Skip to main content

Usaha Masuk Surga Tanpa Hisab dan Azab

Usaha Masuk Surga Tanpa Hisab dan Adzab

Di antara orang yang masuk surga, ada yang langsung masuk ke dalamnya ada pula yang harus menunggu lama, dan ada juga yang harus mampir dulu ke neraka. Jika bisa memilih pastilah kita menginginkan masuk surga tanpa harus menunggu, tanpa harus mampir neraka, namun langsung masuk saja, tanpa dihisab tanpa diadzab. Bagaimana caranya? Berikut dijelaskan pembahasanya.

Tauhid adalah tujuan hidup kita. Tauhid merupakan ilmu yang paling agung, kewajiban yang paling wajib, dan perintah Allah yang terbesar. Oleh karena itulah, keistimewaan yang didapatkan oleh Al-Muwahhidin (orang-orang yang mentauhidkan Allah) itu banyak dan sangat besar. Di antara keutamaan yang didapatkan oleh mereka adalah,
  • Ahli Tauhid mendapatkan keamanan dan hidayah,
  • Tempat kembalinya adalah Surga, Allah Ta’ala menyelamatkannya dari neraka,
  • Ahli Tauhid mendapatkan kesempatan diampuni seluruh dosa-dosanya,
  • Timbangan tauhid beratnya mengalahkan timbangan langit dan bumi.
Dan puncak keutamaan yang dianugerahkan kepada Ahli Tauhid adalah mendapatkan kesempatan masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Hadits berikut ini menggambarkan kelompok orang-orang yang mendapatkan puncak keutamaan yang dianugerahkan oleh Allah kepada Ahli Tauhid, yaitu, masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab.
Hushain bin Abdurrahman berkata bahwa Sa’id bin Jubair berkata, “Siapakah di antara kalian yang melihat bintang jatuh semalam?”Akupun menjawab “Saya.” Lalu saya berkata, “Adapun saya ketika itu tidak sedang salat, tapi terkena sengatan hewan berbisa”. Kemudian ia bertanya, “Lalu apa yang anda kerjakan?” Saya pun menjawab, “Saya minta diruqyah1“. Ia bertanya lagi, “Apa yang mendorong anda melakukan hal tersebut?” “Sebuah hadits yang dituturkan Asy-Sya’bi kepada kami.” jawabku. Iapun bertanya lagi, “Apakah hadits yang dituturkan oleh Asy-Sya’bi kepada anda?” Saya menyampaikan, “Dia menuturkan hadits dari Buraidah bin Hushaib, bahwa ia berkata, ‘Tidak ada ruqyah yang lebih bermanfaat kecuali untuk penyakit ‘ain2 atau terkena sengatan hewan berbisa.'”

Sa’id berkata, “Alangkah baiknya orang yang beramal sesuai dengan dalil yang didengarnya, namun Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu menuturkan kepada kami hadits dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda, “Aku telah diperlihatkan beberapa umat oleh Allah, lalu aku melihat seorang Nabi bersama beberapa orang (tidak sampai 10 orang, pent.), seorang Nabi bersama seseorang dan dua orang, serta seorang Nabi yang sendirian. Tiba-tiba ditampakkan kepadaku sekelompok orang yang sangat banyak. Aku mengira mereka itu umatku, namun disampaikan kepadaku, ‘Itu adalah Nabi Musa dan kaumnya.’ Selanjutnya, tiba-tiba aku melihat lagi sejumlah besar orang, dan disampaikan kepadaku, ‘Ini adalah umatmu, bersama mereka ada TUJUH PULUH RIBU ORANG YANG MASUK  SURGA TANPA HISAB DAN TANPA ADZAB.’ Kemudian beliau bangkit dan masuk rumah. Orang-orang pun memperbincangkan tentang siapakah mereka itu.

Ada di antara mereka yang mengatakan, ‘Barangkali mereka itu sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.’ Ada lagi yang mengatakan, ‘Barangkali mereka orang-orang yang dilahirkan dalam lingkungan Islam dan tidak pernah menyekutukan Allah.’ dan mereka menyebutkan yang lainnya pula. Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam keluar, mereka memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Lalu beliau bersabda,
هُمُ الَّذِينَ  لاَ يَسْتَرْقُونَ وَ لاَ يَكتوونَ وَ لاَ يَتَطَيَّرُونَ وَ عَلَى رَبِّـهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Mereka itu adalah orang yang tidak minta diruqyah, tidak melakukan kay3  dan tidak melakukan tathayyur4 serta mereka bertawakkal5 hanya kepada Rabb mereka.

Kemudian Ukkasyah bin Mihshon berdiri dan berkata, ‘Mohonkanlah kepada Allah, agar saya termasuk golongan mereka!’ Beliau menjawab, ‘Engkau termasuk mereka’,Kemudian berdirilah seseorang yang lain dan berkata, ‘Mohonkanlah kepada Allah, agar saya termasuk golongan mereka!’ Beliau menjawab,’ Ukkasyah telah mendahuluimu'” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Seorang muslim yang baik, ketika membaca hadits yang agung di atas, tentu menginginkan menjadi salah satu dari tujuh puluh ribu orang yang beruntung tersebut. Oleh karena itu, sangatlah wajar jika beberapa pertanyaan muncul, ketika seorang muslim berusaha memahami hadits yang disebutkan di atas, karena demikian semangatnya untuk masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Perlu diketahui bahwa masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab adalah ganjaran yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang berhasil mentauhidkan-Nya dengan sempurna (Tahqiiqut Tauhid).

Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah dalam kitab Tauhid nya, menyebutkan hal ini dengan ucapannya,
باب من حقق التوحيد دخل الجنة بغير حساب
Bab, Barangsiapa yang merealisasikan tauhid dengan sempurna, maka masuk kedalam surga tanpa hisab”.
Dan barangsiapa yang masuk kedalam surga tanpa hisab, pastilah masuk surga tanpa adzab, namun barangsiapa yang masuk kedalam surga tanpa adzab, belum tentu masuk surga tanpa hisab. Dengan demikian, untuk menjadi kelompok orang-orang yang masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab, haruslah bisa merealisasikan tauhid dengan sempurna. Selanjutnya, pertanyaan menarik yang perlu dilontarkan adalah Bagaimanakah menjadi orang yang merealisasikan tauhid dengan sempurna (tahqiq tauhid)?

Mempelajari tentang definisi Tahqiiq At-Tauhiid (perealisasian Tauhid dengan sempurna) adalah perkara yang sangat penting guna memahami dalil-dalil tentang ciri khas golongan yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Hal ini dikarenakan beberapa alasan berikut ini:
  1. Sifat sebuah definisi adalah jami’ dan mani’Jami’ yaitu mengumpulkan segala sesuatu yang tercakup di dalam lafaz yang didefinisikan tersebut. Sedangkan mani’ yaitu mencegah dan membatasi agar perkara yang di luar cakupan definisi dari lafaz tersebut tidaklah dimasukkan kedalam cakupan lafaz tersebut.
  1. Dengan Taufik Allah, seseorang bisa menggunakan definisi tersebut untuk mengelompokkan ciri-ciri orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab yang disebutkan dalam sebuah dalil, sesuai dengan tingkatan Tahqiiq At-Tauhid masing-masing yang ditunjukkan dalil tersebut. Sehingga ketika seseorang terluput dari salah satu ciri khas tersebut, maka bisa diketahui apakah ia keluar dari golongan yang masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab ataukah tidak?
Syaikh Shaleh Alusy-Syaikh hafizhahullah, di dalam kitabnya, At-Tamhiid yang merupakan syarah (penjelasan) kitab Tauhid itu, telah menjelaskan tentang definisi Tahqiiq At-Tauhiid (perealisasian Tauhid dengan sempurna) yang menjadi inti pembahasan hadits yang agung di atas. Beliau menjelaskan bahwa Tahqiiq At-Tauhiid terbagi menjadi dua tingkatan, beliau mengatakan, “Maka Tahqiiq At-Tauhiid meliputi dua tingkatan, yaitu tingkatan wajib dan tingkatan mustahab (sunnah). Dengan demikian, orang-orang yang merealisasikan Tauhid dengan sempurna meliputi dua tingkatan pula.

Syaikh Shaleh Alusy-Syaikh hafizhahullah menjelaskan bahwa tingkatan yang wajib adalah meninggalkan sesuatu yang wajib ditinggalkan berupa tiga perkara yang telah disebutkan sebelumnya, maka (dengan demikian tingkatan wajib itu) meninggalkan syirik, meninggalkan bid’ah, dan meninggalkan maksiat. Dengan kata lain, Tahqiiq At-Tauhiid  pada tingkatan yang wajib adalah membersihkan agama seseorang dari seluruh dosa, baik dosa syirik, bid’ah maupun kemaksiatan, dengan segala macamnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, inti Tahqiiq At-Tauhiid  pada tingkatan yang wajib adalah bersih dari segala dosa dengan segala macamnya. Sedangkan maksud bersih dari dosa dengan segala macamnya (syirik, bid’ah dan maksiat) adalah seorang hamba meninggal dalam keadaan sudah bertaubat dari seluruh dosa atau dosanya sudah terlebur dengan pelebur (mukaffirat) dosa. Jadi, yang dijadikan patokan di sini adalah akhir hidup seseorang, karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيْمِ
“Sesungguhnya amalan itu hanya berdasarkan penutupnya” (HR. Al-Bukhari).
Syaikh Shaleh Alusy-Syaikh hafizhahullah menjelaskan bahwa barangsiapa yang melakukan sesuatu kemaksiatan, dosa atau bid’ah, kemudian belum bertaubat darinya, atau belum terlebur dosanya, maka ia belumlah dikatakan telah merealisasikan tauhid secara sempurna, jenis tingkatan wajib.

Hal ini menunjukkan bahwa yang dijadikan patokan adalah akhir kehidupan, bukan pada kekurangan di awal kehidupan.”
Tingkatan wajib adalah tingkatan orang-orang yang bersih dari dosa, dengan melaksanakan kewajiban dan meninggalkan keharaman. Tingkatan jenis ini juga disebutkan di dalam sebagian syarah (penjelasan) kitab Tauhid yang lainnya, seperti Fathul Majiid dan Hasyiyah Kitab Tauhiid, tepatnya pada bab “Man haqqaqat Tauhiid dakhalal Jannah bighairi hisab”.

Syaikh Shaleh Alusy-Syaikh hafizhahullah menjelaskan bahwa tingkatan mustahab dalam Tahqiiq At-Tauhiid adalah sebuah tingkatan di mana ahli tauhid memiliki keutamaan yang amat berbeda-beda. Dalam tingkatan ini tidak ada suatu arah atau tujuan pada hati seseorang kepada selain Allah. Hati tersebut menghadap kepada Allah secara totalitas, tidak terdapat kecondongan kepada selain Allah, sehingga jika berucap ikhlas karena Allah. Jika bertingkahlaku, ikhlas karena Allah. Jika beramal ikhlas karena Allah, bahkan seluruh gerakan hatinya karena Allah.
Beliau juga menjelaskan bahwa sebagian ulama menjelaskan bahwa tingkatan mustahab adalah meninggalkan sesuatu yang mubah karena khawatir berakibat ada apa-apanya jika dilakukan, maksudnya disini adalah mencakup amal hati, lisan, dan anggota tubuh badan.

Tingkatan mustahab adalah tingkatan orang-orang yang melaksanakan perkara yang wajib dan yang sunnah serta meninggalkan hal yang haram, makruh, dan sebagian hal yang mubah/halal.
Syaikh Shaleh Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan As-Saabiqun bil khairaat (orang-orang yang bersegera dalam kebaikan) dalam kitabnya I’anatul Mustafid bahwa mereka adalah orang-orang yang selamat dari syirik besar maupun kecil. Mereka meninggalkan hal-hal haram dan makruh. Bahkan mereka meninggalkan sebagian hal yang mubah/halal. Mereka bersungguh-sungguh dalam melaksanakan amal ketaatan, baik amal yang wajib maupun yang sunnah. Mereka adalah orang-orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan. Maka barangsiapa yang sampai pada tingkatan ini, maka ia masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab.

Tingkatan jenis ini juga disebutkan di dalam sebagian syarah kitab Tauhid yang lainnya, seperti: Hasyiyah Kitab Tauhiid dan Taisiir Al-‘Aziiz Al-Hamiid.
Syaikh Shaleh Alusy-Syaikh hafizhahullah, didalam kitabnya At-Tamhiid menjelaskan perealisasian tauhid dengan sempurna adalah perealisasian syahadatain laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah‘, karena pada ucapan seorang Ahli Tauhid laa ilaaha illallaah’, terdapat tuntutan pelaksanaan tauhid dan jauh dari syirik, dengan segala macamnya, Pada ucapan asyhadu anna muhammadar rasulullah mengandung tuntutan jauh dari kemaksiatan dan bid’ah, hal itu disebabkan karena konsekuensi syahadat Muhammadar Rasulullah adalah taat pada perkara yang diperintahkan oleh rasulullah, membenarkan apa yang beliau infromasikan, menjauhi larangannya, dan tidak menyembah Allah melainkan sesuai dengan syari’at yang diajarkannya (At-Tamhiid: 33).

Salah satu ciri seorang muslim yang masuk surga tanpa hisab dan adzab adalah tidak minta diruqyah. Sebagaimana dalam hadits yang menjelaskan ciri mereka yang kelak akan masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
ﻫُﻢْ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻟَﺎ ﻳَﺘَﻄَﻴَّﺮُﻭﻥَ ﻭَﻟَﺎ ﻳَﺴْﺘَﺮْﻗُﻮﻥَ ﻭَﻟَﺎ ﻳَﻜْﺘَﻮُﻭﻥَ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺭَﺑِّﻬِﻢْ ﻳَﺘَﻮَﻛَّﻠُﻮﻥَ
Mereka itu tidak melakukan thiyarah (beranggapan sial), tidak meminta untuk diruqyah, dan tidak menggunakan kay (pengobatan dengan besi panas), dan hanya kepada Rabb merekalah, mereka bertawakkal.” (HR. Bukhari no. 5752)

Mengapa meminta diruqyah bisa menyebabkan seorang muslim menjadi tidak termasuk dalam golongan yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab? Ada dua pendapat ulama dalam hal ini: Pertama: maksud minta diruqyah di sini adalah minta diruqyah dengan ruqyah syirkiyyah yang mengandung kesyirikan; Kedua: meminta diruqyah (dengan ruqyah syar’iyyah) akan berpotensi mengurangi tawakkal seseorang dan ia akan bergantung kepada peruqyah. Ia merasa apabila tidak diruqyah oleh ustadz fulan, maka tidak sembuh, padahal hakikat ruqyah adalah doa, seharusnya ia lebih berhak untuk berdoa kepada Allah.
Berikut penjelasannya:

Pertama: maksud minta diruqyah di sini adalah minta diruqyah dengan ruqyah syirkiyyah yang mengandung kesyirikan
Lafadz hadits adalah lafadz umum yaitu “meminta diruqyah” bisa saja mencakup ruqyah syr’iyyah dan ruqyah syirkiyyah. Terdapat hadits yang “mengkhususkan/takhshis” bahwa yang dimaksud meminta diruqyah pada hadits adalah ruqyah syirkiyyah. Haditsnya sebagai berikut:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اِعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ، لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
‘Tunjukkanlah kepadaku ruqyah kalian. Tidaklah mengapa ruqyah yang di dalamnya tidak mengandung syirik.’” (HR. Muslim)
Fatwa dari Al-Lajnah Ad-Daimah juga menjelaskan bahwa meminta diruqyah hukumnya mubah. Apabila ada semacam konsekuensi tertentu dalam syariat tentu tidak dekat ke makna mubah.
طلب الدعاء وطلب الرقية مباحان ، وتركهما والاستغناء عن الناس وقيامه بهما لنفسه أحسن
“Meminta didoakan dan meminta diruqyah keduanya hukumnya mubah. Meninggalkan keduanya dan tidak bergantung dengan manusia serta melakukannya sendiri lebih baik.” (Fatwa Al-Lajnah 24/261)
↩Kedua: meminta diruqyah (dengan ruqyah syar’iyyah) akan berpotensi mengurangi tawakkal seseorang dan bergantung kepada peruqyah.
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu syaikh menjelaskan,
لأن الطالب للرقية يكون في قلبه ميل للراقي ، حتى يرفع ما به من جهة السبب . وهذا النفي الوارد في قوله : « لا يسترقون » ؛ لأن الناس في شأن الرقية تتعلق قلوبهم بها جدا أكثر من تعلقهم بالطب ونحوه
“Karena meminta ruqyah akan menyebabkan hati cenderung (ketergantungan hati) kepada peruqyah, sampai ia bisa menyangka peruqyah adalah penyebab kesembuhan. Inilah maksud menafikan dalam hadist “tidak minta diruqyah”, karena manusia terkait ruqyah bisa jadi hari mereka lebih bergantung pada mereka pada ruqyah daripada pengobatan kedokteran atau sejenisnya,” (At-Tamhid hal. 33, Darut Tauhid)

Ibnu Taimiyyah juga menjelaskan bahwa pujian/reward pada hadits tersebut karena orang tersebut tidak terlalu mengandalkan orang lain dalam berdoa, tetapi ia sendiri berdoa kepada Allah dan meminta. Beliau berkata,
فمدح هؤلاء بأنهم لا يسترقون: أي لا يطلبون من أحد أن يرقيهم، والرقية من جنس الدعاء فلا يطلبون من أحد ذلك” [مجموع
“Pujian bagi orang yang tidak meminta diruqyah pada orang lain karena ruqyah itu semacam doa, hendaknya ia tidak meminta orang lain (untuk didoakan).” (Majmu’ Fatawa 1/182)

Hal ini merupakan kesempurnaan tauhid dan iman seseorang yaitu hanya kepada Allah ia bersandar dan berharap. Ibnul Qayyim menjelaskan,
وذلك لأن هؤلاء دخلوا الجنة بغير حساب لكمال توحيدهم ، ولهذا نفى عنهم الاسترقاء وهو سؤال الناس أن
“Mereka yang masuk surga tanpa hisab dan adzab karena kesempurnaan tauhid mereka. Nereka tidak meminta diruqyah yaitu meminta kepada orang lain untuk meruqyah mereka (lebih baik ia sendiri langsung meminta kepada Allah).” (Zaadul Ma’aad 1/475)
Dari kedua pendapat ini, yang lebih menenangkan adalah kita berusaha sebisa mungkin tidak meminta diruqyah oleh orang lain, tetapi kita hendaknya meruqyah diri sendiri dan langsung meminta kepada Allah di waktu dan tempat yang mustajab.



Note:

  1. Ruqyah adalah pengobatan dengan pembacaan ayat-ayat Alquran atau do’a-do’a ataupun lafadz-lafadz tertentu ↩
  2. ‘Ain adalah pengaruh buruk yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang melalui matanya ↩
  3. Kay adalah menempelkan besi panas atau sejenisnya pada luka ↩
  4. Tathayyur adalah semua hal yang menyebabkan seseorang membatalkan perbuatannya karena takut malapetaka atau meneruskan perbuatannya karena optimis akan beruntung setelah ia melihat atau mendengar sesuatu yang tidak ada bukti ilmiah bahwa sesuatu tersebut bisa mendatangkan malapetaka atau keberuntungan. (Mutiara Faidah, hal. 142) 
  5. Tawakal adalah bersandarnya hati kepada Allah dengan menyerahkan segala urusan kepada-Nya dalam mendapatkan manfaat atau menolak bahaya/kerugian, diiringi dengan percaya kepada-Nya dan mengambil sebab yang diizinkan,
********************
Kontributor: dr Raehanul Bahren, V; Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com

Comments

Popular posts from this blog

Tafsir al-Quran

  TAFSIR AL-QUR'AN Bacaan Al-Quran (Al-Quran Recitation) Tafsir As-Su'udi, Al-Baghawi, Ibnu Katsir, Al-Qurthubi, At-Thabari ( Arabic)   Al-Quran Terjemah Per Kata dan Tafsir (Kemenag RI, Jalalain, Ibn Katsir & Al-Misbah )   Al-Quran dan Terjemahannya (Indonesia & English, Bacaan Oleh Al-Afasi ), Tafsir Kemenag dan Aspek Terkait   Tafsir Kemenag RI, Bacaan Oleh Al-Husary Learn Quran Tafsir (Jalalain, Ibnu Katsir, Kemenag RI dan Al-Azhar )   TafsirWeb (Al-Muyassar, Al-Mukhtasar,  Al-Wajiz, As-Sa'di, Sawi , dll)    Tafsir al-Mukhtasar fi Al-Quran al-Karim (Indonesia)       Tafsir Hidayatul Insan - Al Ustadz Marwan Bin Musa   Belajar Al-Quran Kata Per Kata   Tafsir NU Online    Tafsir Al-Mukhtasar fi Al-Quran Karim (English)   Maududi Tafhimul Quran Tafsir (English)   Ibn Kathir Al-Quran Tafsir ( English )   Tafsir Ibn Katheer & Ma’arif ul-Quran (in English, Arabic, Urdu )      Tafsir Ibn Abbas (English)    Tafsir Kashani (English)   Tafsir Kashf Al-Asrar (English)

Darul Quran Mina (DQM)

Darul Qur'an Mina (DQM) Profil & Kegiatan Darul Qur'an Mina (DQM) Wakaf Bangunan DQM   Update Laporan Donasi Wakaf Bangunan DQM    Youtube DQM Channel (English)   Youtube Kajian Tafsir   Youtube Belajar Bahasa Arab   Murattal & Tadabbur al-Quran:  Murattal al-Qur'an Berbagai Qari Masyhur (MP4)   Murattal Al-Quran Qari Utama (MP4)   The Glorious Noble Qur'an -Syaikh Abu Bakr Ash-Shatery, Eng Trans (MP4)   Tadabbur/Tafsir al-Quran (MP3 &MP4)   Tafsir Al-Quran   Ilmu al-Quran (Ulumul Quran) -MP4 Tajwid/Ilmu Tajwid    Belajar Membaca & Tadabbur al-Qur'an (Html,MP3 dan MP4)   Kajian Hadist (Study of Hadith)    Murattal al-Quran Semua List Qari Masyhur (MP3)   Murattal Al-Quran Semua Qori (MP3)   Perpustakaan Audio Quran MP3 Semua Qari   Murattal Al-Quran 30 Juz (MP3 Audio)   List Murattal Al-Qur'an (MP3 Audio) & Tafsir   Al-Quran Digital (Display Ayat dan Terjemahan), Murattal Oleh Syaikh Abdulrahman al-O

Update Laporan Donasi Wakaf Tanah & Bangunan Darul Quran Mina (DQM)

Update Laporan Wakaf  Bangunan Darul Quran Mina (DQM) Yayasan Pembangunan Islam Mina , SK Kementerian Hukum & HAM RI No. AHU.0006005.AH.01.04.2017 1. Kantor Pusat (HQ):  Alamat: Darul Quran Mina (DQM), Lampeuneurut Ujong Blang, Darul Imarah, Aceh Besar, INDONESIA 23352.  Kebutuhan Dana:  - Tanah seluas 364 M2 & 1 Unit Bangunan: Rp 998,000,000,- -  3 unit Balai Pengajian: Rp 26,600,000,- ************************************** Transfer Wakaf Bangunan DQM ke No Rekening (Acc): 📟 No. Acc Bank Aceh Syari'ah : 62002200105180 Kode Bank 116  (Swift Code: PDACIDJ1) 📟 No. Acc Bank Syariah Indonesia: 7147283126 Kode Bank 451  (Swift Code: BSMDIDJAXXX  ) 📟 No. Acc Bank CIMB Niaga Syariah: 761968078600 Kode Bank 022  (Swift Code: BNIAIDJA XXX ) Semuanya a.n: Sofyan Kaoy Umar  Konfirmasi setelah Transfer:  WA: +6281234582087 (Ust.Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF), Ketua Pengurus Yayasan Pembangunan Islam Mina Khusus  bagi  muhsinin Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia &am