Pertama, beliau dikenal sangat dekat dengan ulama. Sebagai contoh, ‘Arāk bin Malik al-Ghifari (salah satu ulama yang dekat dengan beliau) dikenal sebagai sosok ulama yang sangat keras dalam mengusut kasus kedzaliman keluarga Marwan. Tentu saja, saran-saran dari ‘Arāk bin Malik ini, sangat diperhitungkan oleh Umar bin Abdul ‘Aziz.

Kedua, rajin meminta nasihat mereka. Ulama sekaliber Salim bin Abdillah bin Umar bin Khattab, Muhammad bin Ka’ab Al-Quradhi, Abu Hazim Salmah bin Dinar, Al-Qasim bin Mukhaimirah, Hasan al-Bashri dan lain sebagainya, adalah di antara ulama yang diminta nasihatnya oleh beliau.

Ketiga, melibatkan mereka secara langsung dalam menjalankan pemerintahan. Sebagai contoh, berikut ini adalah beberapa nama ulama yang dilibatkan dalam kepemimpinannya: Ma`mun bin Mahran diberi mandat memegang urusan pajak al-Jazirah; Abdul Hamid bin Abdurrahman bin Zaid bin Khattab sebagai gubernur Kuffah: Abu Bakar bin Umar bin Hazm sebagai gubernur Madinah Munawwarah.; Ismail bin Abi Muhajir sebagai gubernur Afrika; Addi bin Addi al-Kindi sebagai gubernur al-Jazirah, al-Furatiyah, Armeniya dan Azarbaijan; Ubadah bin Nasi bin Wabishah al-‘Abdi sebagai wali Raqqa; Wahab bin Munabbih sebagai penanggung jawab Baitul Maal di Yaman; al-Shalih bin Jubair al-Shudai sebagai penanggung jawab pajak untuk Umar.

Dari ketiga poin tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu kunci sukses Umar bin Abdul ‘Aziz ialah kebersamaannya dengan ulama dalam mengatur urusan pemerintahannya.  Sangat beralasan jika Imam Hasan Al-Bashri, ketika khalifah yang dikenal adil ini wafat, beliau benar-benar kehilangan, “Telah meninggal manusia terbaik.” (Ibnu Jauzi, 1984: 35).

Setiap manusia pasti mendambakan kesuksesan dalam hidupnya. Kita juga sebagai orang Islam tentunya ingin sukses baik di kehidupan dunia maupun akhirat sebagaimana digambarkan dalam doa kita “Rabbana atina fiddun ‘ya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina aza bannar“. Islam adalah agama yang menuntun umatnya untuk menjadi orang-orang yang sukses. Untuk meraih kesuksesan dunia akhirat itu, Allah Swt juga telah memberikan petunjuk yang fenomenal yaitu Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ditemukan ayat-ayat yang berbicara tentang kesuksesan dan orang-orang sukses. Ternyata sukses menurut manusia berbeda total dengan sukses menurut Allah Subhanahu Wata’ala.

Sungguh rugi orang yang mengira dirinya telah sukses dan dianggap manusia sebagai orang sukses dalam kehidupan di dunia, tapi ternyata ia termasuk orang yang gagal total. Sukses yang sebenarnya, sejati, hakiki dan abadi adalah sukses menurut Allah Subhanahu Wata’aladalam kitab-Nya, Al-Qur’an,” ujar  Hajarul Akbar.

Ada yang menyebut sukses ketika orang berhasil meraih apa pun yang dia inginkan, ada pula yang menyebut sukses ketika kita mampu menjadi orang yang bernilai di mata manusia. Tak jarang pula yang menyebut sukses dalam hidup ketika banyak uang dan lancar dalam bisnis dan pekerjaan. Apa pun pandangan orang tentang kesuksesan patut diapresiasi, selama terarah untuk meraih kedekatan dengan Sang Pencipta. Al-Quran sendiri mempunyai standar dan indikator kesuksesan seseorang dalam hidup. Sukses menurut Al-Quran tak terletak pada banyaknya properti, uang, lahan bisnis, kekuasaan atau popularitas.

“Kesuksesan di dunia bukanlah hal yang mutlak untuk diupayakan. Justru kesuksesan tersebut haruslah menjadi dasar pencapaian kehidupan sukses di akhirat. Seorang mukmin sebaiknya menjaga dirinya dari bahaya fitnah yang disebabkan harta dan kedudukan. Ia harus tetap mempertahankan agama dan keimanannya agar memperoleh kesuksesan yang sama di akhirat, Rasulullah juga bersabda, “Barangsiapa yang obsesinya akhirat, tujuannya akhirat, niatnya akhirat, cita-citanya akhirat, maka dia mendapatkan tiga perkara: Allah menjadikan kecukupan di hatinya, Allah mengumpulkan urusannya, dan dunia datang kepada dia dalam keadaan dunia itu hina. Barangsiapa yang obsesinya dunia, tujuannya dunia, niatnya dunia, cita-citanya dunia, maka dia mendapatkan tiga perkara: Allah menjadikan kemelaratan ada di depan matanya, Allah mencerai-beraikan urusannya, dan dunia tidak datang kecuali yang ditakdirkan untuk dia saja.”

Untuk mendapatkan pesona dunia tersebut manusia menghabiskan demikian banyak waktu bekerja keras menumpuk harta mengejar kebahagiaan duniawi. Pencinta dunia bahkan tidak atau sedikit saja menyisakan waktunya untuk amal akhirat di sela-sela kesibukan kerjanya atau di waktu luangnya dan dikala ia sehat. Mereka bahkan melupakan shalat atau minimal menunda shalat berjamaah karena lebih penting waktu untuk urusan dunia yang lebih jelas terlihat di depan mata mereka. Sebagian bahkan siap korupsi, merampok, mencuri, menganiaya, menipu, memperkosa, membodohi orang lain untuk mendapatkan tiket membeli pesona dunia.

Disisi lain, sebagian manusia meluangkan demikian banyak waktunya untuk menikmati pesona dunia, bahkan tanpa mau bekerja dengan keras apalagi beribadah kepada pemilik dunia ini, Allah Swt. Merekalah para pemilik harta berlebih yang menggunakannya untuk bersantai dan menikmati fasilitas dunia, termasuk para pemilik waktu yang menggunakannya untuk bermalas-malas di rumahnya yang nyaman, bermaksiat atau menikmati narkoba, termasuk juga para pemilik kekuasaan yang menggunakan kelebihannya untuk mendengar kekaguman orang lain pada dirinya atau memamerkan pengaruhnya atau fisiknya yang indah.

‎‎‎”Hari ini banyak orang yang tidak percaya lagi pada umat Islam, sampai-sampai ada anggapan lebih baik pemimpin kafir dari pada muslim. Ini musibah besar bagi umat ini. Kenapa sampai tidak dipercaya, karena sudah rendah sekali moralnya, akhlaknya, ketaatannya kepada Allah semakin berkurang dengan munculnya penyakit wahn yaitu cinta dunia takut mati,” Para pecinta dunia hanya berpikir bahwa tak mungkin Tuhan menciptakan dunia yang sangat sempurna, luas dan lengkap ini kalau tidak untuk dinikmati. Bahkan mereka berpikir tak mungkin Tuhan akan menghancurkan dunia ciptaan-Nya sendiri yang demikian menakjubkan ini melalui suatu bencana kiamat. Pencinta dunia hanya takjub kepada dunia yang luar biasa ini dan tidak pada akhirat karena mereka tidak tahu gambaran mengenai akhirat.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam pernah bersabda: “Seandainya dunia itu ada nilainya di sisi Allah Swt bahkan seberat sayap nyamuk sekalipun, tentu Dia tidak akan sudi memberi makan dan minum pada orang kafir meskipun seteguk air.” (HR Tirmidzi, shahih).Hadits ini juga memberi makna, rezeki dan kebahagiaan dunia juga diberikan Allah pada orang kafir maupun fasik, bahkan sering diberikan lebih banyak dibanding yang Ia berikan kepada orang-orang yang shaleh, ini karena nilai dunia yang sangat tidak ada artinya dibanding akhirat.

Karenanya, setiap muslim diingatkan harus mempertimbangkan kepentingan akhirat dalam setiap aktivitasnya. Dunia ini adalah ladang untuk bercocok tanam (tempat melakukan amal ibadah dan amal kebajikan) yang hasilnya dipanen kelak di negeri akhirat.

Sering membacakan Al quran merupakan salah satu cara agar kehidupan berkualitas, menjadi tertata dan berkah. Namun jika jarang membaca ayat suci Al quran, maka berbagai masalah akan muncul, karena Al Quran itu sendiri obat dan solusi untuk mengatasi semua persoalan umat manusia. Dalam mempelajari dan interaksi dengan Al Quran ada tiga tingkatan. Pertama, tingkatkan kuantitasnya baca Al Quran minimal khatam Al Quran 40 hari sekali bagi orang selemah-lemahnya iman. “Jika Al Quran jauh dari bacaan seorang muslim, maka setan masuk. Jika sampai malas baca quran, pertanda banyak penyakit dalam tubuh. Baru lima menit saja pegang dan baca al-Quran sudah ngantuk. Jangan seolah-olah Al Quran hanya untuk anak-anak TPA. Ketika usia anak-anak ngaji, sudah tua tidak ngaji-ngaji lagi,”.Kemudian juga, kualitas bacaan Al-Quran perlu jugaditingkatkan, serta intensitas atau seringnya membaca Al quran setiap saat.

Kita selalu harus berupaya agar kerja keras yang kita lakukan dalam hidup menghasilkan prestasi besar di bidang kita masing-masing. Umumnya, ayah-ibu kita dari keluarga sederhana, ada yang dari guru, dosen, hidup pas-pasan, kita tidak diwarisi harta yang banyak. Jadi apa yang merubah hidup kita? Ilmu!” Contohnya dengan ilmu arsitektur yang dikuasai seseorang bisa mendatangi lebih dari 150 kota di dunia untuk urusan pekerjaan di bidang tersebut, seperti Ridwan Kamil. Ia pun memenangkan sayembara pembangunan Museum Tsunami Aceh yang diikuti lebih dari 200 arsitek pada tahun 2007. Selain ilmu yang menjadi modal dasar dalam berkarya hidup itu berkompetisi. Dalam menjalaninya pun seseorang harus memberikan yang terbaik. “Apa itu yang terbaik? Kalau diminta lima, kasih tujuh; diminta seratus, kasih dua ratus; diminta satu hari, kasih dua hari. Itu yang disebut memberikan energi positif,”

Hasan Al-Bashri berkata, “Waktu, paling berharga untuk kujaga. Dan, kulihat begit mudah untuk hilang.”
Ibarat gasing, waktu begitu kencang berputar. Detik ke menit, menit ke jam, jam berubah jadi hari, lalu menjadi pekan, bulan, tahun, windu, abad, dan seterusnya. Manusia dan waktu adalah dua bagian yang tak terpisahkan, seperti jiwa dan raga. Karena itu, waktu  sangat esensi dalam perjalanan hidup kita. Esensi atawa mendasar, sebab dengan waktu manusia dapat menjadikan dirinya sukses atau gagal, bahagia atau sengsara.
Secara umum. Umat Nabi Muhammad memetakan perjalanan hidup manusia dengan lima fase yang semuanya terkait dengan waktu. Keempat masa tersebut adalah, masa penetapan, masa rahim, masa kehidupan di dunia, masa barzakh, dan masa akhirat. Kelima fase tersebut, masa kelahiran manusia di dunia adalah menjadi bagian paling menentukan, akankah ia bahagia atau sengsara, selamat dunia-akhirat atau tidak, dan seterusnya. Bahkan, Allah sangat jelas memberikan peringatan, Demi waktu, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi. Kecuali mereka yang beriman dan berbuat kebajikan, saling menasihati dalam haq serta nasihat-menasihati dalam kesabaran, (QS. Al-‘Ashr [103]: 1-3).
Merujuk pada surah di atas, yang dalam Istilah Imam Syafi’i sebagai surah agung, keagungannya bahkan cukup mewakili segenap isi Al-Qur’an. Artinya, andai saja Allah menurunkan surah ini, maka itu sudah cukup menjadi pelajaran dan bimbingan bagi umat manusia untuk sukses dunia-akhirat. Pilar-pilar kesuksesan yang berlandaskan pada optimalisasi waktu dapat dilihat dalam surat Al-‘Ashr di atas yang meliputi empat pilar utama yaitu:
Pertama, Beriman. Iman adalah dasar utama bagi hamba Allah setelah menyatakan diri beragama Islam. Jika rukun Islam adalah pondasi, maka iman adalah tiangnya, dan ihsan adalah buahnya. Iman, hanya dapat digapai dengan menegakkan pilar agama yang didahului dengan syahadat bahwa tiada sesembahan yang berhak diibadahi selain Allah, La ma’bud illallah. Dan, bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi dan Rasul Allah yang terakhir, pembawa risalah dinul-Islam. Setelah itu, dipermantap dengan salat, zakat, puasa, dan ibadah haji bagi yang mampu. Amalan-amalan inilah yang disebut rukun Islam akan memantapkan, meneguhkan, bahkan meningkatkan iman seseorang.
Kedua, Beramal saleh. Di dunia ini, manusia dengan fitrahnya cenderum menicintai kebaikan, dan setiap orang yang melakukan kebaikan pasti disukai oleh siapa dan apa pun. Dengan beramal saleh maka segenap kemungkaran tidak akan terujud. Kekacauan yang merebak di mana-mana dengan ragam latar belakang dan motifnya dapat dipastikan karena nihilnya amal saleh. Maka, amal saleh ditinjau dari aspek sosial kemasyarakatan paling utama adalah mendorong manusia untuk berbuat baik dan mencegah mereka dalam melakukan kemungkaran, (al-amru bil-ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar’). Sedangkan dalam pespektif individual, amal saleh adalah pengabdian kepada Allah subhanahu wa ta’ala secara totalitas, menjadikan segenap aktivitasnya sebagai ibadah lillahi ta’ala. Itulah dimaksud oleh doa iftiah dalam salat, inna shalati wa nusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil ‘alamin. Sungguh, salatku, ibadahku, hidup dan matiku kupersembahkan hanya kepada Allah pemelihara alam semesta.
Dalam perpektif kenegaraan, amal saleh adalah mengabdi untuk bangsa dan negara. Pengabdian dapat dinilai berdasarkan kedudukan dan kapasitas masing-masing. Rakyat jelata, mengabdi pada negara dengan cara menjaga dan merawat lingkungan di mana ia berada, mulai dari kebersihan, hubungan antarsesama, rumah tangga, tetangga, kampung, dst. Seorang aparat pemerintah rendahan, dapat beramal saleh untuk negara dengan menjalankan fungsiinya sebagaimana mestinya, minimal adil dalam melayani masyarakat, hingga seorang kepala negara dapat beramal saleh untuk rakyat dan bangsa dengan begitu banyak jalan. Yang paling sederhana adalah memenuhi segala janji-janji kampanyenya, tidak bohong, apalagi khianat kepada bangsa dan negara dengan cara menjual asset-asset negara dengan harga yang murah demi memenuhi hasrat para penjilat dan perampok di sekelilingnya. Begitu banyak jalan untuk melakukan amal saleh dan dapat dilakukan dengan berbagai jenis, yang terkecil hingga yang besar. Terkecil adalah menyingkirkan duri di jalanan dan terbesar adalah rela mati di jalan Allah demi membela kebenaran menurut syariat.
Ketiga, Saling menasihati dalam kebenaran (al-haq). Terminologi benar dalam konteks keindonesiaan tidak selalu berarti al-haq, namun sebaliknya setiap al-haq pasti benar jika tinjau secara filosofis. Misalnya, seorang guru menasehati muridnya agar konsisten menunaikan shalat fardhu lima waktu padahal guru tersebut mengajar ilmu sains dan dalam job disciption dia tidak memiliki wewenang menasehati muridnya untuk rajin beribadah. Dan, negara juga tidak menekankan agar setiap guru sains bersinergi dengan guru agama dan anak didik hanya dinilai dari hasil ujiannya di akhir semister dan sedikit penilain prilaku ketika berada di kelas.
Dalam sistem pendidikan sekuler seperti yang terjadi di negara kita,  para guru sains adalah bagian terpisahkan dengan guru agama, sesaleh apa pun seorang murid, setaat apa pun ia pada orang tuanya, serajin apa pun beribadah, mengaji, puasa, dst., tapi nilai ujiannya tidak memenuhi standar, maka tidak boleh diluluskan, bahkan seorang murid yang jujur tidak menyontek namun tidak mendapatkan hasil ujian yang sesuai standar tetap tidak diluluskan. Padahal begitu banyak yang menyontek dan menadapat nilai yang tinggi keluar sebagai juara. Ini semua bermula dari absennya wa tawashau bil haq dalam berbagai dimensi kehidupan terutama dalam dunia pendidikan.
Keempat. Saling menasihat dalam kesabaran. Di era penuh fitnah ini (‘ahdul fitan), sabar adalah pilar terpenting untuk menghindari kerugian. Dimulai dengan menegakkan kesabaran dalam menjalankan segenap perintah Allah Subhanahu Wata’aladan konsisten menjauhi larangan-Nya. Dalam konteks ini, makna sabar bukan sebagai musibah tapi lebih kepada nikmat, sebab tidak mutlak sabar selalu berhubungan dengan musibah.
Orang-orang yang sabar di jalan Allah Subhanahu Wata’alaadalah mereka yang diberi nikmat oleh Allah, jadi kesabaran itu sendiri sudah menjadi bagian dari nikmat. Namun, puncak segala kesabaran adalah ketika ditimpa musibah, namun tetap konsisten beribadah, tidak berburuk sangka pada Allah, dan mengembalikan segala urusannya kepada Allah Subhanahu Wata’alayang Maha Adil. Dalam konteks ini, Nabi Ayyub ‘alaihissalam adalah contoh nyata, ketika harta, keluarga, dan kesehatannya dicabut oleh Allah Subhanahu Wata’aladalam tenpo yang singkat, namun ia tetap bersabar dan berbaik sangka kepada Allah. Begitulah kemuliaan ajaran Islam, dengan bersabar dalam menunaikan perintah Allah, menjauhi larangan syariat, sabar dalam menghadapi ragam musibah adalah ladang pahala dan sumber amal saleh. Bahkan pada level tertentu kesabaran menjadi daya energi untuk menuntaskan sebuah pekerjaan, as-shabru yu’inu ‘ala kulli amalin, begitu kata Ahli Hikmah.
Demikianlah, empat pilar yang harus dijadikan amalan dalam mengisi waktu yang telah diberikan kepada segenap manusia yang ada di jagad raya ini. Tanpa optimalisasi waktu sesuai tuntunan syariat, maka kita hanya hidup sia-sia dan kelak akan sengsara. Waktu dan prilaku kita yang akan mengubah segalanya, sebab tanpa usaha apa-apa dari manusia, waktu berlalu tanpa makna dan jika waktu hidup kita telah selesai, saat itulah baru terasa cepatnya waktu berlalu dan tak ada lagi waktu untuk kembali.
Bahkah saat itu, orang-orang yang memilik harta sangat ingin ditangguhkan ajalnya, agar ada waktu baginya untuk berinfak, katanya, Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku walaupun sesaat, agar aku dapat bersedekah dan termasuk orang-orang yang salih? Namun, Allah Subhanahu Wata’alasekali-kali tidak akan menangguhkan ajal seseorang apabila telah datang waktu kematiannya, (QS. Al-Munafiqun [63]: 10-11).
Begitulah mahalnya waktu saat kita dalam sekarat, mumpun masih ada waktu, mari mengisi waktu-waktu kita untuk berbuat kebajikan sesuai kapasitas dan kemampuan, semoga tahun 2016 Miladiyah ini dapat dioptimalkan dalam meningkatkan amal saleh dan menumpas amal salah. Selamat Tahun Baru, 2016 Miladiyah.*/Enrekang, 1 Januari 2016 M. 
Apakah ada orangtua yang ingin masa depan putra-putrinya dalam ketidaksuksesan? Tentu tidak ada. Lantas bagaimana agar kelak mereka menjadi pribadi yang sukses? Pertanyaan tersebut sangat penting, sebab itu bagian dari tradisi para ulama dan menjadi anjuran mereka kepada umat Islam untuk memperhatikan masa depan buah hati. Ibn Qayim berkata, “Di antara hal yang harus diperhatikan ketika anak masih keccil adalah mempersiapkan pekerjaan yang sesuai dengan potensi anak. Hendaklah orangtua mengetahui potensi anak dengan baik.
Anak jangan dipaksa melakukan pekerjaan lainnya, selama pekerkaan yang dipilihnya dibolehkan agama. Karena bila orangtua memaksa anak melakukan pekerjaan lain, yang ia tidak memiliki kesiapan untuknya (bukan kompetensinya), maka anak tidak akan berhasil di dalmanya. ia akan kehilangan potensinya” (Lihat Jamal Abdurrahman dalam bukunya Athfalul Muslimin Kayfa Rabbahum An-Nabi Al-Amin). Selanjutnya Ibn Qayyim memberikan contoh indikasi keseuaian anak dengan kapasitasnya untuk sukses di masa depan depan. “Bila orangtua melihat anaknya memiliki pemahaman yang bagus, daya tangkapnya baik, hafalannya kuat dan cepat mengerti, maka ini merupakan pertanda bahwa ia siap untuk menerima ilmu (menjadi ulama).”
Maka lihatlah bagaimana Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam mengenali potensi dan kompetensi dari setiap sahabatnya. Mereka yang ahli dalam memimpin pasukan, meski usianya muda, beliau tunjuk untuk memimpin pasukan umat Islam. Itulah Usamah bin Zaid yang ditunjuk Nabi menjadi panglima perang saat usianya baru 17 tahun. Terhadap yang memiliki memori kuat, seperti Abu Hurairah, maka Rasulullah mengizinkan perawi hadits paling populer itu untuk senantiasa hadir dalam aktivitas Nabi Muhammad.
Anak kalau agamanya kuat, mau milih jadi apapun dia akan sukses. Dan, sekarang saya bersyukur sebab anak saya bisa menjadi selebriti, (tentu) bukan selebriti dalam pengertian umum, tetapi selebriti yang mendidik bangsa ini dengan keahlian yang dia miliki,” ucapnya penuh kehati-hatian. Dengan demikian teranglah bagi kita para orangtua, untuk menjadikan anak-anak kita sukses di masa depan bisa kita mulai dengan mengidentifikasi minat, bakat dan komptensi anak. Jadi jangan lupakan pendidikan agama, karena dari menjalankan agama itu akan lahir kedisiplinan, empati, dan tentu saja integritas.
Dalam sejarah peradaban Islam, kita bisa lihat bagaimana dahulu saintis Muslim, inventor dan para cendekiawan Muslim adalah orang yang memiliki keahlian dalam berbagai disiplin ilmu, seperti fisika, matematika, kedokteran, filsafat, dan pada saat yang sama mereka adalah ahli Al-Qur’an, Hadits, dan Fiqh. Beberapa di antaranya bisa kita sebut Ibn Sina, Ibn Rusd, Fakhruddin Al-Razi, Imam Ghazali, Ibn Haytam, dan yang lainnya.
Terakhir, tentu saja doa. Karena doa adalah senjata yang paling ampuh untuk membuat diri mendapatkan kemudahan dan keberkahan dalam menjalani kehidupan ini, terutama dalam upaya mendidik anak menjadi pribadi sukses, bermanfaat bagi kehidupan sesama. Wallahu Alam.
***********************
Kontributor: Imam Nawawi; Ustad Hajarul Akbar Alhafiz, MA; Mahmud Budi Setiawan; Ridwan Kamil; Muhammad Abdus Syakur; T Zulhairi . Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com

Ket: 
1.  Ustad Hajarul Akbar Alhafiz, MA (Pimpinan Pesantren Darul Qur'an Mulia, Bogor. 
2. Ilham Kadir, Kandidat Doktor Pendidikan Islam Fakultas Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun (UIKA)


Comments

Popular posts from this blog

Darul Quran Mina (DQM)

Darul Qur'an Mina (DQM) Profil & Kegiatan Darul Qur'an Mina (DQM) Wakaf Bangunan DQM   Update Laporan Donasi Wakaf Bangunan DQM    Youtube DaQuMina Channel (Indonesia/Melayu)   Youtube DQM Channel (English)   Murattal & Tadabbur al-Quran:  Murattal al-Qur'an Berbagai Qari Masyhur (MP4)   Murattal Al-Quran Qari Utama (MP4)   The Glorious Noble Qur'an -Syaikh Abu Bakr Ash-Shatery, Eng Trans (MP4)   Tadabbur/Tafsir al-Quran (MP3 &MP4)   Tafsir Al-Quran   Ilmu al-Quran (Ulumul Quran) -MP4 Tajwid/Ilmu Tajwid    Belajar Membaca & Tadabbur al-Qur'an (Html,MP3 dan MP4)   Kajian Hadist (Study of Hadith)    Murattal al-Quran Semua List Qari Masyhur (MP3)   Murattal Al-Quran Semua Qori (MP3)   Perpustakaan Audio Quran MP3 Semua Qari   Murattal Al-Quran 30 Juz (MP3 Audio)   List Murattal Al-Qur'an (MP3 Audio) & Tafsir   Al-Quran Digital (Display Ayat dan Terjemahan), Murattal Oleh Syaikh Abdulrahman al-Ossi  

Update Laporan Donasi Wakaf Tanah & Bangunan Darul Quran Mina (DQM)

Update Laporan Wakaf  Bangunan Darul Quran Mina (DQM) Yayasan Pembangunan Islam Mina , SK Kementerian Hukum & HAM RI No. AHU.0006005.AH.01.04.2017 1. Kantor Pusat (HQ):  Alamat: Darul Quran Mina (DQM), Lampeuneurut Ujong Blang, Darul Imarah, Aceh Besar, INDONESIA 23352.  Kebutuhan Dana:  - Tanah seluas 364 M2 & 1 Unit Bangunan: Rp 998,000,000,- -  3 unit Balai Pengajian: Rp 26,600,000,- ************************************** Transfer Wakaf Bangunan DQM ke No Rekening (Acc): 📟 No. Acc Bank Aceh Syari'ah : 62002200105180 Kode Bank 116  (Swift Code: PDACIDJ1) 📟 No. Acc Bank Syariah Indonesia: 7147283126 Kode Bank 451  (Swift Code: BSMDIDJAXXX  ) 📟 No. Acc Bank CIMB Niaga Syariah: 761968078600 Kode Bank 022  (Swift Code: BNIAIDJA XXX ) Semuanya a.n: Sofyan Kaoy Umar  Konfirmasi setelah Transfer:  WA: +6281234582087 (Ust.Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF), Ketua Pengurus Yayasan Pembangunan Islam Mina Khusus  bagi  muhsinin Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia &am

Tafsir al-Quran

  TAFSIR AL-QUR'AN Bacaan Al-Quran (Al-Quran Recitation) Tafsir As-Su'udi, Al-Baghawi, Ibnu Katsir, Al-Qurthubi, At-Thabari ( Arabic)   Al-Quran Terjemah Per Kata dan Tafsir (Kemenag RI, Jalalain, Ibn Katsir & Al-Misbah )   Al-Quran dan Terjemahannya (Indonesia & English, Bacaan Oleh Al-Afasi ), Tafsir Kemenag dan Aspek Terkait   Tafsir Kemenag RI, Bacaan Oleh Al-Husary Learn Quran Tafsir (Jalalain, Ibnu Katsir, Kemenag RI dan Al-Azhar )   TafsirWeb (Al-Muyassar, Al-Mukhtasar,  Al-Wajiz, As-Sa'di, Sawi , dll)    Tafsir al-Mukhtasar fi Al-Quran al-Karim (Indonesia)       Tafsir Hidayatul Insan - Al Ustadz Marwan Bin Musa   Belajar Al-Quran Kata Per Kata   Tafsir NU Online    Tafsir Al-Mukhtasar fi Al-Quran Karim (English)   Maududi Tafhimul Quran Tafsir (English)   Ibn Kathir Al-Quran Tafsir ( English )   Tafsir Ibn Katheer & Ma’arif ul-Quran (in English, Arabic, Urdu )      Tafsir Ibn Abbas (English)    Tafsir Kashani (English)   Tafsir Kashf Al-Asrar (English)