Kisah Isra Mikraj Rasulullah SAW #1
Alhamdulillah, segala puji kita panjatkan ke hadirat Allah
SWT yang telah menyampaikan kita pada salah satu bulan mulia nan istimewa yaitu Syahru Rajab. Disini akan Dikisahkan seri mengenai peristiwa
Isra’ Mi’raj yang dialami oleh makhluk termulia, kekasih dari Sang Maha
Pengasih, dialah Nabi Muhammad saw.Di berbagai daerah, kedatangan bulan Rajab
akan disambut dengan suka cita. Betapa mulianya bulan ini bahkan Rasulullah saw
meminta diberikan keberkahan di bulan Rajab. Dalam salah satu doa yang
diajarkan kepada umatnya, “Allahumma bariklanaa fii Rajaba wa Sya’bana wa
ballighnaa Ramadlan” (Yaa Allah, berkahilah kami di Bulan Rajab dan Sya’ban
serta sampaikanlah kami pada bulan Ramadlan) Akan tetapi disini tidak menjelaskan tentang kemuliaan Bulan Rajab. Penjelasan akan lebih
difokuskan pada detail peristiwa Isra’ Mi’raj. Tulisan diambil dari materi Daurah Isra’ Mi’raj yang disampaikan oleh Al-Habib Ahmad
bin Novel bin Salim bin Jindan. Untuk itu, di sini dikutipkan kalimat pengantar dari beliau selaku penyusun khulasoh (ringkasan)
ini.
Bulan Rajab
adalah bulan yang mulia dan agung. Bulan diisra dan di mi’rajkannya Baginda
yang agung Nabi Muhammad saw. Di bulan agung ini umat islam berbahagia dengan
sebuah peristiwa agung hingga mereka merayakannya dengan perayaan yang besar
dan meriah. Sungguh ini adalah salah satu dari buah iman kepada Allah dan cinta
kepada Rasulullah saw. Apabila kaum Yahudi Madinah berpuasa di hari ‘Asyura
untuk mengungkapkan syukur kepada Allah atas diselamatkannya Nabi Musa dari
kejaran dan kedzaliman Fir’aun, dan kemudian Nabi saw memerintahkan para
sahabatnya untuk berpuasa di hari ‘Asyura sebagai bentuk syukur mereka pula
kepada Allah dan bentuk kecintaan dan keimanan kepada para nabi-nabi Allah,
maka perayaan yang dilakukan oleh umat Muhammad saw atas peristiwa agung Isra
dan Mi’raj jauh lebih penting dan lebih agung serta bagian dari syariat dan
agama islam.
Peristiwa Isra
dan Mi’raj penuh dengan pelajaran penting, harus dikaji dan dipelajari serta
kemudian dijadikan sebagai pedoman hidup. Sebab memang untuk tujuan memetik
pelajaran, terjadilah perjalanan agung Isra dan Mi’raj tersebut. Karena itu
alangkah pentingnya bagi umat islam untuk mengetahui secara terperinci tentang
perjalanan agung Isra dan Mi’raj. Sungguh jika seluruh masa dihabiskan hanya
untuk membicarakan tentang peristiwa agung Isra dan Mi’raj maka masa akan sirna
sedangkan mutiara-mutiara Isra dan Mi’raj tak kunjung habis untuk dipetik.
Bagaimana tidak? siapa yang mampu menceritakan apa yang terjadi disaat
perjumpaan Sang Hamba dengan Sang Khaliq di malam itu? Siapa yang mampu
menggambarkan tentang kenangan maha indah detik-detik perjumpaan? Semua harapan
makhluk terputus untuk merasakan indahnya detik-detik perjumpaan tersebut.
“Martabat yang dibawahnya semua harapan untuk mencapainya terputus Puncak
tertinggi yang tidak ada lagi martabat di atasnya.” Namun setetes dari samudera
dan sedikit rintik dari hujan yang deras akan cukup bagi para pecinta untuk
merajut cinta dengan sang kekasih agung Nabi Muhammad saw.
Karena itu di bulan
rajab yang agung ini di banyak tempat dibacakan riwayat kisah dan sejarah
perjalanan Isra dan Mi’raj. Riwayat kisah dan sejarah Isra dan
Mi’raj yang dirangkum oleh Al Imam Al ‘Allamah As Sayyid Zainal ‘Abidin bin
Muhammad Al hadi bin Zainal ‘Abidin Al Barzanji yang berjudul An-Nur Al Wahhaj
Fi Qisshoti Al Isra wa Al Mi’raaj. Berkata As Sayyid Ja’far bin Ismail Al
Barzanji, “Kitab An-Nur Al Wahhaj merangkum banyak hadits-hadits tentang
perjalanan Isra dan Mi’raj yang disusun oleh penulisnya dengan bahasa sastra
yang sangat indah, yang susunannya semacam kitab-kitab riwayat maulid Nabi saw
dengan menjadikannya berfashal-fashal yang di antara kedua fashalnya dihiasi
dengan shalawat kepada Baginda Rasulullah saw.” Tatkala hamba yang lemah ini
melihat banyak dari sahabat-sahabat saya tidak memahami bahasa arab sastra yang
indah tersebut, dan banyak dari mereka yang tidak mengetahui rinci kisah dan
sejarah Isra dan Mi’raj yang agung dan penuh dengan pelajaran penting, maka
tergerak hati untuk menerjemahkan kitab yang dirangkum oleh Al Imam Al Barzanji
tersebut dengan bahasa Indonesia dan gaya bahasa yang mudah difahami oleh
sahabat-sahabat saya. Juga dengan memberikan sedikit tambahan dari apa yang
ditulis oleh guru kami yang mulia Muhaddits Al Haramain wa Mafkhor Al Kaunain
As Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki dalam kedua kitab rangkuman beliau yang
sangat bermanfaat yaitu Al Anwar Al Bahiyyah dan kitab Wa Huwa bil Ufuq Al A’la
serta kitab karya Al Imam Al Mufassir Asy Syeikh Muhammad Mutawalli Asy
Sya’rawi yang berjudul Al Isra wa Al Mi’raj. Bersama dengan beberapa santri
yang saya bimbing di Al Fachriyah serta sahabat-sahabat Khadim Risalah Da’wah
yang saya cintai, kami menerjemahkan dan menambahkan hingga jadilah rangkuman
ini yang kami harapkan kepada Allah agar dituliskan manfaat besar untuk umat di
berbagai penjuru dunia. Kami berharap kepada Allah agar mengangkat derajat Al
Imam Zainal ‘Abidin Al Barzanji, Al Imam As Sayyid Muhammad bin Alawi Al
maliki, Asy Syeikh Muhammad Mutawalli Asy Sya’rawi dan para guru-guru kami
serta para ulama yang bertaqwa kepada Allah. Kami berharap agar Allah berikan
keberkahan mereka kepada kami dan menjadikan kami sebagai hamba-hamba Allah
yang dapat menggembirakan mereka dan mengikuti jejak langkah mereka yang
bersambung kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa
sallam.
Ketika Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk
menyampaikan risalah secara terang-terangan, kaumnya memusuhi beliau dan memeranginya
secara liar dan ganas. Walau demikian, kedzoliman kaumnya tidak menjadi
penghalang masuknya iman ke dalam sanubari sebagian keluarga dekat dan sebagian
kaumnya yang mengenal kejujurannya. Bagaimana mungkin Nabi saw memberitakan
kepada manusia kabar yang dusta tentang Tuhan alam semesta, padahal Nabi saw
tidak pernah berdusta seumur hidupnya kepada siapapun? Kaumnya mengetahui betul
darinya tentang hal ini dan tentang kejujurannya. Dalam menyiarkan risalah
Tuhannya, Nabi Muhammad saw membutuhkan pembela yang setia membela dan
mendukungnya terhadap orang-orang kafir yang memusuhi dan memeranginya, dan
pembela yang mendukung serta menghiburnya saat kesedihan melanda hatinya ketika
beliau berada di dalam rumahnya. Adalah Abu Tholib, sang paman tercinta yang
setia membelanya hingga akhir hayat saat orang-orang kafir mengganggunya dan
Khadijah, sang istri tercinta yang senantiasa menguatkannya di rumah saat
kesedihan melanda. Selama sepuluh tahun keduanya setia membela Rasulullah saw
dengan segenap harta, jiwa dan raga hingga akhir hayat. Tepat setelah 10 tahun
dari kenabian, keduanya dipanggil oleh Allah di saat yang sangat berdekatan.
Kesedihan melanda Rasulullah saw hingga dinamakan tahun itu sebagai tahun
kesedihan.
Tatkala itulah orang-orang kafir makin merajalela dalam memusuhi,
mendzolimi dan memerangi Nabi Muhammad saw. Hingga akhirnya beliau pergi ke
kota Thoif untuk meminta dukungan dan pembelaan dari penduduknya terhadap
orang-orang kafir Makkah. Namun hancur segala harapan ketika beliau mendapati
penduduk Thoif lebih ganas dan bengis terhadapnya dari pada penduduk Makkah.
Beliau diusir secara tidak terhormat dan dihujani dengan cacian dan batu. Di
perjalanan pulang dari Thoif di suatu kebun beliau menangis dan mengadu kepada
Tuhannya: “Wahai Allah, hanya kepada-Mu aku mengadu akan lemahnya kekuatanku,
dan sedikitnya jalan yang dapat aku tempuh serta kehinaanku di mata manusia.
Wahai Tuhan yang kasih sayangnya lebih besar dari para penyayang manapun,
Engkau adalah Tuhan kaum yang tertindas dan tertekan, dan Engkau adalah
Tuhanku. Kepada siapa Engkau hendak menyerahkan diriku? Apakah kepada orang
yang jauh yang akan menindasku? Atau kepada musuh Engkau lemparkan diriku?
Selama kemurkaan-Mu tidak Engkau tumpahkan kepadaku maka sungguh aku tidak peduli
dengan semua derita itu. Namun afiyah dan kelembutan-Mu lebih aku harapkan. Aku
berlindung dengan Cahaya Wajah-Mu yang terbit menghapuskan segala kegelapan,
yang dengannya mengalir segala perkara dunia dan akhirat, aku berlindung
dengannya dari kemurkaan-Mu yang hendak Engkau tumpahkan kepadaku, dan dari
kemarahan-Mu yang akan menghampiriku. Engkau berhak menegur hingga Engkau
ridho. Dan tiada kemampuan dan kekuatan melainkan dengan Allah.”
Allah
mendengar rintihan dan tangisan Nabi Muhammad saw. Beberapa waktu sekembali
beliau dari Thoif ke kota Makkah, Allah memanggil beliau dalam perjalanan Isra
dan Mi’raj yang agung. Peristiwa Isra dan Mi’raj terjadi pada malam senin 27
Rajab satu tahun sebelum Hijrah ke kota Madinah sebagaimana pendapat yang
masyhur. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah bahwa Jabir bin Abdullah Al Anshori
dan Abdullah ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhum berkata: “Rasulullah saw lahir pada
hari senin, dan pada hari senin beliau diutus, dan pada hari senin dimi’rajkan
ke langit, dan pada hari senin beliau wafat ”. Tatkala Nabi Muhammad saw berada
di Hijir Ismail di samping Ka’bah, berbaring tidur bersama dua lelaki (Hamzah
bin Abdul Muttholib dan Ja’far bin Abi Tholib), maka datanglah Jibril dan
Mikail serta bersamanya malaikat yang lain yaitu Isrofil. Para malaikat membawa
Rasulullah saw hingga ke sumur zam-zam dan melentangkannya. Pada saat itu yang
memimpin kejadian ini adalah malaikat Jibril. Diriwayat lain, bahwa pada saat
Rasulullah saw sedang tidur di rumahnya, terbuka atap rumah Nabi dan turunlah
Jibril lalu membelah bagian atas dada Nabi, hingga bawah perutnya. Lalu berkata
Jibril kepada Mikail, “Berikanlah aku semangkok air zam-zam agar aku bersihkan
hatinya dan aku lapangkan dadanya”. Lalu dia keluarkan hatinya dan membasuhnya
hingga tiga kali dan mencabut apa-apa yang mengganggu hatinya. Datanglah Mikail
membawa tiga mangkok air zam-zam, lalu didatangkan satu mangkok dari emas yang
penuh dengan hikmah dan iman lalu menuangkanya ke dada Rasulullah saw, dan
memenuhinya dengan kebijaksanaan dan keilmuan lalu keyakinan serta keislaman,
setelah itu dirapatkan kembali dada Rasulullah saw dan menandainya dengan label
nubuwah (kenabian).
Lalu didatangkan Buroq yang indah serta berpelana dan bertali
kekang. Buroq adalah hewan yang berwarna putih yang lebih tinggi dari keledai
dan lebih kecil dari baghal (hasil perkawinan antara kuda dan keledai).
Langkahnya sejauh mata memandang, memiliki dua telinga yang panjang. Apabila
mendaki gunung maka terangkat tinggi kaki belakangnya, dan jika dia turun maka
terangkat tinggi kaki depannya. Memiliki dua sayap di pinggulnya yang membantu
kakinya agar lebih cepat. Pada saat Rasul ingin menaikinya, Buroq pun berontak
untuk dinaiki oleh Rasulullah Saw. Jibril meletakan tangannya ke buraq, lalu
berkata, “tidakkah kau malu wahai buroq!! demi Allah tidak ada yang menaikimu
seorang makhluk yang lebih mulia darinya.” Maka Buroq pun tenang dan merasa
malu sehingga keringatnya membasahi tubuhnya, lantas Rasulullah pun menaikinya.
Buroq adalah kendaraan para anbiya sebelum Rasulullah saw. Rasulullah saw
berjalan dan Jibril berada di sebelah kanannya dan Mikail di sebelah kirinya.
Ibnu sa’ad berkata : bahwa yang memegang pelananya adalah Jibril, dan yang
memegang tali kekangnya adalah Mikail. Maka berjalanlah Rasulullah saw dan
Jibril hingga sampai pada belantara yang dipenuhi kebun kurma. Jibril berkata,
“turunlah dan shalat di sini”, maka Rasulullah saw pun shalat lalu naik Buroq
kembali. Jibril bertanya, “Ya Rasulullah, tahukah dimana engkau shalat tadi?”.
Rasul menjawab, “tidak”. Jibril berkata, “tadi engkau shalat di Thaybah (kota
Madinah) dan ke situlah kelak kau akan berhijrah.” Buroq pun berjalan dengan
cepat bagaikan kilat, serta melangkahkan telapak kakinya sejauh pandangan mata.
Lalu Jibril berkata, “turunlah dan shalat di sini”. Maka Rasulullah pun shalat
lalu menaiki Buroq kembali.Jibril bertanya, “Ya Rasulullah, tahukah dimana tadi
engkau shalat?”. Rasul menjawab, “tidak”. Jibril berkata, “tadi engkau shalat
di kota Madyan di suatu pohon yang dahulu Nabi Musa pernah berteduh di situ.”
Buroq pun berjalan dengan cepat bagaikan kilat, lalu Jibril berkata, “turunlah
dan shalat di sini”. Maka Rasulullah pun shalat lalu menaiki Buroq kembali.
Jibril berkata, “Ya Rasulullah, tahukah dimana tadi engkau shalat? Rasul
menjawab, “tidak”. Jibril berkata, “tadi engkau shalat di bukit Tursina dimana
dahulu Nabi Musa bermunajat dengan Allah subhanahu wa ta’ala.”
Lantas sampailah
Rasulullah saw dan Jibril hingga ke suatu tempat yang tampak darinya istana dan
bangunan-bangunan negeri Syam. Jibril berkata, “turunlah dan shalat di sini”,
maka rasul pun shalat dan naik Buroq kembali, dan Buroq pun berjalan dengan
cepat secepat kilat. Lalu Jibril berkata, “Taukah engkau dimana tadi engkau
shalat?”. Rasul berkata, “tidak”. Jibril berkata, “tadi engkau shalat di Bait
Lahm, ditempat itulah Nabi Isa di lahirkan.” Tatkala di perjalanan Rasul
melihat jin ifrit mengincar beliau sambil membawa api, setiap Rasul menengok
pasti ifrit berada di hadapannya. Jibril berkata kepada Rasulullah saw, “maukah
engkau aku ajarkan suatu kalimat, apabila engkau mengucapkannya maka akan padam
apinya dan dia akan jatuh tersungkur pada wajahnya?”. Maka berkata Rasulullah
saw, “ajarkan aku wahai Jibril.” Jibril berkata : “Aku berlindung dengan
kemuliaan Allah Yang Maha Dermawan dan dengan firman-firman Allah yang sempurna
yang tidak bisa ditembus oleh orang baik maupun orang jahat, dari keburukkan
yang turun dari langit, dan dari keburukkan yang naik ke langit, dan dari
keburukkan makhluk yang ada di bumi, dan dari keburukan yang keluar dari bumi,
dan dari fitnah siang dan malam, dan dari kejadian yang datang tiba-tiba di
siang dan malam, kecuali sesuatu kejadian yang datang membawa kebaikan, wahai
Tuhan Yang Maha Pengasih” Ifrit langsung tersungkur jatuh serta padam apinya.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai kepada suatu kaum yang
sedang menanam benih dan pada saat itu pun benih yang ditanam langsung panen
seketika, setiap dipanen kembali tumbuh seperti semula untuk dipanen kembali
dengan seketika. Rasul bertanya, “Wahai Jibril apa ini?”, Jibril berkata,
“mereka adalah para Mujahid di jalan Allah, dilipat gandakan kebaikan mereka
hingga tujuh ratus kali lipat, dan apapun yang mereka infaqkan di jalan Allah
maka Allah akan menggantikannya dan mengganjarnya.” Di tengah perjalanan
Rasulullah saw mencium bau yang amat wangi. Rasul bertanya, “Wangi apa ini
wahai Jibril?”. Jibril menjawab, “ini adalah wanginya seorang wanita mulia dan
anak-anaknya. Dia adalah penyisir rambut putri fir’aun.” Dikisahkan tatkala
wanita mulia ini sedang menyisirkan rambut putri fir’aun, pada saat itu
sisirnya terjatuh, maka wanita mulia ini pun berkata, “dengan nama Allah dan
celakalah fir’aun”, Maka putri fir’aun pun terperanjat dan berkata, “apakah
engkau mempunyai tuhan selain ayahku?”. Maka ia menjawab, “iya”. Putri fir’aun
dengan murka berkata, “apakah engkau ingin aku laporkan kepada ayahku?” Wanita
mulia ini pun menjawab, “silahkan”. Maka dilaporkanlah kejadian ini kepada
fir’aun, maka fir’aun pun memanggilnya dan fir’aun dengan murka berkata,
“apakah engkau bertuhan kepada selain aku?” Wanita mulia ini dengan tegas
menjawab, “iya, tuhanku dan tuhanmu adalah Allah Ta’ala.” Wanita mulia ini
mempunyai dua orang anak dan suami. fir’aun mengutus kepada mereka untuk
menyiksa mereka semua agar bertuhan kepada fir’aun, maka mereka menolaknya.
fir’aun berkata, “sungguh aku akan membunuh kalian semua”, maka wanita mulia
itu berkata, “lakukanlah apa yang engkau ingin lakukan terhadap kami, namun
sebagai balasan dari pelayanan yang selama ini kami lakukan untuk putrimu,
apabila engkau membunuh kami, jadikanlah kami dalam satu tempat yang sama, dan
kubur kami setelah itu dalam satu kuburan yang sama”. Maka fir’aun
memerintahkan budaknya untuk menyiapkan penggorengan raksasa dari tembaga
berisi minyak yang dipanaskan, kemudian perempuan dan anak-anak nya dipaksa
untuk melempar diri mereka satu persatu masuk ke dalam penggorengan tersebut.
Satu persatu dilemparkan ke dalam penggorengan dan seketika hangus terpanggang
hingga sampai kepada bayinya yang paling kecil dari yang masih menyusu. Saat
itu wanita ini tidak tega jika melihat bayinya yang kecil ini akan dilemparkan
ke dalam penggorengan panas, namun tiba-tiba berbicaralah bayi itu dengan suara
lantang dan jelas penuh kelembutan kepada ibunya, “wahai ibu, tenanglah, jangan
engkau ragu karena engkau berada dalam kebenaran”. Wanita mulia ini dan anaknya
di lemparkan ke dalam penggorengan raksasa berisi minyak yang sudah di
panaskan. Al Allamah As Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki berkata,
“sesungguhnya ada empat bayi yang berbicara: yang pertama adalah kisah ini,
kedua saksi nabi Yusuf, ketiga kisah Juraij, keempat Nabi Isa bin Maryam.”
Nabi
saw melanjutkan perjalanannya hingga menyaksikan sekelompok kaum yang kepala
mereka dihancurkan dengan batu. Setiap kali dihancurkan kembali seperti keadaan
semula untuk dihancurkan kembali, begitu seterusnya tanpa akhir. Nabi saw
berkata, “wahai Jibril siapa mereka?.” Jibril berkata, “mereka orang-orang yang
kepalanya berat sekali untuk melakukan sholat lima waktu.” Di perjalanan Nabi
saw menyaksikan sekelompok kaum yang menutupi kemaluan dan dubur mereka dengan
sehelai daun. Mereka digembalakan sebagaimana unta dan kambing digembalakan
namun yang mereka makan adalah pohon-pohon yang berduri, buah yang pahit dan
bara api jahannam yang panas beserta batunya. Nabi saw berkata, “siapa mereka?”
Jibril berkata, “mereka adalah orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat dan
sedekah dari harta-harta mereka, dan Allah tidak mendzhalimi kepada mereka sama
sekali.”
Di perjalanan Nabi saw menyaksikan sekelompok kaum yang di hadapan
mereka terdapat daging yang bagus di dalam sebuah wadah, serta daging bangkai yang
jelek dan menjijikkan di wadah yang lain, namun ternyata mereka memilih untuk
memakan daging bangkai yang jelek dan meninggalkan yang bagus. Nabi saw
berkata, “Apa ini wahai Jibril?” Jibril menjawab, “ini laki-laki dari umatmu
dia punya perempuan yang halal dan baik tapi dia mendatangi perempuan yang
tidak halal baginya, dan menginap di tempatnya hingga waktu subuh. Juga
perempuan dari umatmu dia punya laki-laki yang halal dan baik tapi dia
mendatangi laki laki yang tidak halal baginya, dan menginap di tempatnya hingga
waktu subuh.”
Di perjalanan Nabi saw menyaksikan sebatang pohon di jalanan,
tidak ada apapun yang melewati batang pohon tersebut baik itu pakaian atau
sesuatu apapun kecuali kayu tersebut merobeknya. Maka Nabi saw berkata, “Apa
ini wahai Jibril?” Jibril berkata, “ini adalah perumpamaan kaum dari umatmu,
mereka duduk di jalan dan mereka memotong orang yang berjalan dan
mengganggunya, kemudian Jibril membacakan suatu ayat Al Qur’an: “Dan janganlah
kalian duduk di setiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalangi dari jalan
Allah.” Di perjalanan Nabi saw menyaksikan seorang laki-laki berenang di sungai
darah sambil dirajam dan dilempari dengan batu. Maka Nabi saw berkata, “Apa ini
wahai Jibril?” Jibril berkata, “ini adalah perumpamaan orang yang memakan
riba.”
Di perjalanan Nabi saw menyaksikan seorang laki laki yang mengumpulkan
ikatan kayu bakar dan memikulnya padahal dia tak mampu memikulnya, tapi dia
terus menambah kayu yang dipikulnya. Nabi saw berkata, “Apa ini wahai Jibril?”
Jibril berkata, “ini adalah laki-laki dari umatmu, dia menerima amanat-amanat
orang namun dia tak mampu untuk melaksanakannya dan dia ingin terus menambah
amanah tersebut.” Di perjalanan Nabi saw menyaksikan sekelompok kaum yang lidah
dan bibir bibir mereka di potong dengan pemotong dari besi. Setiap kali
dipotong maka kembali seperti semula untuk terus disiksa, dan begitu seterusnya
tanpa akhir. Maka Nabi saw berkata, “Siapa ini wahai Jibril?” Jibril berkata,
“mereka adalah para penceramah dan pengkhutbah yang membawa fitnah dari umatmu,
mereka berucap namun tak melaksanakannya.”
Di perjalanan Nabi saw menyaksikan
sekelompok kaum, mereka memiliku kuku-kuku dari tembaga, dengan kuku-kuku
tersebut mereka merobek-robek wajah dan badan mereka. Maka Nabi saw berkata,
“Siapa mereka wahai Jibril?” Jibril berkata, “mereka adalah orang-orang yang
suka berghibah dan bergunjing (makan daging manusia), mereka menodai kehormatan
orang lain dengan lisan mereka.” Di perjalanan Nabi saw menyaksikan suatu
lubang yang kecil. Keluar dari lubang itu kerbau yang amat besar, namun ketika
kerbau itu ingin kembali ke dalam lubang kecil itu kerbau besar itu mampu.
Kemudian Nabi berkata, “Apa ini wahai Jibril?” Jibril berkata, “ini lelaki dari
umatmu yang berbicara dengan ucapan yang besar, kemudian dia menyesali ucapan
tersebut, namun ucapannya tidak bisa ditarik kembali.”
Di perjalanan Nabi saw
melalui suatu lembah yang di situ tercium wangi yang harum, dingin dan wangi
misik serta terdengar suara merdu nan indah. Nabi Saw berkata, “Apa ini wahai
Jibril?” Jibril berkata, “ini adalah suara surga dan surga itu berseru, Wahai
Tuhan-Ku datangkanlah kepadaku apa yang engkau janjikan kepadaku karena sungguh
sudah banyak kamar-kamarku, sutera tebalku, pakaian dari sutera-sutera yang
halus, dan permadaniku, mutiara, marjan, perak, emas, piala-piala,
piring-piring, cangkir-cangkir, serta kendaraan-kendaraan, madu, air, susu,dan
arakku. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Untukmu wahai surga seluruh
orang-orang muslim dan muslimah, mukmin dan mukminah, dan orang–orang yang
beriman kepada-Ku dan kepada para Rasul-Ku dan mengerjakan amal sholeh sedang
ia tidak menyekutukan-Ku dan tidak menjadikan selain-Ku sebagai Tuhan dan
sembahannya. Sesungguhnya setiap orang yang takut kepada-Ku maka dia selamat,
dan orang yang berharap kepada-Ku, Aku beri. Barang siapa yang memberikan
pinjaman hutang karena Aku maka Aku yang akan mengganjarnya, dan barang siapa
yang bertawakkal kepada-Ku, Aku cukupkan. Sesungguhnya Aku adalah Allah tiada
tuhan selain-Ku. Aku tidak akan mengingkari janji, sungguh beruntung orang
-orang mukmin. Maha Suci Allah sebaik-baiknya pencipta. Surga berkata, Ya
Allah, sungguh aku puas dan ridho dengan janji-Mu.
Di perjalanan Nabi saw
melalui suatu lembah yang terdengar suara yang sangat memekik dan menakutkan
serta tercium bau yang amat sangat busuk. Nabi saw berkata, “apa ini wahai
Jibril?” Jibril menjawab, “ini adalah suara jahannam.” Jahannam berkata, “wahai
Tuhan-Ku datangkan kepadaku apa yang engkau janjikan kepadaku, karena sungguh
telah banyak rantai-rantaiku serta belengguku, kobaran api ku, air panasku,
duri besarku, cairan busukku, adzabku, dan sungguh sangat dalam dasarku, dan
sangat panas apiku, maka datangkanlah padaku apa yang Engkau janjikan.” Maka
Allah berfirman kepadanya, “Untukmu wahai neraka, orang-orang yang menyekutukan
Aku dari kaum laki-laki dan perempuan, orang kafir laki-laki dan perempuan, dan
setiap laki laki dan perempuan yang buruk, dan setiap orang yang sombong yang
tidak beriman pada hari perhitungan.”
Di perjalanan Nabi saw menyaksikan Dajjal
dalam bentuk aslinya, dengan mata penglihatan yang nyata bukan dalam mimpi.
Para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, bagaimana
engkau melihatnya?” Rasulullah saw berkata, “Dia tinggi besar, sangat putih
sekali, di antara salah satu matanya seperti bintang yang berkilau, rambutnya
seperti dahan-dahan pohon, menyerupai Abdul ‘Uzza bin Qoton (seorang tokoh arab
yang wafat pada zaman Jahiliyah). Rasulullah saw melihat tiang yang putih
bercahaya seperti permata dipikul oleh para malaikat. Nabi saw berkata, “Apa
yang kalian bawa?” mereka berkata, “ini adalah tiang Islam, kami diperintah
untuk meletakkannya di Syam.” Di perjalanan Nabi saw dipanggil oleh suatu
seruan yang memanggilnya dari arah kanan, “Wahai Muhammad! lihatlah aku, aku
ingin bertanya kepadamu.” Rasulullah saw tidak menjawabnya. Nabi saw berkata,
“Apa ini wahai Jibril?” Jibril berkata, “ini adalah seruan seorang Yahudi,
apabila engkau menjawab seruannya maka umatmu akan mengikuti kaum Yahudi.”
Di
perjalanan Nabi saw dipanggil oleh suatu seruan yang memanggil dari arah kiri,
“Wahai Muhammad! lihatlah aku, aku ingin bertanya kepadamu.” Maka Rasulullah
saw tidak menjawabnya. Nabi saw berkata, “Apa ini wahai Jibril? Jibril berkata,
“ini adalah seruan seorang Nasrani, apabila engkau menjawab seruannya maka
umatmu akan mengikuti kaum Nasrani.” Di perjalanan Nabi saw dipanggil oleh
seorang wanita yang terbuka lengannya dan lengannya dipenuhi dengan segala
macam perhiasan yang pernah Allah ciptakan. Maka wanita itu berkata, “Wahai
Muhammad! lihatlah kepadaku, aku ingin bertanya kepadamu.” Maka Rasulullah saw
tidak menjawabnya. Nabi saw berkata, “Apa ini wahai Jibril?” Jibril berkata,
“itu adalah dunia, apabila engkau menjawab seruannya maka umatmu akan memilih
dunia yang hina dari pada akhirat.” Kemudian di perjalanan Nabi saw dipanggil
oleh seorang yang sudah tua, “Kemarilah wahai Muhammad!” Jibril berkata, “terus
jalan wahai Muhammad.” Nabi saw bertanya, “Siapa itu wahai Jibril?” Jibril
berkata, “itu adalah iblis musuh Allah, dia menginginkan engkau condong
terhadapnya.” Di perjalanan Nabi saw dipanggil oleh seorang nenek tua di
pinggir jalan, “Wahai Muhammad! lihatlah kepadaku aku ingin bertanya.” Maka
Rasulullah saw tidak menjawabnya. Nabi saw berkata, “Apa ini wahai Jibril?”
Jibril berkata, “sesungguhnya tidak tersisa dari umur dunia melainkan apa yang
tersisa dari umur nenek tua itu.”
(Bersambung)
===================
Disarikan dari materi yang disampaikan oleh al-Habib
Ahmad bin Novel bin Salim bin Jindan dalam acara Daurah Isra’ Mi’raj. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com
Ahmad bin Novel bin Salim bin Jindan dalam acara Daurah Isra’ Mi’raj. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com
Comments
Post a Comment