Dari Zaid bin
Tsabit radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Kami mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
(( مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ فَرَّق الله عليه
أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما كُتِبَ له، ومن
كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في قَلْبِه
وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ
“Barangsiapa
yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan
urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di
hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi
dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat
niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan
kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi
datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)“.
Hadits yang mulia
ini menunjukkan keutamaan cinta kepada akhirat dan zuhud dalam
kehidupan dunia, serta celaan dan ancaman besar bagi orang yang terlalu
berambisi mengejar harta benda duniawi.
– Orang yang cinta
kepada akhirat akan memperoleh rezki yang telah Allah tetapkan baginya di dunia
tanpa bersusah payah, berbeda dengan orang yang terlalu berambisi mengejar
dunia, dia akan memperolehnya dengan susah payah lahir dan batin.
Salah seorang ulama salaf berkata: “Barangsiapa yang mencintai dunia (secara
berlebihan) maka hendaknya dia mempersiapkan dirinya untuk menanggung berbagai
macam musibah (penderitaan)."
– Imam Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah berkata[5],
“Orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) tidak akan lepas dari tiga
(macam penderitaan): Kekalutan (pikiran) yang selalu menyertainya,
kepayahan yang tiada henti, dan penyesalan yang tiada berakhir. Hal ini
dikarenakan orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) jika telah
mendapatkan sebagian dari (harta benda) duniawi maka nafsunya (tidak pernah
puas dan) terus berambisi mengejar yang lebih daripada itu, sebagaimana dalam
hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seandainya seorang manusia memiliki dua lembah (yang berisi) harta (emas)
maka dia pasti (berambisi) mencari lembah harta yang ketiga“.
– Kekayaan yang
hakiki adalah kekakayaan dalam hati/jiwa. Rasululah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta
benda, tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (dalam) jiwa“.
– Kebahagiaan
hidup dan keberuntungan di dunia dan akhirat hanyalah bagi orang yang cinta
kepada Allah dan hari akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh sangat beruntung seorang yang
masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah
menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki
yang Allah Ta’ala berikan kepadanya”.
– Sifat yang mulia
ini dimiliki dengan sempurna oleh para sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan inilah yang menjadikan mereka lebih utama dan
mulia di sisi Allah Ta’ala dibandingkan generasi yang
datang setelah mereka. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Kalian lebih banyak berpuasa, (mengerjakan) shalat, dan lebih
bersungguh-sungguh (dalam beribadah) dibandingkan para sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, tapi mereka lebih baik (lebih utama di sisi Allah Ta’ala)
daripada kalian”. Ada yang bertanya: Kenapa (bisa demikian), wahai Abu
Abdirrahman? Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuberkata: “Karena mereka
lebih zuhud dalam (kehidupan) dunia dan lebih cinta kepada akhirat”.
Mengenggam
Dunia, Ketika Meninggal Hanya Membawa Kafan
Kita perlu sadari dan selalu ingat
bahwa dunia ini hanya sementara saja. Hendaknya kita sadar bahwa dunia yang
kita cari dengan susah payah ini tidak akan bisa kita bawa menuju kampung abadi
kita yaitu kampung akhirat. Ibnu Sammak Muhammad bin Shubaih rahimahullah
berkata,
هب الدنيا في يديك ، ومثلها ضم إليك ، وهب المشرق والمغرب
يجيء إليك ، فإذا جاءك الموت ، فماذا في يديك
“Anggaplah
dunia ada di genggaman tanganmu dan ditambahkan yang semisalnya. Anggaplah
(perbendaharaan) timur dan barat datang kepadamu, akan tetapi jika kematian
datang, apa gunanya yang ada di genggamanmu?” (Siyarul
A’lam An-Nubala 8/330)
Banyak sekali ayat
dalam Al-Quran yang mengingatkan kita bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara
saja. Janganlah kita lalai dan tertipu seolah-olah akan hidup di dunia
selamanya dengan mengumpulkan dan menumpuk harta yang sangat banyak sehingga
melalaikan kehidupan akhirat kita.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِاللَّهِ الْغَرُورُ
“Sesungguhnya
janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia
memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam
(mentaati) Allah.” (Luqmaan: 33). Allah juga
berfirman,
ﻭَﻣَﺎ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓُ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺘَﺎﻉُ ﺍﻟْﻐُﺮُﻭﺭِ
“Kehidupan
dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali
Imran: 185)
Allah juga
berfirman,
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ
وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ
مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ
وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا
مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan
tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya
mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat
warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang
keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak
lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS Al Hadid: 20)
Jika direnungi,
ternyata harta kita yang sesungguhnya hanya tiga saja. Selain itu, bukan lah
harta kita, walaupun hakikatnya itu adalah milik kita di dunia, karena
MAYORITAS harta sejatinya hanya kita tumpuk saja dan bisa jadi BUKAN kita yang
menikmati, hanya sekedar dimiliki saja atau KOLEKSI saja.
Tiga harta sejati
yang kita nikmati, itupun menikmati sementara saja yaitu
1. MAKANAN yang
kita makan
Makanan yang di
kulkas belum tentu kita yang menikmati semua. Makanan yang di gudang belum tentu
kita yang menikmati semua. Uang yang kita simpan untuk beli makanan belum tentu
kita yang menikmati. Ketika menikmati makanan pun ini hanya sesaat dari
keseharian kita, hanya melewati lidah dan kerongkongan sebentar saja
2. PAKAIAN yang
kita pakai
Termasuk sarana
yang kita pakai seperti sepatu, kendaraan serta rumah kita. Ini yang kita
nikmati. Akan tetapi inipun sementara saja karena pakaian bisa usang sedangkan
rumah akan diwariskan
3. SEDEKAH
Ini adalah HARTA
KITA YANG SEBENARNYA, sangat berguna di akhirat kelak. Inipun berlalu sebentar
dari genggaman kita di dunia
Selebihnya harta
yang kita tumpuk hakikatnya bukan harta kita, kita tidak menikmatinya atau
hanya menikmati sesaat saja. Misalnya menumpuk harta:
-Rumah ada dua atau tiga, yang kita nikmati utamanya hanya satu rumah saja
-Uang tabungan di bank beratus-ratus juta atau miliyaran, yang kita nikmati hanya sedikit saja selebihnya kita hanya kita simpan
-Rumah ada dua atau tiga, yang kita nikmati utamanya hanya satu rumah saja
-Uang tabungan di bank beratus-ratus juta atau miliyaran, yang kita nikmati hanya sedikit saja selebihnya kita hanya kita simpan
-Punya kebun yang luas, punya toko yang besar, hanya kita nikmati sesaat saja. Inilah yang dimaksud hadits, harta sejati hanya tiga
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﺑْﻦُ ﺁﺩَﻡَ ﻣَﺎﻟِﻰ ﻣَﺎﻟِﻰ – ﻗَﺎﻝَ – ﻭَﻫَﻞْ ﻟَﻚَ
ﻳَﺎ ﺍﺑْﻦَ ﺁﺩَﻡَ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻟِﻚَ ﺇِﻻَّ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻠْﺖَ ﻓَﺄَﻓْﻨَﻴْﺖَ ﺃَﻭْ ﻟَﺒِﺴْﺖَ
ﻓَﺄَﺑْﻠَﻴْﺖَ ﺃَﻭْ ﺗَﺼَﺪَّﻗْﺖَ ﻓَﺄَﻣْﻀَﻴْﺖَ
“Manusia
berkata, “Hartaku-hartaku.” Beliau bersabda, “Wahai manusia, apakah benar
engkau memiliki harta? Bukankah yang engkau makan akan lenyap begitu saja?
Bukankah pakaian yang engkau kenakan juga akan usang? Bukankah yang engkau
sedekahkan akan berlalu begitu saja? ” (HR. Muslim no. 2958)
Riwayat yang lain,
ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻣَﺎﻟِﻰ ﻣَﺎﻟِﻰ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ
ﻣَﺎﻟِﻪِ ﺛَﻼَﺙٌ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻞَ ﻓَﺄَﻓْﻨَﻰ ﺃَﻭْ ﻟَﺒِﺲَ ﻓَﺄَﺑْﻠَﻰ ﺃَﻭْ ﺃَﻋْﻄَﻰ
ﻓَﺎﻗْﺘَﻨَﻰ ﻭَﻣَﺎ ﺳِﻮَﻯ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻬُﻮَ ﺫَﺍﻫِﺐٌ ﻭَﺗَﺎﺭِﻛُﻪُ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ
“Hamba
berkata, “Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu hanyalah tiga: yang ia makan
dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya
harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberi pada
orang-orang yang ia tinggalkan. ” (HR. Muslim no. 2959). Dunia memang kita
butuhkan dan tidak terlarang kita mencari harta dan dunia akan tetapi harus
kita tujukan untuk orientasi akhirat.
Anjuran Untuk Berdo'a dalam Urusan Dunia dan Akhirat
Seringkali kita jumpai diri kita sendiri atau sebagian
orang yang terlalu fokus dan perhatian terhadap kehidupan di dunia, dan lalai
dari kehidupannya kelak di akhirat. Sampai-sampai ketika dia menengadahkan
kedua tangan memohon kepada Allah Ta’ala, dia hanya meminta kebaikan untuk
urusan dunianya. Yang diminta hanyalah bisnis yang lancar, nilai ujian yang
bagus, atau keinginan untuk membeli rumah, mobil, atau permintaan semacam itu.
Tidak terucap atau terpikir sedikit pun untuk meminta kebaikan atas
kehidupannya di akhirat kelak.
Allah Ta’ala telah mencela orang-orang
yang hanya meminta kepada-Nya tentang urusan-urusan dunia. Allah Ta’ala berfirman,
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
”Maka di antara manusia ada orang yang berdoa,’Ya
Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia’, dan tiadalah baginya
bagian (yang menyenangkan) di akhirat.” (QS. Al Baqarah [2]: 200).
Allah Ta’ala juga berfirman,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ
الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا
لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا
”Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi),
maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang
yang Kami kehendaki. Dan Kami tentukan baginya neraka jahannam, ia
akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (QS. Al
Isra’ [17]: 18).
Apakah hal ini berarti, tidak boleh bagi kita untuk
berdo'a untuk meminta kebaikan di dunia? Tidaklah demikian. Boleh bagi kita
untuk berdoa meminta kebaikan urusan di dunia, namun bukan sebagai hal yang
pokok. Hal ini karena prioritas utama seorang mukmin adalah kehidupan yang baik
dan selamat di akhirat kelak. Sedangkan dunia hanyalah sebagai sarana untuk
meraih kebaikan di akhirat.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala memberikan
pujian kepada orang-orang yang menggabungkan dalam doanya antara meminta
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat sekaligus. Allah Ta’ala berfirman,
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ (201) أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا
وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ (202)
”Dan di antara mereka ada orang yang berdoa,’Ya
Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka’. Mereka itulah orang-orang yang
mendapat bagian dari yang mereka usahakan. Dan Allah sangat cepat
perhitungan-Nya.” (QS. Al Baqarah [2]: 201-202).
Orang beriman akan menjadikan akhirat (surga) sebagai
cita-cita tertinggi yang hendaknya terus dia minta dalam doanya. Marilah
kita merenungkan tentang cita-cita seorang sahabat yang mulia, Rabi’ah bin
Ka’ab Al-Aslami radhiyallahu ‘anha ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata kepadanya,“Wahai Robi’ah, memintalah
kepadaku!” Rabi’ah berkata,
أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ
فِي الْجَنَّةِ
“Aku meminta kepadamu agar aku bisa menemanimu di surga!”
Maka Rasulullah berkata,
أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ
“Atau selain hal itu?” Rabi’ah berkata,“Ya, itu saja.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata,
فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ
السُّجُودِ
“Maka bantulah aku dengan Engkau memperbanyak
sujud.” (HR. Muslim no. 226)
Adapun dunia, maka hakikatnya adalah sesuatu yang rendah
dan hina, sehingga tidak layak dijadikan sebagai cita-cita dan keinginan utama
seorang mukmin. Ibnu ‘Abid Dunyaa –rahimahullahu Ta’ala- berkata,
حدثني عثمان بن أبي شيبة،
أخبرنا معاوية بن هشام، قال: سمعت سفيان الثوري يقول: كان يقال: إنما
سميت الدنيا لأنها دنية، وإنما سمي المال لأنه يميل بأهله.
“Telah menceritakan kepadaku ‘Utsman bin Abi Syaibah,
telah mengkhabarkan kepada kami Mu’awiyah bin Hisyaam, ia berkata, aku
mendengar Sufyan Ats-Tsauriy berkata, ‘Pernah dikatakan bahwa (dunia)
disebut dunia (الدنيا) hanyalah karena ia merupakan
sesuatu yang rendah (hina) (دنية) dan (harta) dinamakan
harta (الْمَالُ)karena ia dapat membuat condong
pemiliknya ”.
Apakah Harus
Seimbang Antara Mencari Dunia Dan Akhirat?
Katanya, kita harus SEIMBANG antara
mencari dunia dan mencari akherat. Padahal Allah berpesan untuk lebih
mendahulukan dan mementingkan akherat. Renungkanlah firman-Nya:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ
وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“Carilah negeri
AKHERAT pada nikmat yang diberikan Allah kepadamu, tapi jangan kamu lupakan
bagianmu dari dunia“. (QS. Al-Qashas: 77).
Dalam ayat ini,
Allah memerintahkan kita agar memanfaatkan nikmat dunia yang Allah berikan,
untuk meraih kemuliaan akherat. Arti simpelnya: korbankanlah duniamu,
untuk meraih akheratmu!
Lalu Allah
katakan, jangan kamu lupakan BAGIANMU dari dunia. Ya, “bagianmu”, yakni bagian
kecil dari duniamu, bukan setengahnya, apalagi semuanya. Jelas sekali dari ayat
ini, bahwa kita harusnya mementingkan akherat, bukan seimbang dengan dunia,
apalagi mendahulukan dunia. Jujurlah, mungkinkah kita menyeimbangkan antara
dunia dan akherat?! Sungguh, seakan itu hal yang mustahil. Yang ada:
mendahulukan dunia, atau mendahukan akherat. Dan yang terakhir inilah yang
Allah perintahkan. Makanya, Allah berfirman dalam ayat lain:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Aku tidaklah
ciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah hanya kepada-Ku“.
(QS. Adz-Dzariyat: 56).
Ayat ini
menunjukkan bahwa IBADAH ADALAH TUJUAN UTAMA kita diciptakan. Jika demikian,
pantaskan kita menyeimbangkan antara tujuan utama dengan yang lainnya?! Bahkan
dalam doa “sapu jagat” yang sangat masyhur di kalangan awam, ada isyarat untuk
mendahukan kehidupan akherat:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Tuhan kami,
berilah kami kebaikan di dunia, juga kebaikan di akhirat. Dan peliharalah kami
dari siksa neraka“. (QS. Albaqoroh: 201)
Di sini ada 3
permintaan; 1 permintaan untuk kehidupan dunia, dan 2 permintaan utk kehidupan
akherat. Inilah isyarat, bahwa kita harus lebih memikirkan kehidupan
akherat, wallahu a’lam.
(Artikel Muslim.or.id)
Referensi:
1. Fiqhu Ad-Du’a, karya Syaikh Musthafa Al-‘Adawi –hafidzahullahu Ta’ala-.
2. Dzammud Dunyaa, 1/37 (Maktabah Syamilah)
****************************
1. Fiqhu Ad-Du’a, karya Syaikh Musthafa Al-‘Adawi –hafidzahullahu Ta’ala-.
2. Dzammud Dunyaa, 1/37 (Maktabah Syamilah)
****************************
Kontributor: Ustadz
Abdullah bin Taslim al-Buthon, MA; Raehanul Bahraen; Ust. DR Musyafa Ad Dariny,
Lc., MA; M. Saifudin Hakim.
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF.
Email: ustazsofyan@gmail.com
Comments
Post a Comment