Keutamaan Sholat di Awal Waktu
Banyak
yang menyangka bahwa shalat wajib itu kewajibannya dilakukan pada sepanjang
waktunya; baik awal, tengah, atau akhir waktu. Asal jangan sebelum masuk
waktunya atau setelah lewat waktunya. Padahal Allah swt jelas melarang sahun dalam
shalat. Sahun dalam
shalat itu sendiri adalah lalai sehingga selalu melewatkan shalat pada awal
waktunya. Kedudukan waktu
untuk shalat sangat penting karena terkait dengan syarat sahnya shalat. Shalat
mutlak harus tepat pada waktunya; jangan sebelum masuk waktunya, jangan sesudah
lewat waktunya, dan jangan pula lalai dari awal waktunya. Allah swt berfirman: “Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.” (QS. an-Nisa` [4] : 103).
Umumnya, masyarakat yang
menilai shalat tidak wajib di awal waktu karena berdasarkan hadits berikut:
عَنْ
ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ ﷺ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى
اللهِ قَالَ الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ
الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Dari Ibn Mas’ud, ia berkata:
Aku bertanya kepada Nabi saw: “Amal apa yang paling dicintai Allah
swt?” Beliau menjawab: “Shalat pada (awal) waktunya.” “Kemudian apa
lagi?” Beliau menjawab: “Berbakti kepada orangtua.” “Kemudian apa
lagi?” Beliau menjawab: “Jihad fi sabilillah.” (Shahih
al-Bukhari bab fadlis-shalat
li waqtiha no. 527).
Al-Hafizh Ibn Hajar
menjelaskan, hadits di atas jika ditelusuri semua sanadnya, maka ditemukan tiga
jenis matan terkait shalat pada waktunya tersebut: Pertama, ‘ala waqtiha (atas
waktunya). Kedua, li
waqtiha (bagi waktunya). Ketiga, fi awwali waqtiha (pada
awal waktunya). Artinya, tiga jenis sabda Nabi saw ini maksudnya saling
berkaitan. Bahwa yang dimaksud shalat pada waktunya di atas adalah pada awal
waktunya (Fathul-Bari bab fadlis-shalat li waqtiha).
Di samping itu, Ibn Hajar
menjelaskan, kata ‘ala menunjukkan
makna isti’la (di
atas/permukaan/permulaan). Maka berarti ‘ala waqtiha maksudnya di
permukaan/permulaan waktunya. Demikian halnya kata li jika ditujukan pada waktu
bermakna istiqbal (di
hadapan/awal), sebagaimana halnya firman Allah swt: fa thalliquhunna li ‘iddatihinna;ceraikan
istri di hadapan/awal ‘iddahnya (QS. at-Thalaq [65] : 1). Maka maksud li waqtihaberarti
“shalat di hadapan/awal waktunya” (Fathul-Bari bab fadlis-shalat li waqtiha).
Itu semua berarti bahwa dalil
ini tidak bisa dijadikan dalil bahwa shalat bebas dilaksanakan pada awal,
tengah, atau akhir waktu. Pokoknya pada waktunya. Yang benar hadits ini justru
menegaskan keutamaan shalat pada awal waktunya. Maksud “keutamaan” atau “disukai”
dalam hadits di atas itu sendiri tidak berarti bahwa statusnya sunat. Keutamaan
dan disukai ini konteksnya hanya dalam hal pahalanya yang besar. Adapun terkait
hukum dikaitkan dengan dalil-dalil lain yang menuntut untuk shalat di awal
waktu dan mengancam shalat dilalaikan dari awal waktunya. Demikian halnya
hadits lain yang tidak layak untuk dijadikan hujjah untuk shalat di luar awal
waktunya, disebabkan statusnya yang dla’if, yakni sebagai berikut:
أَوَّلُ
الْوَقْتِ رِضْوَانُ اللهُ وَأَوْسَطُهُ رَحْمَةُ اللهِ وَآخِرُهُ عَفْوُ اللهِ
Awal
waktu itu keridlaan Allah, tengah waktu itu rahmat Allah, dan akhir waktu itu
ampunan Allah.
Terkait hadits ini al-Hafizh
Ibn Hajar dalam Bulughul-Maram mengomentari:
أَخْرَجَهُ
الدَّارَقُطْنِيُّ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ جِدًّا. وَلِلتِّرْمِذِيِّ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ
عُمَرَ نَحْوُهُ دُونَ الْأَوْسَطِ وَهُوَ ضَعِيفٌ أَيْضًا
Ad-Daraquthni
meriwayatkannya dengan sanad yang dla’if sekali. Imam at-Tirmidzi juga
meriwayatkannya dari hadits Ibn ‘Umar dengan redaksi yang sama hanya tanpa
menyebut waktu yang tengah, tetapi sanadnya dla’if juga.
Imam as-Shan’ani dalam
Subulus-Salam menyebutkan bahwa para ulama yang menyatakan bolehnya
mengakhirkan shalat dari awal waktunya, hanya pada dua waktu, yakni zhuhur
sampai tidak panas menyengat dan ‘isya sampai ‘atamah (awal waktu tidur). Ada
juga memang yang berpendapat adanya waktu ketiga boleh mengakhirkan shalat,
yakni shubuh sampai terang (isfar/ishbah). Akan tetapi
pemahaman isfar/ishbah untuk
shubuh seperti itu tidak tepat, karena yang dimaksud bukan memulai shalat
ketika shubuh sudah terang, melainkan membaca bacaan shalat shubuh dengan
surat-surat yang panjang sampai terang. Hadits yang dimaksud adalah:
أَصْبِحُوا
بِالصُّبْحِ فَإِنَّهُ أَعْظَمُ لِأُجُورِكُمْ
Shalat
shubuhlah sampai terang, karena itu lebih besar pahalanya untuk kalian (Bulughul-Maram no. 172). Lebih
jelasnya disebutkan dalam hadits Jabir sebagai berikut:
وَالْعِشَاءَ
أَحْيَانًا يُقَدِّمُهَا وَأَحْيَانًا يُؤَخِّرُهَا: إِذَا رَآهُمْ اِجْتَمَعُوا
عَجَّلَ وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَئُوا أَخَّرَ وَالصُّبْحَ: كَانَ
اَلنَّبِيُّ ﷺ يُصَلِّيهَا بِغَلَسٍ
Adapun
shalat ‘Isya, kadang beliau mengawalkannya dan kadang mengakhirkannya. Apabila
beliau melihat jama’ah sudah berkumpul, beliau mengawalkan. Dan apabila beliau
melihat jama’ah belum berkumpul, beliau mengakhirkannya. Sementara shubuh,
beliau selalu melaksanakannya ketika masih gelap (Bulughul-Maram no. 167).
Artinya bahwa shubuh selalu
dilaksanakan ketika masih gelap. Jadi maksud ashbihu bis-shubhi; bukan
shalat shubuh ketika sudah terang, tetapi shalat shubuhlah sampai terang.
Di samping itu hadits di atas
juga menjelaskan alasan Nabi saw mengakhirkan shalat ‘Isya, yakni ketika
jama’ah shalat belum berkumpul. Tentunya jangan dipahami bahwa shahabat Nabi
saw adalah orang-orang yang kadang malas. Sebab ancaman dengan sebutan munafiq
bagi yang malas shalat ‘Isya dan shubuh berjama’ah sudah betul-betul dihayati
oleh shahabat. Kalau shahabat ada kalanya belum berkumpul pasti disebabkan
alasan syar’i, seperti jihad, buka shaum, atau baru pulang safar. Hadits ini
dengan sendirinya mengaitkan pelaksanaan shalat ‘Isya pada imam shalat
berjama’ah di masjid. Jadi boleh diakhirkannya shalat ‘Isya dari awal waktunya
itu jika imam memang mengakhirkan shalatnya. Sebab selama Rasul saw
melaksanakannya di awal waktu, maka para shahabat pun semua ikut shalat di awal
waktu. Tidak ada toleransi di luar awal waktu bagi mereka yang malas.
Sementara untuk waktu zhuhur,
disebutkan alasannya oleh Nabi saw:
إِذَا
اِشْتَدَّ اَلْحَرُّ فَأَبْرِدُوا بِالصَّلَاةِ فَإِنَّ شِدَّةَ اَلْحَرِّ مِنْ
فَيْحِ جَهَنَّمَ
Apabila
panas sangat menyengat, maka tunggulah sampai dingin untuk shalat, karena panas
yang menyengat itu termasuk hembusan neraka jahannam (Bulughul-Maram no. 171).
Alasannya jelas, cuaca yang
sangat panas. Bukan cuaca panas, tapi sangat panas. Sebab jika sebatas panas,
maka di Saudi Arabia itu hampir sepanjang tahun panas. Ini erat kaitannya
dengan kondisi bangunan pada zaman Nabi saw yang belum efektif menangkal panas
yang sangat menyengat. Untuk konteks zaman sekarang, dimana bangunan masjid
bisa menangkal cuaca panas lewat kipas angin, AC, atau fentilasi udara yang
diperbanyak, maka tidak ada alasan shalat zhuhur boleh diakhirkan dari awal
waktunya.
Tidak bolehnya shalat
diakhirkan dari awal waktu sangat jelas diketahui dari ancaman Allah swt: Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya (QS. al-Ma’un [107]: 4-5).
Sholat
adalah salah satu dari rukun-rukun islam yang sangat ditekankan kepada seluruh
ummat islam untuk menjalankannya bahkan anjuran dari nabi besar Muhammad saw
untuk tidak meninggalkannya, karena seluruh perbuatan baik dan buruk tergantung
pada yang satu ini. Jika sholat kita baik maka seluruh perbuatan kita juga akan
baik, karena sholat yang kita lakukan setiap hari sebanyak lima waktu itu
subuh, dzuhur, asar, magrib dan isya akan mencegah kita dari perbuatan jelek,
namun sebaliknya jika kita mendirikan sholat dan masih juga melakukan hal yang
tidak terpuji maka kita harus kembali pada diri kita masing-masing dan
mengkoreksi kembali apakah sholat yang kita dirikan itu benar-benar sudah
memenuhi syarat atau ketika kita mendirikannya, benak dan pikiran kita masih
dikuasai atau diganggu oleh pikiran-pikiran selain Allah. Itu semua perlu juga
kita perhatikan.
TERDAPAT tiga hal yang harus disegerakan
dalam urusannya, tiga hal tersebut adalah menyegerakan shalat, menikahkan anak
gadis di waktunya, dan mengurus jenazah.
Menyegerakan shalat, satu hal yang terlihat sepele namun sering kali banyak
diabaikan oleh banyak orang. Padahal menyegerakan shalat di awal waktu
memberikan banyak keutamaannya. Karena saat menyegerakan shalat, berarti di
waktu itulah seorang hamba bergegeas mendekati panggilan dari Rabb-nya.
Inilah beberapa keutamaan yang
hanya akan didapatkan mereka yang senantiasa menyegerakan shalat tepat waktu
setiap saatnya.
1.
Shalat tepat waktu dicintai
Allah melebihi berbakti pada orangtua dan berjihad. Shalat awal waktu dicintai Allah, karena saat seorang hamba bergegas melakukan
shalat di awal waktu, maka itu adalah salah satu ciri yang membuktikan
kecitaannya pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. “Amalan yang paling dicintai
oleh Allah adalah Shalat pada waktunya, Berbakti kepada kedua orang tua, dan
Jihad di jalan Allah.” (HR Bukhari & Muslim).
2.
Surga adalah balasannya. Dan balasan yang telah Allah janjikan bagi seorang hamba yang senantiasa
menyegerakan shalatnya di awal waktu adalah surga. Kebahagiaan dan keindahan
abadi itu telah Allah persiapkan bagi hamba yang senantiasa berlari ke arah-Nya. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari
Abu Qatadah bin Rib’iy mengabarkankepadanya bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: ” ‘Sesungguhnya
Aku mewajibkan umatmu shalat lima waktu, dan Aku berjanji bahwa barangsiapa
yang menjaga waktu-waktunya pasti Aku akan memasukkannya ke dalam surga, dan
barangsiapa yang tidak menjaganya maka dia tidak mendapatkan apa yang aku
janjikan”.
3. Diampuninya dosa. Orang yang shalat tepat waktu berarti telah memprioritaskan Allah dan
mengikhlaskan dirinya menghadap Allah di waktu terbaik, oleh sebab itu orang
yang menghadap Allah dengan ikhlas seperti ini akan digugurkan dosa-dosanya
sebagaimana gugurnya dedaunan dari pohonnya.
“Sesungguhnya seorang hamba
yang muslim, jika menunaikan shalat dengan ikhlas karena Allah, maka
dosa-dosanya akan berguguran seperti gugurnya daun-daun ini dari
pohonnya” (HR.
Ahmad).
3.
Pahala kebaikan yang amat besa. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah ﷺ
pernah bersabda, “…Seandainya orang-orang mengetahui pahala
azan dan barisan (shaf) pertama, lalu mereka tidak akan memperolehnya kecuali
dengan ikut undian, niscaya mereka akan berundi. Dan seandainya mereka
mengetahui pahala menyegerakan shalat pada awal waktu, niscaya mereka akan
berlomba-lomba melaksanakannya. Dan seandainya mereka mengetahui pahala shalat
Isya dan Subuh, niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan jalan
merangkak.” (HR. Bukhari)
5. Memperoleh sembilan macam
kemuliaan. Utsman bin ‘Affan RA berkata: “Barang siapa selalu
mengerjakan shalat lima waktu tepat pada waktu utamanya, maka Allah akan
memuliakannya dengan sembilan macam kemuliaan, yaitu dicintai Allah, badannya
selalu sehat, eberadaannya selalu dijaga malaikat, umahnya diberkahi, wajahnya
menampakkan jati diri orang shalih, hatinya dilunakkan oleh Allah, dipermudah
saat akan menyeberang Shirath (jembatan di atas neraka) seperti kilat, dia akan
diselamatkan Allah dari api neraka dan Allah Akan menempatkannya di surga kelak
bertetangga dengan orang-orang yang tidak ada rasa takut bagi mereka dan tidak
pula bersedih hati
Yang dimaksud awal waktu adalah
ketika masuk waktu adzan, untuk sholatnya setelah adzan atau iqomah karena
mengambil keutamaan menjawab adzan dan berdoa di waktu mustajab antara adzan
dan iqomah. Disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin
Mas’ud radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam: “Amal apakah yang paling dicintai Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab dengan sabdanya: الصلاة على وقتها “Shalat pada waktunya.”
Ibnu Mas’ud bertanya lagi: “Kemudian apa?” Beliau ulangi dua kali, dan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan urutan: “Berbakti kepada orang
tua, kemduian berjihad fi sabilillah.”
Syekh Abu Abdullah RA berkata,
“Suatu hari, ibu saya meminta ayahku membeli ikan di pasar. Kemudian, saya
pergi bersama ayah saya. Setelah ikan dibeli, kami memerlukan seseorang untuk
membawanya. Di saat itu, ada seorang pemuda yang sedang berdiri didekat kami.
Pemuda itu berkata, “Wahai bapak, apakah bapak memerlukan bantuan saya untuk
membawa ikan itu?” “Ya, benar!” kata ayah saya. Kemudian, pemuda itu membawa
ikan di atas kepalanya dan turut bersama kami ke rumah.
Di tengah perjalanan, kami
mendengar suara azan. Pemuda itu berkata, “Penyeru Allah telah memanggil.
Izinkanlah saya berwudhu, barang ini akan saya bawa setelah shalat nanti.
Apabila bapak bersedia, silakan menunggu, jika tidak, silakan bawa sendiri.” Setelah
berkata demikian, ia meletakkan ikan-ikan itu dan pergi ke masjid. Ayahku
berpikir, pemuda itu mempunyai keyakinan yang begitu kuat kepada Allah SWT,
bagaikan seorang waliyullah. Akhirnya ayah meletakkan ikan-ikan itu, kemudian
kami pergi ke masjid. Setelah kembali dari masjid, ternyata ikan-ikan itu masih
berada di tempatnya. Lalu, pemuda itu mengangkat kembali ikan-ikan tadi dan
bersama menuju rumah.
Setibanya di rumah, ayah
menceritakan peristiwa tersebut kepada ibu. Ibu berkata kepada pemuda tadi,
“Simpanlah ikan-ikan itu, mari makan bersama kami, setelah itu kamu boleh
pulang.” Tetapi pemuda itu menjawab, ”Maaf ibu, saya sedang berpuasa.” Ayah
berkata, “Kalau begitu, datanglah ke sini nanti petang dan berbukalah di sini.”
Pemuda itu berkata, “Biasanya, jika saya telah berangkat maka saya tidak akan
kembali lagi. Tetapi untuk kali ini, saya akan pergi ke masjid dan petang nanti
saya akan kembali kemari.” Sesudah itu, dia pergi dan meminta untuk tinggal si
sebuah masjid di dekat rumah. Pada petang harinya setelah Maghrib, pemuda tadi
datang dan makan bersama kami. Setelah makan, kami menyiapkan sebuah kamar
untuknya agar ia dapat beristirahat tanpa diganggu oleh siapa pun.
Di sebelah rumah kami, ada
seorang wanita tua yang lumpuh. Kami benar-benar terkejut ketika melihatnya
dapat berjalan. Kami bertanya, “Bagaimana engkau dapat sembuh?” Wanita tua itu
menjawab, “Saya didoakan oleh tamu Anda agar kaki saya disembuhkan dan Allah
mengabulkan doanya.” Ketika kami mencari pemuda itu, ternyata dia telah
meninggalkan kamarnya. Pemuda itu pergi tanpa diketahui oleh siapa pun.
Kisah yang terdapat di dalam
Kitab Fadhail A'mal, karya
Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandhalawi di atas, memberikan pelajaran
berharga. Yakni, di antara rahasia mendirikan shalat lima waktu di awal waktu
dengan berjamaah akan menjadikan doa-doanya cepat diijabah.
Itu karena orang yang
mendirikan shalat lima waktu di awal waktu dengan berjamaah adalah orang yang
bersih dari dosa. “Sesungguhnya shalat lima waktu itu menghilangkan dosa-dosa
sebagaimana air menghilangkan kotoran.” (HR Muslim). Selain itu, karena ia
mendahulukan panggilan Allah dari panggilan selain-Nya. Untuk itu, ketika azan
berkumandang mari kita segera penuhi panggilan Allah untuk melaksanakan shalat
pada awal waktu dengan berjamaah. Agar doa-doa kita mustajab dan mendapat
kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT.
Sahabat...jangan sampai kita shalat sekadar memenuhi kewajiban
saja, dilakukan asal-asalan, di akhir waktu pula, karena sesungguhnya ada
banyak keutamaan melaksanakan shalat dengan sempurna rukun-rukunnya dan di awal
waktu, lebih baik lagi jika dilakukan secara berjamaah di masjid khususnya bagi
yang laki-laki.
Berikut ini beberapa keutamaan shalat tepat waktu yang perlu kita ketahui untuk
memotivasi mempraktikkannya, semoga Allah mudahkan kita selalu shalat tepat di
awal waktunya:
1. Shalat tepat waktu dicintai Allah melebihi berbakti pada orangtua dan
berjihad. Mengaku mencintai dan ingin dicintai Allah tapi masih suka mengulur-ulur waktu
shalat sama saja seperti berdusta, karena shalat tepat waktu merupakan amalan
yang paling dicintai Allah.
"Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah Shalat pada waktunya,
Berbakti kepada kedua orang tua, dan Jihad di jalan Allah.”. (HR Bukhari & Muslim).
2. Allah menjanjikan surga. Jika kita bisa menjaga waktu shalat yakni shalat tepat di awal waktunya, maka
Allah berjanji akan memasukkan ke dalam surgaNya. Sebaliknya, orang yang tak
peduli pada waktu shalatnya tidak akan mendapatkan janji Allah tersebut.
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Qatadah bin Rib’iy mengabarkan kepadanya
bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Allah Ta’ala berfirman: " ‘Sesungguhnya Aku mewajibkan umatmu shalat
lima waktu, dan Aku berjanji bahwa barangsiapa yang menjaga waktu-waktunya
pasti Aku akan memasukkannya ke dalam surga, dan barangsiapa yang tidak
menjaganya maka dia tidak mendapatkan apa yang aku janjikan"
3. Bergugurnya dosa-dosa. Orang yang shalat tepat waktu berarti telah memprioritaskan Allah dan
mengikhlaskan dirinya menghadap Allah di waktu terbaik, oleh sebab itu orang
yang menghadap Allah dengan ikhlas seperti ini akan digugurkan dosa-dosanya
sebagaimana gugurnya dedaunan dari pohonnya. “Sesungguhnya seorang hamba yang muslim, jika menunaikan shalat dengan ikhlas
karena Allah, maka dosa-dosanya akan berguguran seperti gugurnya daun-daun ini
dari pohonnya” (HR. Ahmad).
4. Pahala kebaikan yang amat besar Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “…Seandainya orang-orang mengetahui pahala azan dan barisan (shaf) pertama, lalu mereka tidak akan memperolehnya kecuali dengan ikut undian, niscaya mereka akan berundi. Dan seandainya mereka mengetahui pahala menyegerakan shalat pada awal waktu, niscaya mereka akan Isya dan Subuh, niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan jalan berlomba-lomba melaksanakannya. Dan seandainya mereka mengetahui pahala shalat berkata; “Barang siapa selalu mengerjakan shalat lima waktu tepat pada waktu merangkak.” (HR. Bukhari)
5. Memperoleh 9 macam kemuliaan. yaitu dilunakkan oleh Allah; Dia akan menyeberang Shirath (jembatan di atas neraka), dicintai Allah Badannya selalu sehat; Keberadaannya selalu dijaga malaikat; Rumahnya diberkahi; Wajahnya menampakkan jati diri orang shalih; Hatinya seperti kilat; Dia akan diselamatkan Allah dari api neraka; dan Allah Akan seseorang, dan yang pertama kali akan kulihat darinya yaitu shalatnya. Jika ia menempatkannya di surga kelak bertetangga dengan orang-orang yang tidak ada rasa takut bagi mereka dan tidak pula bersedih hati 6. Patut menjadi rujukan ilmu Abul Aliyah mengatakan, “Aku akan bepergian beberapa hari untuk menemui (shalat), pastilah dia lebih tidak peduli lagi".
*****************************
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com
Comments
Post a Comment