Ibadah Qurban
Kurban (Bahasa
Arab: قربن,
transliterasi: Qurban),yang berarti dekat atau mendekatkan atau disebut
juga Udhhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah
berarti hewan sembelihan. Sedangkan ritual kurban adalah salah satu ritual
ibadah pemeluk agama Islam, dimana dilakukan penyembelihan
binatang ternak untuk dipersembahkan kepada Allah. Ritual kurban dilakukan pada
bulan Dzulhijjah pada
penanggalan Islam, yakni pada tanggal 10 (hari nahar) dan 11,12 dan 13 (hari
tasyrik) bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha.
Latar
belakang historis
Dalam
sejarah sebagaimana yang disampaikan dalam Al Qur'an terdapat dua peristiwa
dilakukannya ritual kurban yakni oleh Habil (Abel)
dan Qabil (Cain),
putra Nabi
Adam alaihis salam, serta pada saat Nabi
Ibrahim akan mengorbankan Nabi
Ismail atas perintah Allah.
Habil
dan Qabil
Kisah
Habil dan Qabil di kisahkan pada al-Qur'an:
“
|
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil)
menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka
diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima
dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti
membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima
(kurban) dari orang-orang yang bertakwa". (Al Maaidah: 27)
|
”
|
Ibrahim
dan Ismail
Disebutkan
dalam Al Qur'an, Allah memberi perintah melalui mimpi kepada Nabi Ibrahim untuk
mempersembahkan Ismail. Diceritakan dalam Al Qur'an bahwa Ibrahim dan Ismail
mematuhi perintah tersebut dan tepat saat Ismail akan disembelih, Allah menggantinya
dengan domba. Berikut petikan surat Ash Shaaffaat ayat
102-107 yang menceritakan hal tersebut.
“
|
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia
menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu;
insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ), dan Kami panggillah dia:
"Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah
membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu
ujian yang nyata, dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar. (Ash Shaaffaat: 102-107)
|
”
|
Dalil
tentang berkurban
Ayat
dalam Al
Qur'an tentang ritual kurban antara lain :
· Surat Al Kautsar ayat
2: Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah (anhar)
Sementara
hadits yang berkaitan dengan kurban antara lain:
· “Siapa yang
mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berkurban, maka janganlah
ia mendekati tempat salat Ied kami.” HR. Ahmad dan ibn Majah.
· Hadits Zaid ibn
Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah kurban
itu?” Rasulullah menjawab: “Kurban adalah sunahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.”
Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan kurban itu?”
Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka
menjawab: “Kalau bulu-bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya
juga satu kebaikan.” HR. Ahmad dan ibn Majah
· “Jika masuk
tanggal 10 Dzul Hijjah dan ada salah seorang di antara kalian yang ingin
berkurban, maka hendaklah ia tidak cukur atau memotong kukunya.” HR. Muslim
· “Kami berkurban
bersama Nabi SAW di Hudaibiyah, satu unta untuk tujuh orang, satu sapi untuk
tujuh orang. “ HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi.
Hukum
kurban
Mayoritas
ulama dari kalangan sahabat, tabi’in,
tabiut tabi’in, dan fuqaha (ahli fiqh) menyatakan bahwa hukum kurban adalah
sunnah muakkadah (utama), dan tidak ada seorangpun yang menyatakan wajib,
kecuali Abu Hanifah (tabi’in). Ibnu Hazm menyatakan: “Tidak ada seorang sahabat
Nabi pun yang menyatakan bahwa kurban itu wajib.
Syarat dan pembagian daging kurban
Syarat
dan ketentuan pembagian daging kurban adalah sebagai berikut :
· Orang yang
berkurban harus mampu menyediakan hewan sembelihan dengan cara halal tanpa
berutang.
· Kurban harus
binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, atau biri-biri.
· Binatang yang akan
disembelih tidak memiliki cacat, tidak buta, tidak pincang, tidak sakit, dan
kuping serta ekor harus utuh.
· Hewan kurban telah
cukup umur, yaitu unta berumur 5 tahun atau lebih, sapi atau kerbau telah
berumur 2 tahun, dan domba atau kambing berumur lebih dari 1 tahun.
· Orang yang
melakukan kurban hendaklah yang merdeka (bukan budak), baligh, dan berakal.
· Daging hewan
kurban dibagi tiga, 1/3 untuk dimakan oleh yang berkurban, 1/3 disedekahkan,
dan 1/3 bagian dihadiahkan kepada orang lain.
Waktu
berkurban
Awal
waktu
Waktu
untuk menyembelih kurban bisa di 'awal waktu' yaitu setelah salat Id langsung
dan tidak menunggu hingga selesai khutbah. Bila di sebuah tempat tidak terdapat
pelaksanaan salat Id, maka waktunya diperkirakan dengan ukuran salat Id. Dan
barangsiapa yang menyembelih sebelum waktunya maka tidak sah dan wajib
menggantinya .
Dalilnya
adalah hadits-hadits berikut:
a.Hadits Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا أُخْرَى “Barangsiapa yang salat seperti salat kami dan menyembelih hewan kurban seperti kami, maka telah benar kurbannya. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum salat maka hendaklah dia menggantinya dengan yang lain.” (HR. Al-Bukhari no. 5563 dan Muslim no. 1553) Hadits senada juga datang dari sahabat Jundub bin Abdillah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhari (no. 5500) dan Muslim (no. 1552).
b. Hadits Al-Bara` riwayat Al-Bukhari (no. 5556) dan yang lainnya tentang kisah Abu Burdah radhiyallahu ‘anhu yang menyembelih sebelum salat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ “Kambingmu adalah kambing untuk (diambil) dagingnya saja.” Dalam lafadz lain (no. 5560) disebutkan: وَمَنْ نَحَرَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ يُقَدِّمُهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ شَيْءٌ “Barangsiapa yang menyembelih (sebelum salat), maka itu hanyalah daging yang dia persembahkan untuk keluarganya, bukan termasuk hewan kurban sedikitpun.”
a.Hadits Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا أُخْرَى “Barangsiapa yang salat seperti salat kami dan menyembelih hewan kurban seperti kami, maka telah benar kurbannya. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum salat maka hendaklah dia menggantinya dengan yang lain.” (HR. Al-Bukhari no. 5563 dan Muslim no. 1553) Hadits senada juga datang dari sahabat Jundub bin Abdillah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhari (no. 5500) dan Muslim (no. 1552).
b. Hadits Al-Bara` riwayat Al-Bukhari (no. 5556) dan yang lainnya tentang kisah Abu Burdah radhiyallahu ‘anhu yang menyembelih sebelum salat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ “Kambingmu adalah kambing untuk (diambil) dagingnya saja.” Dalam lafadz lain (no. 5560) disebutkan: وَمَنْ نَحَرَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ يُقَدِّمُهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ شَيْءٌ “Barangsiapa yang menyembelih (sebelum salat), maka itu hanyalah daging yang dia persembahkan untuk keluarganya, bukan termasuk hewan kurban sedikitpun.”
Akhir
waktu
Waktu
penyembelihan hewan kurban adalah 4 hari, hari Iedul Adha dan tiga hari
sesudahnya. Waktu penyembelihannya berakhir dengan tenggelamnya matahari di
hari keempat yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. Ini adalah pendapat ‘Ali bin Abi
Thalib, Al-Hasan Al-Bashri (imam penduduk Bashrah),
‘Atha` bin Abi Rabah (imam penduduk Makkah),
Al-Auza’i (imam penduduk Syam), dan Asy-Syafi'i (imam
fuqaha ahli hadits). Pendapat ini dipilih oleh Ibnul Mundzir, Ibnul
Qayyim dalam Zadul Ma’ad (2/319), Ibnu
Taimiyah, Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/406, no. fatwa 8790), dan Ibnu Utsaimin dalam
Asy-Syarhul Mumti’ (3/411-412).
Alasannya
disebutkan oleh Ibnul Qayyim sebagai berikut: 1. Hari-hari tersebut adalah
hari-hari Mina. 2. Hari-hari tersebut adalah hari-hari tasyriq. 3. Hari-hari
tersebut adalah hari-hari melempar jumrah. 4. Hari-hari tersebut adalah hari-hari
yang diharamkan puasa padanya.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلهِ
تَعَالَى “Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minum,
dan dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.” Adapun hadits Abu Umamah bin Sahl
bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: كَانَ الْمُسْلِمُوْنَ يَشْرِي أَحَدُهُمُ اْلأُضْحِيَّةَ
فَيُسَمِّنُهَا فَيَذْبَحُهَا بَعْدَ اْلأضْحَى آخِرَ ذِي الْحِجَّةِ “Dahulu kaum muslimin, salah seorang mereka membeli hewan
kurban lalu dia gemukkan kemudian dia sembelih setelah Iedul Adha di akhir
bulan Dzulhijjah.” (HR. Al-Baihaqi, 9/298) Al-Imam Ahmad rahimahullahu
mengingkari hadits ini dan berkata: “Hadits ini aneh.” Demikian yang dinukil
oleh Ibnu Qudamah dalam
Syarhul Kabir (5/193). Wallahu a’lam.
Menyembelih
di waktu siang atau malam?
Tidak
ada khilafiah di kalangan ulama tentang kebolehan menyembelih kkurban di waktu
pagi, siang, atau sore, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ فِي أَيَّامٍ
مَعْلُوْمَاتٍ “Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari
yang telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28)
Mereka
hanya berbeda pendapat tentang menyembelih kurban di malam hari. Yang rajih
adalah diperbolehkan, karena tidak ada dalil khusus yang melarangnya. Ini
adalah tarjih Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (3/413) dan fatwa
Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/395, no. fatwa 9525). Yang dimakruhkan adalah
tindakan-tindakan yang mengurangi sisi keafdhalannya, seperti kurang
terkoordinasi pembagian dagingnya, dagingnya kurang segar, atau tidak dibagikan
sama sekali. Adapun penyembelihannya tidak mengapa.
Adapun
ayat di atas (yang hanya menyebut hari-hari dan tidak menyebutkan malam),
tidaklah menunjukkan persyaratan, namun hanya menunjukkan keafdhalan saja.
Adapun
hadits yang diriwayatkan Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dari Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu ‘anhuma dengan lafadz: نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الذَبْحِ
بِاللَّيْلِ “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang
menyembelih di malam hari.” Al-Haitsami rahimahullahu dalam Al-Majma’ (4/23)
menyatakan: “Pada sanadnya ada Salman bin Abi Salamah Al-Janabizi, dia matruk.”
Sehingga hadits ini dha’if jiddan (lemah sekali). Wallahu a’lam. (lihat
Asy-Syarhul Kabir, 5/194)
Sosialisasi
Kurban
Umat
muslim dianjurkan untuk berkurban. Gambar berikut adalah iklan untuk berkurban,
dan membeli binatang untuk kurban dari sumber tertentu yang dimuat di Koran
Media Indonesia pada bulan Desember 2005 oleh organisasi Dompet Dhuafa. Selain
itu Dompet
Peduli Ummat DaarutTauhiid juga berupaya mengajak masyarakat
untuk ikut serta dalam mensosialisasikan Qurban ini. dan juga memakan daging
qurban tersebut.
Setiap tanggal 10
Dzul Hijjah, semua umat Islam yang tidak melaksanakan haji merayakan hari raya
Idul Adha. Pada hari itu, umat Islam sangat disunnahkan untuk berqurban dimana
mereka menyembelih hewan qurban untuk kemudian dibagi-bagikan kepada seluruh
umat Islam di suatu daerah. Lalu apakah sebenarnya Qurban itu? Dibawah ini akan
dijelaskan secara lengkap.
Qurban berasal dari bahasa Arab, “Qurban” yang berarti dekat (قربان). Kurban dalam Islam juga
disebut dengan al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti
binatang sembelihan, seperti unta, sapi (kerbau), dan kambing yang disembelih
pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq sebagai bentuk taqarrub atau
mendekatkan diri kepada Allah.
Dalil Disyari’atkannya Kurban
Allah SWT telah mensyariatkan kurban dengan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya
orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.” (Al-Kautsar: 1 —
3).
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagai syiar
Allah. Kamu banyak memperoleh kebaikan dari padanya, maka sebutlah nama Allah
ketika kamu menyembelihnya.” (Al-Hajj: 36).
Dari Aisyah ra, Nabi saw bersabda, “Tidak ada suatu amalan pun yang dilakukan oleh
manusia pada hari raya Kurban yang lebih dicintai Allah SWT dari menyembelih
hewan Kurban. Sesungguhnya hewan Kurban itu kelak pada hari kiamat akan datang
beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulunya dan kuku-kukunya. Dan sesungguhnya
sebelum darah Kurban itu menyentuh tanah, ia (pahalanya) telah diterima di sisi
Allah, maka beruntunglah kalian semua dengan (pahala) Kurban itu.”
(HR Tirmidzi).
Ibadah
kurban hukumnya sunnah muakkadah (sunnah
yang sangat dianjurkan). Bagi orang yang mampu melakukannya lalu ia
meninggalkan hal itu, maka ia dihukumi makruh. Hal ini berdasarkan hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Nabi saw pernah berkurban dengan dua
kambing kibasy yang sama-sama berwarna putih kehitam-hitaman dan bertanduk.
Beliau sendiri yang menyembelih kurban tersebut, dan membacakan nama Allah
serta bertakbir (waktu memotongnya).
Dari Ummu Salamah ra, Nabi saw bersabda, “Dan jika kalian telah melihat hilal (tanggal)
masuknya bulan Dzul Hijjah, dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban,
maka hendaklah ia membiarkan rambut dan kukunya.” HR Muslim
Arti sabda Nabi saw, ” ingin berkorban” adalah dalil bahwa ibadah kurban ini
sunnah, bukan wajib. Diriwayatkan dari Abu Bakar dan Umar ra bahwa mereka
berdua belum pernah melakukan kurban untuk keluarga mereka berdua, lantaran
keduanya takut jika perihal kurban itu dianggap wajib.
Ibadah kurban disyariatkan Allah untuk mengenang Sejarah Idul Adha sendiri yang dialami oleh Nabi
Ibrahim as dan sebagai suatu upaya untuk memberikan kemudahan pada hari Id,
sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw, “Hari-hari itu tidak lain adalah hari-hari
untuk makan dan minum serta berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla.”
Binatang yang boleh untuk kurban adalah onta, sapi (kerbau) dan kambing.
Untuk selain yang tiga jenis ini tidak diperbolehkan. Allah SWT berfirman, “supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang
telah dianugerahkan Allah kepada mereka.” (Al-Hajj: 34).
Dan dianggap
memadai berkurban dengan domba yang berumur setengah tahun, kambing jawa yang
berumur satu tahun, sapi yang berumur dua tahun, dan unta yang berumur lima
tahun, baik itu jantan atau betina. Hal ini sesuai dengan hadis-hadis di bawah
ini:
Dari Abu Hurairah ra berkata, aku pernah mendengar Rasulullah saw
bersabda, “Binatang kurban yang paling bagus adalah kambing yang jadza’
(powel/berumur satu tahun).” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Dari Uqbah bin Amir ra, aku berkata, wahai Rasulullah saw, aku mempunyai
jadza’, Rasulullah saw menjawab, “Berkurbanlah dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Jabir ra, Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kalian mengurbankan binatang kecuali
yang berumur satu tahun ke atas, jika itu menyulitkanmu, maka sembelihlah domba
Jadza’.”
Berkorban dengan Kambing yang Dikebiri
Boleh-boleh saja berkurban dengan kambing yang dikebiri. Diriwayatkan
oleh Ahmad dari Abu Rafi’, bahwa Rasulullah saw berkurban dengan dua ekor
kambing kibasy yang keduanya berwarna putih bercampur hitam lagi dikebiri.
Karena dagingnya lebih enak dan lebih lezat.
Syarat-syarat binatang yang untuk kurban adalah bintang yang bebas dari
aib (cacat). Karena itu, tidak boleh berkurban dengan binatang yang aib seperti
di bawah ini:
1. Yang penyakitnya terlihat dengan jelas.
2. Yang buta dan jelas terlihat kebutaannya
3. Yang sumsum tulangnya tidak ada, karena kurus sekali.
Rasulullah saw bersabda, “Ada empat penyakit pada binatang kurban yang
dengannya kurban itu tidak mencukupi. Yaitu yang buta dengan kebutaan yang
nampak sekali, dan yang sakit dan penyakitnya terlihat sekali, yang pincang
sekali, dan yang kurus sekali.” (HR Tirmidzi seraya mengatakan hadis ini hasan
sahih).
4. Yang cacat, yaitu yang telinga atau tanduknya sebagian besar hilang.
Selain binatang lima di atas, ada binatang-binatang lain yang tidak
boleh untuk kurban, yaitu:
1. Hatma’ (ompong gigi depannya, seluruhnya).
2. Ashma’ (yang kulit tanduknya pecah).
3. Umya’ (buta).
4. Taula’ (yang mencari makan di perkebunan, tidak digembalakan).
5. Jarba’ (yang banyak penyakit kudisnya).
Juga tidak mengapa
berkurban dengan binatang yang tak bersuara, yang buntutnya terputus, yang
bunting, dan yang tidak ada sebagian telinga atau sebagian besar bokongnya
tidak ada. Menurut yang tersahih dalam mazhab Syafi’i, bahwa yang
bokong/pantatnya terputus tidak mencukupi, begitu juga yang puting susunya
tidak ada, karena hilangnya sebagian organ yang dapat dimakan. Demikian juga
yang ekornya terputus. Imam Syafi’i berkata, “Kami tidak memperoleh hadis
tentang gigi sama sekali.“
Untuk kurban
disyaratkan tidak disembelih sesudah terbit matahari pada hari ‘Iduladha.
Sesudah itu boleh menyembelihnya di hari mana saja yang termasuk hari-hari
Tasyrik, baik malam ataupun siang. Setelah tiga hari tersebut tidak ada lagi
waktu penyembelihannya.
Dari al-Barra’ ra Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya yang pertama kali kita lakukan
pada hari ini (Iduladha) adalah kita salat, kemudian kita kembali dan memotong
kurban. Barangsiapa melakukan hal itu, berarti ia mendapatkan sunnah kami. Dan
barangsiapa yang menyembelih sebelum itu, maka sembelihan itu tidak lain
hanyalah daging yang ia persembahkan kepada keluarganya yang tidak termasuk
ibadah kurban sama sekali.”
Abu Burdah berkata, “Pada hari Nahar, Rasulullah saw berkhotbah di hadapan kami, beliau
bersabda: ‘Barangsiapa salat sesuai dengan salat kami dan menghadap ke kiblat
kami, dan beribadah dengan cara ibadah kami, maka ia tidak menyembelih kirban
sebelum ia salat’.”
Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang menyembelih sebelum salat,
maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya. Dan barangsiapa yang
menyembelih setelah salat dan khotbah, sesungguhnya ia telah sempurnakan dan ia
mendapat sunnah umat Islam.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam berkurban
dibolehkan bergabung jika binatang korban itu berupa onta atau sapi (kerbau).
Karena, sapi (kerbau) atau unta berlaku untuk tujuh orang jika mereka semua
bermaksud berkurban dan bertaqarrub kepada Allah SWT.
Dari Jabir ra berkata, “Kami menyembelih kurban bersama Nabi saw di Hudaibiyyah seekor
unta untuk tujuh orang, begitu juga sapi (kerbau).” (HR Muslim, Abu
Daud, dan Tirmidzi)
Pembagian Daging Kurban
Disunahkan bagi orang yang berkurban memakan daging kurbannya,
menghadiahkannya kepada para kerabat, dan menyerahkannya kepada orang-orang
fakir. Rasulullah saw bersabda, “Makanlah dan berilah makan kepada (fakir-miskin) dan simpanlah.”
Dalam hal ini para
ulama mengatakan, yang afdhal adalah memakan daging itu sepertiga,
menyedekahkannya sepertiga dan menyimpannya sepertiga.
Daging kurban
boleh diangkut (dipindahkan) sekalipun ke negara lain. Akan tetapi, tidak boleh
dijual, begitu pula kulitnya. Dan, tidak boleh memberi kepada tukang potong
daging sebagai upah. Tukang potong berhak menerimanya sebagai imbalan kerja.
Orang yang berkurban boleh bersedekah dan boleh mengambil kurbannya untuk
dimanfaatkan (dimakan).
Menurut Abu
Hanifah, bahwa boleh menjual kulitnya dan uangnya disedekahkan atau dibelikan
barang yang bermanfaat untuk rumah.
Orang
yang berkorban yang pandai menyembelih disunahkan menyembelih sendiri binatang
kurbannya. Ketika menyembelih disunahkan membaca, “Bismillahi Allahu Akbar, Allahumma haadza ‘an?”
(Dengan nama Allah dan Allah Maha Besar, ya Allah kurban ini dari ?[sebutkan
namanya]). Karena, Rasulullah saw menyembelih seekor kambing kibasy
dan membaca, “Bismillahi wallahu Akbar, Allahumma haadza ‘anni wa’an man lam
yudhahhi min ummati” (Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar, Ya Allah
sesungguhnya (kurban) ini dariku dan dari umatku yang belum berkurban).”
(HR Abu Daud dan Tirmidzi).
Jika orang yang
berkurban tidak pandai menyembelih, hendaknya dia menghadiri dan menyaksikan
penyembelihannya.
Dari Abu Sa’id al-Khudri ra, Rasulullah saw bersabda, “Wahai Fatimah, bangunlah. Dan saksikanlah kurbanmu. Karena,
setetes darahnya akan memohon ampunan dari setiap dosa yang telah kau lakukan.
Dan bacalah: ‘Sesungguhnya salatku, ibadahku–korbanku–hidupku, dan matiku untuk
Allah Tuhan semesta Alam. Dan untuk itu aku diperintah. Dan aku adalah
orang-orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah,’ Seorang sahabat
lalu bertanya, ‘Wahai Rasulullah saw, apakah ini untukmu dan khusus keluargamu
atau untuk kaum muslimin secara umum?’ Rasulullah saw menjawab, ‘Bahkan untuk
kaum muslimin umumnya’.”
Hikmah dan Manfaat
dalam berkurban diantaranya:
- Menempatkan cinta kepada Tuhan sebagai cinta
tertinggi/teragung
Sejak
diperintahkan, apa yang diminta dikorbankan adalah barang/sesuatu yang sangat
dicintai/disukai, yang menunjukkan bahwa Allah sedang menguji apakah seorang hamba
itu benar/sungguh-sungguh mencintai Allah diatas segalanya, mau mengorbankan
apa saja untuk yang dicintainya, sekaligus menegaskan bahwa Allah adalah
pemilik semuanya termasuk apa-apa yang ada/dititipkan pada manusia.
- Mendapatkan bekal taqwa
Manusia hidup di
dunia harus mencari bekal taqwa untuk keselamatan di akhiratnya, dengan
menjalankan perintah Tuhan, dan menjauhi larangan-Nya. Manusia yang bertaqwa
akan tumbuh perasaannya bahwa ia adalah hamba/abdi dari Tuhannya. Berkurban
merupakan bentuk ketaatan dan tunduk atas perintah Tuhan.
- Sarana mendekatkan diri pada Tuhan
Kurban mempunyai akar kata qaruba, yang
membentuk kata: qurb (dekat), taqarrub (mendekatkan diri), aqriba’ (kerabat).
Seiring bertambahnya usia akan bertambah dekat pula dengan kematian, artinya
makin dekat perjumpaan dengan Tuhan, dengan qurban minimal menjadikan ingat dan
insaf, yang pada akhirnya berjumpa dengan-Nya dalam kebaikan.
- Mengharapkan kesucian diri dan hartanya
Setiap kebaikan
adalah sedekah, yang berfungsi untuk mensucikan diri dan harta. Ibadah Kurban
adalah amal kebaikan yang amat disukai Allah di Hari Raya Iedul Adha (HR.
Tirmidzi)
- Sebagai penebus dosa, untuk mendapatkan
pengampunan (HR. Al-Bazzar dan Ibnu Hibban)
“Hai
Fatimah,berdirilah di sisi korbanmu dan saksikanlah ia, sesungguhnya titisan
darahnya yang pertama itu pengampunan bagimu atas dosa-dosamu yang telah lalu”
- Memupuk sifat mahmudah dan memupuskan sifat
mazmumah
Melaksanakan Kurban dengan
penuh penghayatan dapat memupuk sifat mahmudah yang berupa ketaatan, ketundukan
atas perintah-Nya, pemurah terhadap sesama, bertaubat, menambah rasa syukur,
dan lainnya. Disamping itu juga memupuskan sifat mazmumah seperti cinta dunia,
kikir, pelit, sombong, dendam, hasad dengki, dll.
- Meningkatkan kasih sayang
Tidak dipungkiri
bahwa Kurban bermanfaat bagi sesama, menumbuhkan dan meningkatkan kasih sayang,
utamanya antara yang kaya dan miskin, merekatkan hubungan yang renggang, wujud
kebersamaan dan kerukunan, karena masyarakat saling bersilaturahim.
- Syiar Islam, sunnah Nabi Ibrahim AS
Ibadah Kurban adalah
syiar Islam yang melestarikan millah atau sunnah Nabi Ibrahim as, Nabi yang
berjuluk Khalilullah (orang yang sangat dekat dengan Tuhan)
- Pahala dan kemudahan meniti diatas shirat, dll
“Tiada suatu
amalan yang dilakukan oleh manusia pada Hari Raya Kurban, yang lebih
dicintai Allah selain daripada menyembelih haiwan Kurban. Sesungguhnya hewan
kurban itu pada hari kiamat kelak akan datang berserta dengan tanduk-tanduknya,
bulu-bulunya dan kuku-kukunya, dan sesungguhnya sebelum darah kurban itu
menyentuh tanah, ia (pahalanya) telah diterima disisi Allah, maka beruntunglah
kamu semua dengan (pahala) kurban itu.” (HR.Al-Tarmuzi, Ibnu Majah dan
Al-Hakim), dalam riwayat lain “Muliakanlah kurban kamu karena ia
menjadi tunggangan kamu di titian (shirat) pada hari kiamat.”
Sebuah perintah
dari Allah SWT kepada hambanya tentu mengandung hikmah untuk umat manusia
berlomba mencari kebaikan. Termasuk dalam berkurban. Sebelum
diperintahkan ke Nabi Ibrahim AS, perintah berkurban sudah ada sejak jaman Nabi
Adam. Hal ini dimuat dalam Al-Maidah ayat 27, “Ceritakanlah kepada mereka kisah
dua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya
mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua
(Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil):”Aku
pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kourban)
dari orang-orang yang bertakwa”.
Perintah berkurban
juga datang pada nabi kelima, Ibrahim SAW. Pada usia ke-100 tahunnya, Ibrahim
mendapat mimpi yang datang dari Allah SWT untuk menyembelih Ismail, putra yang
kelahirannya sangat dinantikan. Mimpi seperti ini terjadi hingga tiga kali.
Dengan penuh ketakwaan, keduanya memenuhi perintah ini. Tentu saja Ismail tidak
pernah disembelih oleh ayahnya sendiri.
''Maka tatkala
keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Lalu Kami panggil dia, ‘Wahai
Ibrahim!' sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu...'' (QS: As-Saffat
ayat 103-104). Ketika pisau telah diarahkan ke arah leher Ismail, lalu Allah
SWT menggantikannya dengan seekor domba yang besar.
Kisah dan sejarah
tersebut yang kini menjadi hikmah mengapa kita harus berkurban. Ketika
keikhlasan Nabi Ibrahim menjadi bukti ketakwaan kepada Allah SWT, maka itulah
yang patut menjadi contoh seluruh muslim dunia. Berikut adalah
enam poin dari pelajaran yang dapat kita petik sebagai alasan menunaikan
kurban:
Tanda Syukur.
Mengapa kita harus berkurban? Karena kurban merupakan tanda syukur kepada
Allah SWT. Manusia yang dibei rizki lebih, hendaknya berbagi kepada sesama yang
belum beruntung. Salah satunya dengan membagikan daging kurban. Tidak semua
orang mampu mengonsumsi daging merah.
Menghidupkan
Ajaran Nabi Ibrahim. Menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim. Dalam kisahnya,
Ibrahim dan Ismail ikhlas menjalankan apapun perintah-Nya, sekalipun itu sulit
diterima dengan akal sehat manusia.
Melepaskan Sifat
Dunia. Mengingatkan kita untuk melepaskan sifat duniawi dan apa yang
paling disuka. Karena selama bertahun-tahun Nabi Ibrahim AS, menantikan
kehadiran buah hati. Namun setelah dikaruniai, justru Allah SWT menuliskan
kisah lain. Hal ini mengingatkan kita bahwa apapun yang ada pada kita hanyalah
titipan-Nya dan suatu saat akan kembali kepada-Nya lagi.
Tanda Taqwa.
Kurban juga merupakan tanda taqwa kepada-Nya. Kurban merupakan ibadah
sunnah dari ranah sedekah. Maka bagi yang telah mampu berkurban, sebaiknya
menunaikannya.
Memberikan Manfaat
Kepada Sesama. Kurban mempunyai manfaat langsung kepada sesama. Kurban
tidak semata ibadah vertikal, tetapi juga horizonal. Manusia yang berkurban
sama saja dengan menyejahterakan sesama. Bahkan dengan berkurban, kita juga
dapat menebar persauaraan.
Wujud Syukur atas
Nikmat Allah. Kurban merupakan wujud syukur atas
nikmat yang didapat seperti yang telah difirmankan dalam surat Al-Kautsar ayat
1-2: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu sebuah sungai di surga, maka
dirikanlah shalat karena Tuhamu dan berkurbanlah”.
Jadikan kurban
kita berlimpah dan penuh berkah
**************************
Kontributor dan
Referensi: Tim Dompet Dhuafa; Ensiklopedi Islam; KH.
Ishamuddin. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com
Comments
Post a Comment