Makna dan Hikmah Idulfitri
Idulfitri (bahasa Arab: عيد الفطر, translit. ‘Īdul-fiṭr), atau juga ditulis dengan Idul
Fitri, atau Lebaran di Indonesia adalah hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal pada penanggalan Hijriyah. Karena penentuan 1 Syawal yang
berdasarkan peredaran bulan tersebut, maka Idul Fitri atau Hari Raya Puasa
jatuh pada tanggal yang berbeda-beda setiap tahunnya apabila dilihat dari
penanggalan Masehi. Cara menentukan 1 Syawal juga
bervariasi, sehingga boleh jadi ada sebagian umat Islam yang merayakannya Apada
tanggal Masehi yang berbeda.
Ibadah dan tradisi pada Idul Fitri
Pada tanggal 1 Syawal mulai
berakhirnya puasa pada bulan Ramadan,
kemudian merayakan Idul Fitri. Awal pagi hari selalu dilaksanakan Salat Idul
Fitri (Salat Id),
disunnahkan melaksanakan salat Id di tanah lapang atau bahkan jalan raya
(terutama di kota besar). Sebelum salat Id di lakukan imam mengingatkan
siapa yang belum membayar zakat fitrah,
sebab kalau selesai salat Id baru membayar zakatnya hukum nya sedekah biasa
bukan zakat. Adapun hukum dari Salat Idul Fitri ini adalah sunnah
mu'akkad. Di malam sebelum dan sesudah hari raya, umat muslim disunnahkan
mengumandangkan takbir. Adapun kalimat takbir adalah sebagai berikut:
Takbir mulai dikumandangkan setelah bulan Syawal dimulai. Selain menunaikan Salat
Sunnah Idul Fitri, kaum muslimin juga harus membayar zakat fitrah[1][2] sebanyak 2,5 kilogram bahan
pangan pokok. Tujuan dari zakat fitrah sendiri adalah untuk memberi kebahagiaan
pada kaum fakir miskin. Kemudian, Khutbah diberikan setelah Salat Idul Fitri
berlangsung, dan dilanjutkan dengan do'a. itu, kaum muslimin di Indonesia
memiliki tradisi saling bermaaf-maafan, terkadang beberapa orang akan berziarah
mengunjungi kuburan.[3]
Do'a atau ucapan pada Idulfitri
Di Indonesia sering mengucapkan doa Minal 'Aidin
wal-Faizin, sebenarnya itu adalah tradisi masyarakat Asia Tenggara. Menurut
sebagian besar ulama ucapan tersebut tidaklah berdasar
dari ucapan dari Nabi Muhammad. Perkataan ini mulanya berasal dari
seorang penyair pada masa Al-Andalus, yang bernama Shafiyuddin Al-Huli,
ketika dia membawakan syair yang konteksnya
mengisahkan dendang wanita pada hari raya.[4]
Adapun ucapan yang disunnahkan olehnya adalah Taqabbalallahu
minna wa minkum ("Semoga Allah menerima amal kami dan
kalian") atau Taqabbalallahu minna waminkum wa ahalahullahu
‘alaik ("Semoga Allah menerima (amalan) dari kami dan darimu
sekalian dan semoga Allah menyempurnakannya atasmu" dan semisalnya.”) dan
semisalnya.[5][6][7][8]
Idul Fitri di berbagai wilayah
Asia Tenggara
Umat Islam di Indonesia menjadikan Idul Fitri sebagai
hari raya utama, momen untuk berkumpul kembali bersama keluarga, apalagi
keluarga yang karena suatu alasan, misalnya pekerjaan atau pernikahan, harus
berpisah. Mulai dua minggu sebelum Idul Fitri, umat Islam di Indonesia mulai
sibuk memikirkan perayaan hari raya ini, yang paling utama adalah Mudik atau
Pulang Kampung, sehingga pemerintah pun memfasilitasi dengan memperbaiki
jalan-jalan yang dilalui. Hari Raya Idul Fitri di Indonesia diperingati sebagai
hari libur nasional, yang diperingati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang
memang mayoritas Muslim. Biasanya, penetapan Idul Fitri ditentukan oleh
pemerintah, namun beberapa ormas Islam menetapkannya berbeda. Idul Fitri di
Indonesia disebut dengan Lebaran, di mana sebagian besar masyarakat
pulang kampung (mudik) untuk merayakannya bersama keluarga. Selama
perayaan, berbagai hidangan disajikan. Hidangan yang paling populer dalam
perayaan Idul Fitri di Indonesia adalah ketupat, yang memang sangat familiar
di Indonesia, dan Malaysia. Bagi anak-anak, biasanya para orang tua memberikan uang raya kepada
mereka. Selama perayaan, biasanya masyarakat berkunjung ke rumah-rumah tetangga
ataupun saudaranya untuk bersilaturahmi, yang dikenal dengan "halal
bi-halal",[9] memohon maaf dan keampunan
kepada mereka. Beberapa pejabat negara juga mengadakan open house bagi
masyarakat yang ingin bersilaturahmi.
Di Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam, Idul Fitri dikenal juga
dengan sebutan Hari Raya Puasa, Hari Raya Aidilfitri atau Hari
Raya Fitrah. Masyarakat di Malaysia dan Singapura turut merayakannya
bersama masyarakat Muslim diseluruh dunia.
Seperti di Indonesia, malam sebelum perayaan selalu diteriakkan takbir di masjid ataupun mushala, yang mengungkapkan kemenangan dan
kebesaran Allah, tuhan umat Islam. Diperkampungan,
biasanya banyak masyarakat yang menghidupkan pelita atau panjut,
atau obor di Indonesia. Banyak bank, perkantoran swasta
ataupun pemerintahan yang tutup selama perayaan Idul Fitri hingga akhir minggu
perayaan. Masyarakat di sini biasanya saling mengucapkan "Selamat Hari
Raya" atau "Salam Aidil Fitri" dan "Maaf zahir dan
batin" sebagai ungkapan permohonan maaf kepada sesama. Di Malaysia juga
ada tradisi balik kampung, atau mudik di
Indonesia. Di sini juga ada tradisi pemberian uang oleh para orang tua kepada
anak-anak, yang dikenal dengan sebutan duit raya.[10][11]
Umat Muslim adalah minoritas di Filipina, sehingga sebagian besar masyarakat
tidak begitu familiar dengan perayaan ini. Namun, perayaan Idul Fitri sudah
diatur sebagai hari libur nasional oleh pemerintah dalam Republic Act
No. 9177 dan berlaku sejak 13 November 2002.[12]
Asia Selatan
Di Bangladesh, India,
dan Pakistan, malam sebelum Idul Fitri
disebut Chand Raat, atau malam bulan.
Orang-orang mengunjungi berbagai bazar dan mal untuk berbelanja, dengan
keluarga dan anak-anak mereka. Para perempuan, terutama yang muda, seringkali satu
sama lain mengecat tangan mereka dengan bahan tradisional henna dan serta memakai rantai
yang warna-warni.
Cara yang paling populer di Asia Selatan selama perayaan
Idul Fitri adalah dengan mengucapkan Eid Mubarak kepada yang
lain. Anak-anak didorong untuk menyambut para orang tua. di dalam penyambutan
ini, mereka juga berharap untuk memperoleh uang, yang disebut Eidi,
dari para orang tua.
Di pagi Idul Fitri, setelah mandi dan bersih, setiap Muslim didorong untuk menggunakan pakaian
baru, bila mereka bisa mengusahakannya. Sebagai alternatif, mereka boleh
menggunakan pakaian yang bersih, yang telah dicuci. Orang tua dan anak
laki-laki pergi ke masjid atau lapangan
terbuka, tradisi ini disebut Eidgah, salat Id, berterimakasih kepada Allah karena
diberi kesempatan beribadah di bulan Ramadan dengan penuh arti. Setiap Muslim
diwajibkan untuk membayar Zakat Fitri atau Zakat Fitrah kepada fakir miskin,
sehingga mereka dapat juga turut merayakan hari kemenangan ini.
Setelah salat, perkumpulan itu
dibubarkan dan setiap Muslim saling bertamu dan menyambut satu sama lain
termasuk anggota keluarga, anak-anak, orang tua, teman dan tetangga mereka.
Sebagian Muslim juga berziarah ke makam anggota
keluarga mereka untuk berdoa bagi keselamatan almarhum.
Biasanya, anak-anak mengunjungi sanak keluarga dan tetangga yang lebih tua
untuk meminta maaf dan mengucapkan salam.
Setelah bertemu dengan teman dan sanak keluarganya, banyak
orang yang pergi ke pesta-pesta, karnaval, dan perayaan khusus di taman-taman
(dengan bertamasya, kembang api, mercon, dan lain-lain). Di Bangladesh, India,
dan Pakistan, banyak dilakukan bazar,
sebagai puncak Idul Fitri. Sebagian Muslim juga memanfaatkan perayaan ini untuk
mendistribusikan zakat mal, zakat atas kekayaannya, kepada orang-orang miskin.
Dengan cara ini, umat Muslim di Asia Selatan merayakan Idul Fitri dalam
suasana yang meriah, sebagai ungkapan terima kasih kepada Allah, dan mengajak
keluarga mereka, teman, dan para fakir miskin, sebagai rasa kebersamaan.
Arab Saudi
Di Arab Saudi, tepatnya
di Riyadh, umat Islam mendekorasi rumah saat Idul
Fitri tiba. Sejumlah perayaan digelar seperti pagelaran teater, pembacaan
puisi, parade, dan sebagainya. Soal menu Lebaran, umat Islam di sana menyantap
daging domba yang dicampur nasi dan sayuran tradisional. Hal ini juga terjadi
di Sudan, Suriah, dan beberapa negara Timur Tengah lainnya.[13]
Tiongkok
Di Tiongkok,
tepatnya di Xinjiang, perayaan
lebaran justru tampak meriah. Kaum pria mengenakan jas khas dan kopiah putih,
sementara wanita memakai baju hangat dan kerudung setengah tutup. Seusai salat Id, pesta makan dan bersilaturahim pun
dilakukan.[13]
Iran
Lebaran di Iran justru
kurang semarak. Hal ini karena mayoritas umat Islam di sana adalah pengikut
ajaran Syiah. Setelah salat Idul Fitri di masjid atau
lapangan, mereka cukup melanjutkannya dengan acara silaturahmi bersama keluarga
dan ditutup dengan acara pemberian makanan dari keluarga kaya kepada yang
kurang mampu.[13]
Eropa
Di Eropa,
perayaan Idul Fitri tidak dilakukan dengan begitu semarak. Di Inggris misalnya, Idul Fitri tidak
diperingati sebagai hari libur nasional. Kaum muslimin di Inggris harus mencari
informasi tentang hari Idul Fitri. Biasanya, informasi ini didapat dari Islamic
Centre terdekat atau dari milis Islam.
Idul Fitri dirayakan secara sederhana di Inggris. Khotbah disampaikan oleh Imam
masjid setempat, dilanjutkan dengan bersalam-salaman. Biasanya di satu area di
mana terdapat banyak kaum Muslimin di sana, kantor-kantor dan beberapa sekolah
di area tersebut akan memberikan satu hari libur untuk kaum muslimin. Untuk
menentukan hari Idul Fitri sendiri, para ulama dan
para ahli agama Islam sering mengadakan hisab dan rukyat untuk menentukan hari
raya Idul Fitri.
Turki
Ucapan selamat Bayram tradisional,
menyatakan "Mencintai dan Dicintai", dalam bentuk lampu mahya di
sepanjang minaret Masjid Sultan Ahmed di Istanbul, Turki.
Di Turki, Idul Fitri dikenal
dengan sebutan Bayram (dari bahasa Turki). Biasanya setiap orang akan
saling mengucapkan "Bayramınız Kutlu Olsun", "Mutlu
Bayramlar", atau "Bayramınız Mübarek Olsun".
Pada Idul Fitri, masyarakat biasanya menggunakan pakaian terbaik mereka
(dikenal sebagai Bayramlik) dan saling kunjung mengunjungi ketempat orang-orang
yang mereka kasihi seperti keluarga, tetangga, dan teman-teman mereka serta
menziarahi kuburan keluarganya yang telah tiada.
Pada masa itu, orang yang lebih muda akan mencium tangan kanan mereka yang lebih tua
dan menempatkannya di dahi mereka selagi mengucapkan salam Bayram. Para
anak-anak kecil juga biasa mendatangi rumah-rumah disekitar lingkungannya untuk
mengucapkan salam, di mana mereka biasanya diberikan permen, cokelat, permen tradisional seperti Baklava
dan Lokum, atau sejumlah kecil uang.
Amerika Utara
Umat Muslim di Amerika Utara pada umumnya merayakan Idul
Fitri dengan cara yang tenang dan khidmat. Karena penetapan hari raya bergantung
pada peninjauan bulan, seringkali banyak masyarakat tidak sadar bahwa hari
berikutnya sudah Idul Fitri. Masyarakat menggunakan metode yang berbeda untuk
menentukan penghujung Ramadan dan
permulaan Syawal. Orang Amerika Utara yang berada di
wilayah timur bisa jadi merayakan Idul Fitri pada hari yang berbeda dibanding
mereka yang di wilayah barat. Pada umumnya, penghujung Ramadan diumumkan via
surel, situs web, atau melalui sambungan telepon.
Umumnya, keluarga Muslim di Barat akan bangun sangat pagi
sekali untuk menyiapkan makanan kecil. Setiap orang didorong untuk berpakaian
formal dan baru. Banyak keluarga-keluarga yang memakai pakaian tradisional dari
negara mereka, karena kebanyakan Muslim di sana ialah imigran. Selanjutnya mereka akan pergi ke
majlis yang paling dekat untuk salat.
Salat itu bisa diadakan di masjid
lokal, ruang pertemuan hotel,
gelanggang, ataupun stadion lokal. Salat Idul Fitri sangat penting, dan umat
Muslim didorong untuk salat Id memohon ampunan dan pahala. Setelah salat, ada
kutbah di mana imam memberikan nasihat bagi jamaahnya dan biasanya didorong
untuk mengakhiri setiap kebencian ataupun kesalahan lampau yang mungkin mereka
punya. Setelah salat dan kutbah,
para jamaah saling memeluk dan satu sama lain saling mengucapkan selamat Idul
Fitri. Muslim di Amerika Utara juga merayakan Idul Fitri dengan cara saling
memberi dan menerima hadiah kepada keluarga.
Empire State Building di New York City, Amerika Serikat, memancarkan lampu-lampu
berwarna hijau sebagai penghormatan terhadap hari raya Idul Fitri pada tanggal
12-14 Oktober 2007.[14]
Idul Fitri dalam kalender Masehi dan Kalender Islam
Dalam kalender Islam, penetapan hari Idul Fitri selalu
sama setiap tahunnya, hal ini berbeda dalam kalender Masehi yang selalu berubah dari tahun
ke tahun. Dalam kalender Islam penetapan hari ialah berdasarkan fase bulan (kalender candra), sedangkan kalender Masehi
berdasar fase bumi mengelilingi matahari (kalender surya). Perbedaan inilah yang
menyebabkan penetapan Idul Fitri selalu berubah di dalam kalender Masehi, yakni
terjadi perubahan 11 hari lebih
awal setiap tahunnya.
Idul Fitri biasanya merupakan stimulus ekonomi tahunan
terbesar di berbagai negara Islam di dunia. Penjualan barang-barang meningkat
tajam di berbagai area retail, dan pada musim Idul Fitri orang-orang membeli
berbagai hadiah, dekorasi, dan persediaan Idul Fitri. Industri yang bergantung
pada penjualan di musim Idul Fitri antara lain ketupat,
kartu Idul Fitri, dan lain-lain.Selain kegiatan ekonomi
terbesar, Hari Idul Fitri di berbagai negara Islam merupakan hari paling sepi
bagi dunia bisnis; hampir semua toko retail, institusi bisnis dan komersial
tutup, dan hampir semua industri berhenti beroperasi.
Anggapan yang tersebar hampir di
seluruh lapisan masyarakat, Idul fitri = kembali suci. Masyarakat, bahkan para
tokoh agama, sering mengartikan idul fitri dengan kembali suci.
Mereka mengartikan ‘id dengan makna kembali dan fitri diartikan suci. Para
khatib seringkali memberi kabar gembira kepada masyarakat yang telah
menyelesaikan ibadah selama ramadhan, bahwa pada saat idul fitri mereka telah
kembali suci, bersih dari semua dosa antara dia dengan Allah.
Kemudian diikuti dengan meminta
maaf kepada sesama, tetangga kanan-kiri. Sehingga usai hari raya, mereka
layaknya bayi yang baru dilahirkan, suci dari semua dosa. Tak lupa sang khatib
akan mengkaitkan kejadian ini dengan nama hari raya ini, idul fitri. Dia
artikan ‘Kembali Suci’. Turunan dari pemaknaan ini, sebagian masyarakat sering
menyebut tanggal 1 syawal dengan ungkapan ‘hari yang fitri’.
Setidaknya ada 2 kesalahan fatal
terkait ceramah khatib di atas, Pertama, memaknai idul fitri dengan
kembali suci. Dan ini kesalahan bahasa. Kedua, keyakinan bahwa ketika idul
fitri, semua muslim dosanya diampuni. Mengapa salah? Berikut rincian keterangan
masing-masing;
Arti
Idul Fitri secara Bahasa. Idul fitri berasal dari dua kata; id [arab: عيد] dan al-fitri [arab: الفطر]. Id secara bahasa berasal dari kata aada – ya’uudu
[arab: عاد – يعود],
yang artinya kembali. Hari raya disebut ‘id karena hari raya terjadi secara
berulang-ulang, dimeriahkan setiap tahun, pada waktu yang sama. Ibnul A’rabi
mengatakan,
سمي العِيدُ عيداً لأَنه يعود كل سنة بِفَرَحٍ مُجَدَّد
"Hari raya dinamakan id karena
berulang setiap tahun dengan kegembiraan yang baru". (Lisan Al-Arab, 3/315). Ada
juga yang mengatakan, kata id merupakan turunan kata Al-Adah [arab: العادة], yang artinya kebiasaan. Karena masyarakat telah menjadikan
kegiatan ini menyatu dengan kebiasaan dan adat mereka. (Tanwir Al-Ainain, hlm.
5).
Selanjutnya kita akan membahas
arti kata fitri. Perlu diberi garis sangat tebal dengan warna mencolok, bahwa
fitri TIDAK sama dengan fitrah. Fitri dan fitrah adalah dua kata yang berbeda.
Beda arti dan penggunaannya. Namun, mengingat cara pengucapannya yang hampir
sama, banyak masyarakat Asia Tenggara menyangka bahwa itu dua kata yang sama.
Untuk lebih menunjukkan perbedaannnya, berikut keterangan masing-masing,
Pertama, kata fitrah Allah sebutkan dalam
Al-Quran,
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي
فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ
Hadapkanlah wajahmu dengan Lurus
kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (QS. Ar-Rum: 30).
Ibnul Jauzi menjelaskan makna
fitrah,
الخلقة التي خلق عليها البشر
“Kondisi awal penciptaan, dimana
manusia diciptakan pada kondisi tersebut.” (Zadul Masir, 3/422).
Dengan demikian, setiap manusia
yang dilahirkan, dia dalam keadaan fitrah. Telah mengenal Allah sebagai
sesembahan yang Esa, namun kemudian mengalami gesekan dengan lingkungannya,
sehingga ada yang menganut ajaran nasrani atau agama lain. Ringkasnya, bahwa
makna fitrah adalah keadaan suci tanpa dosa dan kesalahan.
Kedua, kata fitri berasal dari kata afthara – yufthiru [arab: أفطر – يفطر], yang artinya berbuka atau tidak lagi
berpuasa. Disebut idul fitri, karena hari raya ini dimeriahkan bersamaan dengan
keadaan kaum muslimin yang tidak lagi berpuasa ramadhan.
Terdapat banyak dalil yang
menunjukkan hal ini, diantaranya
1. Hadis tentang anjuran untuk
menyegerahkan berbuka,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يزال الدين ظاهراً، ما عجّل النّاس الفطر؛ لأنّ اليهود والنّصارى
يؤخّرون
“Agama Islam akan senantiasa
menang, selama masyarakat (Islam) menyegerakan berbuka. Karena orang yahudi dan
nasrani mengakhirkan waktu berbuka.”
(HR. Ahmad 9810, Abu Daud 2353, Ibn Hibban 3509 dan statusnya hadia hasan).
Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تزال أمَّتي على سُنَّتي ما لم تنتظر بفطرها النّجوم
“Umatku akan senantiasa berada di
atas sunahku, selama mereka tidak menunggu waktu berbuka dengan terbitnya
bintang.” (HR. Ibn Khuzaimah dalam Shahihnya 3/275, dan sanadnya shahih). Kata
Al-Fithr pada hadis di atas maknanya adalah berbuka, bukan suci. Makna hadis
ini menjadi aneh, jika kata Al-Fithr kita artikan suci.
“Umatku akan senantiasa berada di
atas sunahku, selama mereka tidak menunggu waktu berSUCI dengan terbitnya
bintang”
Dan tentu saja, ini keluar dari
konteks hadis.
2. Hadis tentang cara penentuan
tanggal 1 ramadhan dan 1 syawal
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ
“Hari mulai berpuasa (tanggal 1
ramadhan) adalah hari di mana kalian semua berpuasa. Hari berbuka (hari raya 1
syawal) adalah hari di mana kalian semua berbuka.” (HR. Turmudzi 697, Abu Daud
2324, dan dishahihkan Al-Albani).
Makna hadis di atas akan menjadi
aneh, ketika kita artikan Al-Fithr dengan suci.
“Hari
suci adalah hari dimana kalian semua
bersuci”.dan semacam ini tidak ada dalam islam.
Karena itu sungguh aneh ketika
fitri diartikan suci, yang sama sekali tidak dikenal dalam bahasa arab. Selanjutnya
kita bahas konsekuensi dari kesalahan mengartikan idul fitri. Karena anggapan
bahwa idul fitri = kembali suci, banyak orang keyakinan bahwa ketika idul
fitri, semua orang yang menjalankan puasa ramadhan, semua dosanya diampuni dan
menjadi suci. Keyakinan semacam ini termasuk kekeliruan yang sangat fatal.
Setidaknya ada 2 alasan untuk menunjukkan salahnya keyakinan ini,
Pertama, keyakinan bahwa semua
orang yang menjalankan puasa ramadhan, dosanya diampuni dan menjadi suci, sama
dengan memastikan bahwa seluruh amal puasa kaum muslimin telah diterima oleh
Allah, dan menjadi kaffarah (penghapus) terhadap semua dosa yang meraka
lakukan, baik dosa besar maupun dosa kecil. Padahal tidak ada orang yang bisa
memastikan hal ini, karena tidak ada satupun makhluk yang tahu apakah amalnya
diterima oleh Allah ataukah tidak.
Terkait dengan penilaian amal,
ada 2 hal yang perlu kita bedakan, antara keabsahan amal dan diterimanya amal.
1. Keabsahan amal.
Amal yang sah artinya tidak perlu
diulangi dan telah menggugurkan kewajibannya. Manusia bisa memberikan penilaian
apakah amalnya sah ataukah tidak, berdasarkan ciri lahiriah. Selama amal itu
telah memenuhi syarat, wajib, dan rukunnya maka amal itu dianggap sah.
2. Diterimanya amal
Untuk yang kedua ini, manusia
tidak bisa memastikannya dan tidak bisa mengetahuinya. Karena murni menjadi hak
Allah. Tidak semua amal yang sah diterima oleh Allah, namun semua amal yang
diterima oleh Allah, pastilah amal yang sah.
Karena itulah, terkait diterimanya
amal, kita hanya bisa berharap dan berdoa. Memohon kepada Allah, agar amal yang
kita lakukan diterima oleh-Nya. Seperti inilah yang dilakukan orang shaleh masa
silam. Mereka tidak memastikan amalnya diterima oleh Allah, namun yang mereka
lakukan adalah memohon dan berdoa kepada Allah agar amalnya diterima.
Siapakah kita diandingkan Nabi
Ibrahim ‘alaihis salam. Seusai memperbaiki bangunan Ka’bah, beliau tidak ujub
dan memastikan amalnya diterima. Namun yang berliau lakukan adalah berdoa,
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Ya Allah, terimalah amal dari
kami. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 127).
Demikian pula yang dilakukan oleh
para sahabat dan generasi pengikut mereka. Yang mereka lakukan adalah berdoa
dan bukan memastikan.
Mu’alla bin Fadl mengatakan:
كانوا يدعون الله تعالى ستة أشهر أن يبلغهم رمضان يدعونه ستة أشهر أن
يتقبل منهم
“Dulu para sahabat, selama enam
bulan sebelum datang bulan Ramadhan, mereka berdoa agar Allah
mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan
sesudah Ramadhan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka ketika di
bulan Ramadhan.” (Lathaiful
Ma›arif, Ibnu Rajab, hal.264)
Karena itu, ketika bertemu sesama
kaum muslimin seusai ramadhan, mereka saling mendoakan,
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُم
“Semoga Allah menerima amal kami
dan kalian”
Inilah yang selayaknya kita tiru.
Berdoa memohon kepada Allah agar amalnya diterima dan bukan memastikan amal
kita diterima.
Kedua, sesungguhnya ramadhan
hanya bisa menghapuskan dosa kecil, dan bukan dosa besar. Sebagaimana
dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ،
وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ
الْكَبَائِر
“Antara shalat 5 waktu, jumatan ke jumatan berikutnya, ramadhan
hingga ramadhan berikutnya, akan menjadi kaffarah dosa yang dilakukan diantara
amal ibadah itu, selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Ahmad 9197 dan Muslim
233).
Kita perhatikan, ibadah besar
seperti shalat lima waktu, jumatan, dan puasa ramadhan, memang bisa menjadi
kaffarah dan penebus dosa yang kita lakukan sebelumnya. Hanya saja, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan syarat: ‘selama dosa-dosa besar
dijauhi.’ Adanya syarat ini menunjukkan bahwa amal ibadah yang disebutkan dalam
hadis, tidak menggugurkan dosa besar dengan sendirinya. Yang bisa digugurkan
hanyalah dosa kecil.
Lantas bagaimana dosa besar bisa
digugurkan? Caranya adalah dengan bertaubat secara khusus, memohon ampun kepada
Allah atas dosa tersebut. Sebagaimana Allah telah tunjukkan hal ini dalam
Al-Quran,
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ
عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang
dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu
(dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS. An-Nisa: 31). Allahu a’lam
Pada masuk bulan Syawal, ummat Islam di seluruh dunia tak henti-hentinya mengumandangkan alunan suara takbir, tasbih, tahmid dan tahlil.
Bahkan sebagaian masyarakat muslim, pada malam hari raya Idul Fitri dilakukan
takbir keliling yang sudah menjadi budaya. Hal ini sesungguhnya merupakan
manifestasi kebahagiaan setelah berhasil memenangi ibadah puasa, atau sebagai
bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas kemenangan besar yang kita
peroleh setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh.
Sebagaimana
firman Allah SWT yang artinya : “Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan MENGAGUNGKAN
ALLAH atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. ”
Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Hiasilah
hari rayamu dengan TAKBIR.”
Takbir kita tanamkan ke dalam lubuk hati sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah SWT. Kalimat tasbih kita tujukan untuk mensucikan Allah dan segenap yang berhubungan dengan-Nya. Tidak lupa kalimat tahmid sebagai puji syukur juga kita tujukan untuk Rahman dan Rahim-Nya yang tidak pernah pilih kasih kepada seluruh hambanya. Sementara tahlil kita lantunkan untuk memperkokoh keimanan kita bahwa Dia lah Dzat yang maha Esa dan maha kuasa.
Penjelasan tentang maksud Idil Fitri di atas sedikit berbeda dengan penjelasan Hadi Mulyanto di bawah ini:
Hari raya Idul Fitri adalah merupakan puncak dari pelaksanaan ibadah puasa.
Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai
dari kewajiban berpuasa itu sendiri yaitu manusia yang bertaqwa. Kata Id berdasar dari akar kata aada – yauudu yang
artinya kembali sedangkan fitri bisa berarti buka puasa untuk makan dan bisa
berarti suci. Adapun fitri yang berarti buka puasa berdasarkan akar kata ifthar (sighat mashdar dari afthara – yufthiru)
dan berdasar hadis Rasulullah SAWyang artinya :”Dari
Anas bin Malik: Tak sekali pun Nabi Muhammad SAW. Pergi (untuk shalat) pada
hari raya Idul Fitri tanpa makan beberapa kurma
sebelumnya." Dalam Riwayat lain: "Nabi
SAW. Makan kurma dalam jumlah ganjil." (HR Bukhari).
Dengan
demikian, makna Idul Fitri berdasarkan uraian di atas adalah hari raya dimana
umat Islam untuk kembali berbuka atau makan. Oleh karena itulah salah satu
sunah sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri adalah makan atau minum walaupun
sedikit. Hal ini untuk menunjukkan bahwa hari raya Idul Fitri 1 syawal itu
waktunya berbuka dan haram untuk berpuasa.
Sedangkan kata Fitri yang berarti suci, bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, keburukan berdasarkan dari akar kata fathara-yafthiru dan hadis Rasulullah SAW yang artinya “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridha Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaq ‘alayh). Barangsiapa yang shalat malam di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridha Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq ‘alayh) . Dari penjelasan ini dapat disimpulkan pula bahwa Idul Fitri bisa berarti kembalinya kita kepada keadaan suci, atau keterbebasan dari segala dosa dan noda sehingga berada dalam kesucian (fitrah).
Jadi
yang dimaksud dengan Idul Fitri dalam konteks ini berarti kembali kepada asal
kejadiannya yang suci dan mengikuti petunjuk Islam yang benar. Bagi ummat Islam
yang telah lulus melaksanakan Ibadah puasa di Bulan Ramadhan akan diampuni
dosanya sehingga menjadi suci kembali seperti bayi yang baru dilahirkan dari
kandungan Ibunya. Sebagaimana Sabda Nabi SAW yang Artinya“Setiap bayi
dilahirkan dalam keadaan suci.”
Dalam
bahasa Jawa, hari raya Idul Fitri disebut juga dengan istilah “lebaran”.
Lebaran mengandung maksud lebar-lebur-luber-labur. Lebar artinya kita akan bisa
lebaran dari kemaksiatan. Lebur artinya lebur dari dosa. Luber artinya luber
dari pahala, luber dari keberkahan, luber dari rahmat Allah SWT. Labur artinya
bersih sebab bagi orang yang benar-benar melaksanakan ibadah puasa, maka hati
kita akan dilabur menjadi putih bersih tanpa dosa,makanya wajar klo mau lebaran
rumah-rumah banyak yang di labur hal ini mengandung arti pembersihan dhohir
disamping pembersihan batin yang telah di lakukan.
Adapun
terkait hidangan khas waktu lebaran yaitu ketupat, dalam bahasa Jawa ketupat
diartikan dengan ngaku lepat alias mengaku kesalahan, bentuk segi empat dari
ketupat mempunyai makna kiblat papat lima pancer yang berarti empat arah mata
angin dan satu pusat yaitu arah jalan hidup manusia. Ke mana pun arah yang
ingin ditempuh manusia hendaknya tidak akan lepas dari pusatnya yaitu Allah
SWT.
Oleh sebab itu ke mana pun manusia menuju, pasti akan kembali kepada Allah.
Rumitnya membuat anyaman ketupat dari janur mencerminkan kesalahan manusia.
Warna putih ketupat ketika dibelah melambangkan kebersihan setelah
bermaaf-maafan. Butiran beras yang dibungkus dalam janur merupakan simbol
kebersamaan dan kemakmuran. Janur yang ada di ketupat berasal dari kata jaa-a al-nur bermakna
telah datang cahaya atau janur adalah sejatine nur atau cahaya. Dalam arti
lebih luas berarti keadaan suci manusia setelah mendapatkan pencerahan cahaya
selama bulan Ramadan.
Adapun
makna filosofis santen yang ada di masakan ketupat adalah suwun pangapunten
atau memohon maaf. Dengan demikian ketupat ini hanyalah simbolisasi yang
mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah mohon ampun dari segala kesalahan
hal ini merupakan makna filosofis dari warna putih ketupat jika dibelah menjadi
dua. Sedangkan, janur melambangkan manusia yang telah mendapatkan sinar ilahiah
atau cahaya spiritual/cahaya jiwa. Anyaman-anyaman diharapkan memberikan
penguatan satu sama lain antara jasmani dan rohani.
Pemaknaan
hari raya Idul Fitri hendaknya bersifat positif seperti menjalin silaturrahmi
sebagai sarana membebaskan diri dari dosa yang bertautan antar sesama makhluk.
Silaturahmi tidak hanya berbentuk pertemuan formal seperti Halal bi Halal,
namun juga bisa dengan cara menyambangi dari rumah ke rumah, saling duduk
bercengkerama, saling mengenalkan dan mengikat kerabat. Apalagi sekarang
permohonan maaf dan silaturahmi sudah tidak mengenal batas dan waktu sebab bisa
menggunakan jejaring media sosial seperti contoh lewat sms, up date status,
inbox di facebook, twiter, yahoo mesenger, skype dan email.
Begitulah pentingnya silaturahmi sebagaimana Sabda Rasulullah SAW yang artinya “Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan melainkan keduanya akan diampuni (dosanya) sebelum mereka berpisah. (HR.Daud,Tirmidzi&Ibnu Majah) . “
Kini
kita dengan rasa suka cita dan senang karena kita menyambut hari kemenagan
disamping itu kita juga bercampur sedih, dan dengan linangan air mata bahagia
kita di tinggalkan bulan Ramadhan yang penuh berkah, maghfiroh dan Rahmat Allah
SWT. Banyak pelajaran dan hikmah, faidah dan fadhilah yang kita dapatkan. Kini
bulan Ramadhan telah berlalu, tapi satu hal yang tidak boleh meninggalkan kita
dan harus tetap bersama kita yaitu spirit dan akhlakiyah puasa Ramadhan,
sehingga 1 Syawal harus menjadi Imtidad lanjutan Ramadhan dengan ibadah serta
kesalehan sosial. Sebab Kata Syawal itu sendiri artinya peningkatan. Inilah
yang harus mengisi sebelas bulan ke depan dalam perjalanan hidup kita.
Seorang
muslim yang kembali kepada fitrahnya ia akan memiliki sikap yaitu pertama, ia
tetap istiqomah memegang agama tauhid yaitu islam, ia tetap akan berkeyakinan
bahwa Allah itu maha Esa dan hanya kepadanya kita memohon. Kedua,
dalam kehidupan sehari-hari ia akan selalu berbuat dan berkata yang benar,walau
kaana murron meskipun perkataan itu pahit. Ketiga, ia
tetap berlaku sebagai abid, yaitu hamba Allah yang selalu taat dan patuh kepada
perintah-Nya sebagai contoh kita harus menghormati kedua orang tua kita baik
orang tua kandung maupun mertua, jikalau sudah meninggal berziarahlah ketempat
makam mereka untuk mendoaakan agar dilapangkan kuburannya dan diampuni dosanya.
Mudah-mudahan berkat ibadah selama bulan Ramadhan yang dilengkapi dengan
menunaikan Zakat fitrah, Insya Allah kita termasuk orang-orang yang kembali
kepada fitrohnya, karena ibadah puasa Ramadhan berfungsi sebagai tazkiyatun
nafsi yaitu mensucikan jiwa dan Zakat fitrah berfungsi sebagai tazkiyatul
badan, yaitu mensucikan badan, maka setelah selesai ibadah puasa dan menunaikan
zakat,seorang muslim akan kembali kepada fitrohnya yaitu suci jiwanya dan suci
badanya.
Seorang
muslim yang kembali kepada fitrohnya selain sebagai abid (hamba Allah) yang
bertakwa, ia juga akan memiliki kepekaan sosial yang tinggi peduli kepada
lingkungannya. Itulah beberapa indikator dari gambaran seorang yang kembali
kepada fitrahnya setelah selesai menunaikan ibadah shaum Ramadhan sebulan
lamanya, dan itu akan tampak pada dirinya setelah selesai puasa ramadhan,mulai
hari ini dan seterusnya.
Dalam
kesempatan berlebaran di hari raya yang suci ini, mari kita satukan niat tulus
ikhlas dalam sanubari kita, kita hilangkan rasa benci, rasa dengki, rasa iri
hati, rasa dendam, rasa sombong dan rasa bangga dengan apa yang kita miliki
hari ini. Mari kita ganti semua itu dengan rasa kasih sayang dan rasa
persaudaraan. Dengan hati terbuka, wajah yang berseri-seri serta senyum yang
manis kita ulurkan tangan kita untuk saling bermaaf-maafan. Kita buka lembaran
baru yang masih putih, dan kita tutup halaman yang lama yang mungkin banyak
terdapat kotoran&noda seraya mengucapkan Minal Aidin Walfaizin Mohon Ma’af
Lahir dan Batin. Semoga Allah SWT, selalu memberikan pertolongannya kepada kita
semua. Oleh karena itu marilah kita jadikan Idul Fitri tahun 2014 ini berbeda
dengan Idul Fitri di tahun-tahun sebelumnya karena kita baru saja telah
melaksanakan pesta demokrasi pemilihan presiden. Walaupun kemarin beda pilihan
itulah seninya berdemokrasi, mari merajut kembali dan maksimalkan
bersilaturahmi untuk meminta maaf, memberi maaf dan menjadi seorang pemaaf.
Jangan biarkan kedengkian dan kebencian merasuk kembali ke jiwa kita yang telah
suci.
Lihat pula
1. Dawawin Asy-Syi’ri Al-’Arabi ‘ala Marri Al-Ushur, 19:182.
2. Muhammad bin Ziyad, berkata: "Ketika itu aku bersama Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu anhu dan sebagian sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam yang lain, lalu apabila mereka pulang sebagian mengucapkan kepada sebagian lainnya: (Taqabbalallahu minna waminkum) (Semoga Allah menerima amal kami dan kalian), Imam Ahmad bin Hanbal berkata: "Sanadnya baik." Dari Ibnu At-Turkimani dalam kitabnya Al-Jauhar An-Naqiy Hasyiah Al-Baihaqi(3/320-321).
3 Syeikh Al-Albani rahimahullah dalam kitab Tamamul Minnah(356).
4. Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni (2/259).
5. Al-Ashbahani dalam kitabnya At-Targhib Wa At-Tarhib (1/251).
6. Yusof, Mimi Syed & Hafeez, Shahrul (Oct. 30, 2005). "When Raya was a bewildering experience". New Straits Times, p. 8.
7. Majalah Hidayah - Tradisi Lebaran di Sejumlah Negara. Edisi 109, September 2010
5. Salat Idul Fitri di AS Tiga Versi". Diakses tanggal 30 September.
=====================
Kontributor: Wikipedia, Ust Ammi Nur
Baits, Hadi Mulyanto. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email:
ustazsofyan@gmail.com
Comments
Post a Comment