Skip to main content

Antara Yang Hak dengan Yang Bathil


Antara Yang Haq dengan Yang Batil


Perseteruan dan peperangan antara hak dengan yang batil telah ada semenjak diciptakannya Nabi Adam alaihis salam. Yaitu saat iblis yang terlaknat menolak akan perintah Allah Ta’ala untuk sujud kepada Nabi Adam sebagai penghormatan baginya. Akhirnya iblis dilaknat hingga hari kiamat. Semenjak itulah iblis bersumpah akan menyesatkan manusia dan menghalang-halangi dari jalan kebenaran.

Kisah perseteruan dan peperangan terus berlanjut hingga hari ini. Perseteruan dan Peperangan ini antara para pengusung syari’at Allah Ta’ala dengan para pengusung kebatilan dan kesyirikan. Mereka senantiasa memerangi para pengusung kebenaran dan menjadikannya musuh utamanya. Karena memang tidak ada tujuan dari kebatilan kecuali ingin merusak bumi dengan kemaksiatan dan kesyirikan. Walau mungkin mereka menganggap bahwa mereka sedang melakukan perbaikan bumi dengan slogan kebebasan dan demokrasi. Lihatlah kondisi saat ini, kita bisa lihat dan saksikan peperangan ini sedang terjadi.
Allah Ta’ala, berfirman:
… وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوٰمِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوٰتٌ وَمَسٰجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُۥٓ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِىٌّ عَزِيزٌ
“…Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Maha Kuat, Maha Perkasa.” (QS. Al-Hajj 22: Ayat 40)

Berkata Abu Ja’far At-Thobari, “Jika seandainya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia, dan mereka itu adalah hamba-hambanya yang taat dan beriman dari keganasan para ahli maksiat dan syirik, sebagaimana Ia telah menolong tholut atas Jalut…Maka rusaklah bumi. Yaitu hancurlah manusia di bumi karena adzab Allah kepada mereka. Akan tetapi Allah memiliki hamba-hamba yang menolak azab tersebut dengan kebaikan-kebaikan untuk melawan perbuatan dosa, dan dengan orang-orang yang taat melawan orang yang bermaksiat, dan orang-orang yang beriman melawan orang-orang kafir.” (Tafsir at thobari /373 ).

Sayyid Qutub berkata, “Kebathilan tidak akan tenang dan berhenti hingga dilawan dengan kekuatan yang semisal untuk menghentikannya. Tidaklah cukup kebenaran menjadi sebuah kebenaran untuk menghentikan perlawanan dari kebatilan. Akan tetapi kebenaran haruslah memiliki kekuatan yang bisa menjaganya dan membelanya. Dan itulah kaidah yang tidak akan berubah selama manusia itu masih eksis.”

Sudah menjadi sunnatullah bahwa kebenaran akan menang dalam berbagai pertempuran. Sedangkan kebatilan akan sirna dan hancur. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَمْحُ اللَّهُ الْبٰطِلَ وَيُحِقُّ الْحَقَّ بِكَلِمٰتِهِۦٓ ۚ إِنَّهُۥ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ الصُّدُورِ
“…Dan Allah menghapus yang batil dan membenarkan yang benar dengan firman-Nya (Al-Qur’an). Sungguh, Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. Asy-Syura 42: Ayat 24)

Sedangkan usaha para penggusung kebathilan dari kalangan kafir dan munafik walaupun telah mengerahkan berbagai kekuatan untuk menekan laju kebenaran, dakwah dan iqomatuddin tidak akan bisa.
Allah Ta’ala, berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوٰلَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ ۗ وَالَّذِينَ كَفَرُوٓا إِلٰى جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menginfakkan harta mereka untuk menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan (terus) menginfakkan harta itu, kemudian mereka akan menyesal sendiri, dan akhirnya mereka akan dikalahkan. Ke dalam Neraka Jahanamlah orang-orang kafir itu akan dikumpulkan,” (QS. Al-Anfal 8: Ayat 36)
Menurut Syeih Abdurrahman Nashir as-Sa’di Rahimahullahu, ayat berikut ini bukan sekedar berita yang menceritakan tentang adanya pertarungan abadi antara orang beriman versus orang kafir. Namun ia juga perintah yang wajib dilaksanakan bagi setiap orang beriman. Allah Ta’ala, berfirman:
الَّذِينَ ءَامَنُوا يُقٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ الطّٰغُوتِ فَقٰتِلُوٓا أَوْلِيَآءَ الشَّيْطٰنِ ۖ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطٰنِ كَانَ ضَعِيفًا
“Orang-orang yang beriman, mereka berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan Toghut, maka perangilah kawan-kawan setan itu (karena) sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 76)

As-Sa’di mengingatkan, hendaknya setiap Muslim selalu menyadari kandungan ayat di atas. Jika selama ini orang-orang kafir begitu bergairah menabuh genderang perang melawan umat Islam. Mereka bersemangat dan bersabar melakukan keburukan dan kemaksiatan. Ibaratnya, antara haq dan batil sampai hari kiamat tak akan bertemu. Di antara mereka sampai berani dan rela mengorbankan apa yang dimiliki. Mulai dari waktu, pikiran, tenaga, bahkan hingga harta dan nyawa sekalipun. Lalu bagaimana dengan kita sebagai umat Islam. Adakah di antara kita yang benar-benar telah mengurus agama ini? Adakah kita berani mengklaim jika hidup yang hanya sebentar ini benar-benar telah kita habiskan dalam memperjuangkan agama dan kebenaran?
Di satu sisi boleh jadi kita lantang berteriak menyatakan keyakinan terhadap syariat Islam. Namun di saat yang sama terkadang kita seolah “ragu” dengan kebenaran tersebut. Hal ini terbukti dengan realitas di tengah umat Islam sekarang. Alih-alih memperjuangkan agama dan dakwah. Menegakkan sholat berjamaah lima waktu saja terkadang kita masih enggan dan bermalas-malasan di rumah. Seribu satu alasan lalu dimunculkan untuk menutupi kemalasan tersebut.

Larangan Mencampur Adukkan antara Yang Haq dengan Yang Bathil
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
 وَلَا تَلۡبِسُواْ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَـٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
“Janganlah kalian campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 42).
Sehubungan dengan ayat tersebut, Imam Qatadah dan Mujahid mengartikan ayat ini dengan, “Janganlah kalian campur-adukkan antara agama Yahudi dan Nasrani dengan Islam”. Termasuk dalam kategori penjelasan ayat ini, larangan mencampur-adukkan antara perkara halal dan haram. Larangan ini merupakan larangan yang besar dan serius. Hal ini karena hak menentukan halal dan haram adalah ketentuan Allah dan hak-Nya semata-mata.
Karena itu Allah mengecam mereka yang mencampur-adukkan antara yang haq dan yang bathil, antara kebenaran dan kebohongan. Sebab dengan cara-cara itulah dan tangan-tangan kotor mereka itulah menyebabkan hukum Allah bercampur aduk antara larangan dan suruhan.
Kemudian, dari sisi bahasa, kata تَلْبِسُواْ (talbisuu) bisa berasal dari kata “la-bi-sa” (memakai) atau “la-ba-sa” (mengacaukan, menyamarkan) atau “al-ba-sa” (memakaikan).
Kalau dipadukan bisa menjadi: “Memakai pakaian kebenaran (al-haq) untuk menutupi tubuh aslinya yang salah (al-baahil). Maka, orang yang membantu, setuju atau membiarkan tindakan ini disebut memakaikan pakaian kebenaran (al-haq) kepada kebatilan (al-baahil). Baik yang memakai ataupun yang memakaikan pakaian kebenaran (al-haq) kepada kebatilan (al-baahil) punya andil yang sama di dalam mengacaukan pandangan masyarakat tentang agama samawi yang benar.

Selanjutnya, sahabat Nabi, bernama Abdullah bin Abbas, yang sangat memahami tafsir Al-Quran, menjelaskan ayat ini dalam kalimat, ”Janganlah kalian menyembunyikan pengetahuan yang kalian miliki mengenai kebenaran Rasul-Ku dan juga apa yang dibawanya. Sedangkan kalian mendapatkannya tertulis dalam kitab-kitab yang berada di tangan kalian.” Sebab ayat-ayat Allah jelas sangat berarti, sedangkan mereka yang mengetahui lalu menyembunyikan pengetahuan tersebut. Maka akan mengandung bahaya yang sangat besar bagi manusia, yaitu tersesatnya mereka dari petunjuk yang dapat menjerumuskan mereka ke neraka. Namuj justru mereka benar-benar mengikuti kebatilan yang dikatakan kepada mereka, yang telah dicampuradukkan dengan kebenaran.

Mereka inilah orang-orang yang justru menjadi perusak terhadap  kesucian Agama Islam. Kalau mereka bodoh, tiada pengetahuan tentang yang hak tentang ajaran agama. Mungkin bolehlah bisa saja dimaafkan. Tetapi. apabila yang melakukan perkara ini adalah mereka yang disebut dari kalangan ulama dan cerdik pandai. Maka perbuatan itu adalah perbuatan yang sangat buruk dan jahat. Demikian juga ayat ini juga termasuk ditujukan kepada orang yang mengetahui sesuatu ilmu yang baik, tapi menyembunyikannya demi untuk kepentingan duniawi. Maka golongan ini pun kelompok yang keji di sisi Allah.
Semoga kita dapat mengetahui dan mengikuti yang benar adalah benar, dan berlindung dari yang salah adalah salah.
اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا التِبَاعَةَ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
“Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar, dan berikanlah kami kekuatan untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kami yang bathil itu bathil dan berikanlah kami kekuatan untuk menjauhinya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Aamiin yaa robbal ‘aalamiin. (RS2/P1)
Pertarungan Al haq dan al bathil
Pertarungan antara keimanan dan kebathilan telah ditaqdirkan sejak dahulu kala. Sejak Iblis laknatullah ‘alaihi bersumpah dihadapan Allah swt untuk melestarikan peperangan dengan hamba-hamba Allah dengan dirinya. Sumpah ini tetap lestari sepanjang zaman. Tidak akan berubah selama langit tidak berubah.
Allah Swt berfirman :
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (16) ثُمَّ لَآَتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Ketika Iblis putus asa dari rahmat Allah swt, dan ia dijauhkan dari rahmatNya, maka ia bersumpah untuk melanjutkan permusuhannya dengan anak-anak Adam as. Ia bersumpah untuk sekuat tenaga menghalangi mereka dari jalan kebenaran.” (Ibnu Katisr, 3/383 dan as-Sa’di, hlm. 284)
Sifat peperangan antara kebenaran dan kebathilan adalah saling mengalahkan, menguasai dan menundukkan. Sehingga dunia ini hanya ada di dua kondisi; dikendalikan oleh al-Islam sebagai simbol kebenaran (alhaq) dan kebathilan tersingkirkan, bertekuk lutut dibawah al-Haq, atau dunia ini dikendalikan oleh kebathilan untuk sementara waktu. Karena sunnatullah menegaskan, kebatilan pasti lenyap dan kebenaran akan tegak.
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
“Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (al-Isra’: 18)
Syaikh Abu Qatadah al-Filastini menerangkan, Al Qur’an banyak memuat gambaran dan cara al-Bathil (thgohut) memerangi al-Haq (kebenaran/Islam). Seringkali cara yang dipergunakan adalah sihir. Kebathilan menyihir manusia bahwa seakan-akan apa yang disuarakan dan diusungnya adalah kebaikan. Kenapa dengan sihir..? Karena pada diri kebathilan seperti ideologi syirik demokrasi, nasionalisme, atheis ataupaun tawaran lain dari kebathilan tidak memiliki daya tawar di hadapan manusia. Semua yang ditawarkan oleh kebathilan adalah rongsokan, sampah yang tidak sesuai dengan fitroh manusia. Baik ideologi, etika maupun akhlaknya. Maka untuk membungkus kebusukan dan kerusakan ini, mereka menerapkan cara sihir dalam memerangi kebenaran. Memperindah kebathilan dengan berbagai macam cara.
وَإِذْ زَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ
“Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka.” (al-Anfal:48)
زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“(Syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (at-Taubah:37)
Dalam ayat lain Allah swt menegaskan takdir permusuhan antara kebenaran versus kebathilan.
بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ
“Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap.” (Al-Anbiya’: 81)
Permusuhan Hingga Akhir Zaman
Ada sebuah kisah pada zaman rasulullah saw yang menegaskan bahwa hubungan yang ditakdirkan antara kebenaran dan kebathilan adalah permusuhan. Sahabat Amru bin ‘Ash ra bertutur,
“Saya belum pernah melihat kebengisan orang-orang quraisy untuk membunuh nabi Muhammad saw, melebihi apa yang telah aku saksikan. (Kisahnya) Suatu saat, pemuka-pemuka Quraisy berkumpul di bawah naungan Ka’bah bermusyawarah untuk menghabisi nabi Muhammad saw, diwaktu yang bersamaan rasulullah saw sedang melaksanakan sholat di Maqam . Uqbah bin Abi Mu’ith berjalan menuju Rasulullah saw yang sedang sholat. Kemudian ia mengikat selendangnya ke  leher rasulullah saw. Lalu ia menyeret beliau dengan kasar. Hingga rasulullah saw jatuh terjerembab. Orang-orang di sekitar itu berteriak mengira nabi saw meninggal. Datanglah Abu Bakar ra menyibak kerumunan manusia. Lalu beliau mengangkat lengan Rasulullah saw, seraya berteriak (kenapa kalian membunuh orang ini hanya lantaran mengucapkan lailaha illallah, tiada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah swt..?).
Beberapa saat kemudian, orang-orang membubarkan diri, termasuk si Uqbah –la’anahullah-. Lalu rasulullah saw bangun melaksanakan sholat. Setelah sholat, beliau lewat dihadapan pemuka Quraisy yang sedari duduk di dekat Ka’bah. Dengan lantang beliau berseru, “Wahai segenap orang Quraisy, sungguh demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, aku tidak datang kepada kalian kecuali dengan untuk menyembelih.” Sambil menunjuk kearah leher beliau saw. “Wahai Muhammad aku bukan manusia tolol.” Teriak Abu Jahl yang menanggapi seruan Rasulullah saw. Beliau saw menjawab, “Engkau, wahai Abu Jahl, bagian dari mereka (yang akan disembelih).” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Demikian taqdir antara kebenaran dan kebathilan selalu ingin menguasai dan mengalahkan. Rasulullah saw bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا عَصَمُوا مِنِّى دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
“Saya diperintahkan untuk memerangi manusia, hingga mereka bersaksi, ‘tiada ilah yang berhak diibadahi selain Allah.’ Dan ‘Muhammad adalah rasulNya.” Serta mendirikan sholat, menunaikan zakat. Jika mereka sudah melaksanakan itu semua maka darah dan harta mereka terjaga. Tidak halal ditumpahkan, kecuali karena haknya. Dan hisab mereka ada pada Allah swt.” (HR. Muslim)
Ya kebenaran harus mengalahkan kebathilan, harus menundukkan para thoghut yang mengusung madzhab bathil.
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS al-Anfal: 39)
Dan kebatilan pun tidak akan diam. Ia akan berusaha menghancurkan kebenaran. Tentu kebenaran yang dimaksud adalah al-Islam.
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat.” (al-Baqarah: 217)
Salah satu buktinya adalah peperangan melawan orang-orang Persia, yang –wallahu a’lam- dalam hal ini adalah orag-orang syi’ah yang kini sudah mulai menampakkan kekuatannya di jazerah arab.
Perumpamaan Yang Haq dengan Yang Bathil
Terhadap setiap kenikmatan yang dirasakan oleh seorang manusia tentu ada yang mendengkinya. Terutama kenikmatan yang paling utama yang dianugerahkan Allah subhanahu wa ta’ala kepada seorang manusia, yaitu nikmat keimanan. Itulah salah satu bentuk ujian yang Allah subhanahu wa ta’ala tetapkan bagi manusia.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

          تَبَٰرَكَ ٱلَّذِي بِيَدِهِ ٱلۡمُلۡكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٌ ١ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡغَفُورُ ٢

“Mahasuci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.” (al-Mulk: 1—2)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

إِنَّا جَعَلۡنَا مَا عَلَى ٱلۡأَرۡضِ زِينَةٗ لَّهَا لِنَبۡلُوَهُمۡ أَيُّهُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗا ٧

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (al-Kahfi: 7)

          وَهُوَ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٖ وَكَانَ عَرۡشُهُۥ عَلَى ٱلۡمَآءِ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۗ

“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah Arsy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS Hud: 7)
Ayat-ayat yang mulia ini menerangkan kepada kita bahwa di antara hikmah Allah subhanahu wa ta’alamenciptakan semua yang ada di alam semesta ini tidak lain adalah sebagai ujian bagi para hamba-Nya, siapakah di antara mereka yang paling baik amalannya. Yang dimaksud dengan yang lebih baik amalnya ialah yang paling ikhlas (beramal hanya karena Allah subhanahu wa ta’ala) dan yang paling benar (paling sesuai dengan sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Tidak ada satu pun manusia yang akan lolos dari ujian tersebut. Ujian-ujian yang diberikan kepada manusia beraneka ragam dan sesuai dengan keadaan iman yang ada di dalam hati setiap manusia. Semakin kuat keimanannya, semakin berat ujian yang diterima oleh seorang manusia.
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

        أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَفَقَالَالْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ،فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُبِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

“Siapakah manusia yang paling berat ujiannya?”
Kata beliau, “(Yaitu) para nabi, kemudian orang-orang yang mulia dan baik (satu demi satu sesuai kedudukannya, –ed.). Seseorang diuji sesuai dengan kadar agamanya. Apabila agamanya kokoh, ujiannya pun berat. Jika dalam agamanya ada kelemahan, dia diuji sesuai dengan kadar agamanya.

Ujian itu akan selalu menimpa seorang hamba sampai membiarkannya berjalan di muka bumi tanpa ada dosa melekat pada dirinya.” (HR. Ahmad (1607), at-Tirmidzi (2398), dinyatakan hasan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani.)
Menurut ath-Thahawi dalam Syarh Musykilul Atsar[1], ujian yang disesuaikan dengan kadar iman ini, berlaku atas manusia biasa, bukan atas para nabi dan rasul shalawatullahi wa salamuhu ‘alaihim. Alasannya, karena pada para nabi itu tidak ada kelemahan atau kerapuhan di dalam agama mereka. Di dalam hadits ini juga dijelaskan bahwa kaum muslimin, selain para nabi dan rasul, dibersihkan dari dosa atau kesalahan mereka melalui ujian tersebut. Itu pun berlaku jika mereka mengharapkan pahala dan bersabar menghadapinya. Adapun para nabi tidak seperti orang biasa, karena para nabi itu tidak mempunyai dosa.

Karena kemaksuman inilah, sebagian ulama memandang bahwa ujian yang ditimpakan kepada para nabi dan rasul shalawatullahi wa salamuhu ‘alaihim adalah untuk menaikkan derajat mereka lebih tinggi lagi. Jadi, bukan sebagai pembersih bagi dosa, karena mereka terpelihara dari dosa.

Ujian-ujian tersebut sudah dimulai sejak Allah subhanahu wa ta’ala menguji bapak kita, Adam ‘alaihissalam, dengan sosok Iblis yang enggan dan merasa tinggi (sombong) untuk meletakkan kepalanya sejajar dengan kakinya demi menghormati Adam. Padahal, sujud tersebut sejatinya adalah wujud ketaatan kepada Allah ’azza wa jalla yang telah menciptakannya dari tidak ada menjadi ada. Karena membangkang dan menolak perintah Allah ’azza wa jalla untuk sujud, Iblis diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah subhanahu wa ta’ala sampai hari kiamat. Akan tetapi, bukannya bertobat, Iblis justru semakin angkuh karena dendam dan dengki melihat keutamaan Adam ‘alaihissalam.
Karena itu, dia bersumpah, sebagaimana dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala,

قَالَ فَبِمَآ أَغۡوَيۡتَنِي لَأَقۡعُدَنَّ لَهُمۡ صِرَٰطَكَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ١٦ ثُمَّ لَأٓتِيَنَّهُم مِّنۢ بَيۡنِ أَيۡدِيهِمۡ وَمِنۡ خَلۡفِهِمۡ وَعَنۡ أَيۡمَٰنِهِمۡ وَعَن شَمَآئِلِهِمۡۖ وَلَا تَجِدُ أَكۡثَرَهُمۡ شَٰكِرِينَ ١٧

Iblis menjawab, “Karena Engkau telah menghukum aku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (al-A’raf: 16—17)

Mulanya, ketika dia mengucapkan sumpah tersebut, Iblis tidak yakin akan berhasil. Akan tetapi, pada kenyataannya, usahanya berhasil dan banyak manusia yang menjadi korban. Allah subhanahu wa ta’alaberfirman menerangkan hal ini,

          وَلَقَدۡ صَدَّقَ عَلَيۡهِمۡ إِبۡلِيسُ ظَنَّهُۥ فَٱتَّبَعُوهُ إِلَّا فَرِيقٗا مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٢٠

“Dan sesungguhnya Iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebagian orang-orang yang beriman.” (Saba’: 20)

Antara Al-Haq dan Al-Bathil
Demikianlah perjalanan hidup manusia, dan sejak saat itu pula dimulailah pertentangan antara yang haq dan yang batil. Tidak akan pernah berhenti perseteruan dan pertarungan antara yang haq dan yang batil, kapan dan di mana pun.
Tidak mungkin pula al-haq dan al-bathil hidup rukun dan damai, selamanya. Pasti, salah satu dari keduanya akan berusaha menyingkirkan yang lain, karena keduanya bertolak belakang dan saling bertentangan.
Hal itu sudah pasti, meskipun kadang-kadang al-haq itu yang menang, tetapi tidak jarang pula kebatilan dan kesesatan itu yang merajalela. Al-haq dan para pembelanya terkucil, ditindas serta terusir dari kampung halaman mereka. Bahkan, tidak sedikit para pembela al-haq itu harus menanggung siksa atau dibunuh.
Demikianlah, Allah subhanahu wa ta’ala selalu menguji wali-wali-Nya dengan musuh-musuh-Nya, atau sebaliknya, silih berganti. Terkadang musuh-musuh-Nya yang menang dan menindas para wali-Nya, tetapi tidak jarang pula para wali Allah subhanahu wa ta’ala itu yang berkuasa. Dan ujian itu terus berlangsung sampai Allah subhanahu wa ta’ala saja yang mewarisi alam semesta ini.

Belakangan ini, dakwah salafiyah khususnya, dan Islam secara umum semakin gencar mendapat tekanan dan gangguan dari musuh-musuh Islam dan musuh-musuh dakwah. Dengan berbagai cara mereka berusaha memadamkan cahaya Islam dengan dakwah salafiyah ini melalui berbagai propaganda lisan dan tulisan mereka di berbagai media. Musuh-musuh dakwah salafiyah yang penuh berkah ini bergandengan tangan dengan mesra sesama mereka. Tidak hanya di kalangan mereka yang masih mengaku muslim, tetapi juga dengan musuh-musuh dari luar diri mereka, baik itu musyrikin, ateis, maupun ahli kitab (Yahudi dan Nasrani).
Sungguh, tidak ada yang paling dibenci oleh mereka selain dakwah salafiyah yang ingin mengembalikan manusia kepada fitrah yang suci. Melalui dakwah ini mereka dikembalikan kepada keimanan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan semua konsekuensi keimanan itu, sebagaimana diajarkan dan dipraktikkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Perumpamaan al-Haq Dan al-Bathil
Hari demi hari, dakwah yang penuh berkah ini semakin bersinar. Bertambah banyak kaum muslimin yang mulai menyadari hakikat agama yang seharusnya mereka yakini dan mereka anut.
Demikian pula semakin banyak orang-orang yang masih sehat akal dan masih bersih fitrahnya di antara orang-orang yang kafir (musyrik dan ahli kitab) kembali kepada fitrahnya, yaitu Islam.
Melihat hal tersebut, semakin besar kebencian dan dendam musuh-musuh dakwah ini. Berbagai gelar buruk disematkan kepada dakwah ini dan semua yang terlibat di dalam menyebarkan dan membelanya. Tidak perlu heran, karena sejak awal Islam ini didakwahkan ke tengah-tengah manusia, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membawanya pertama kali, tidak luput dari berbagai gelar yang buruk yang dilemparkan masyarakat yang telah mengenal beliau sejak kecil.

Bahkan, sejak awal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima wahyu, lalu beliau menemui istrinya, Khadijah, dalam keadaan khawatir sesuatu menimpa diri beliau, kemudian dibawa oleh Khadijah kepada Waraqah bin Naufal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mendengar keterangan Waraqah bahwa tidak ada seorang pun yang membawa ajaran seperti yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melainkan pasti disakiti; diusir atau dibunuh.

Sejak rasul pertama diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala ke tengah-tengah masyarakat manusia, yaitu Nuh ‘alaihissalam, orang-orang yang didatangi Sang Utusan yang mulia ini menuduhnya dengan ungkapan yang buruk. Nabi Nuh ‘alaihissalam dianggap ingin meraih keutamaan melebihi masyarakatnya, atau dikatakan gila dan dusta. Begitu pula para nabi dan rasul shalawatullahi wa salamuhu ‘alaihim sesudah beliau, sampai Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَإِن كَذَّبُوكَ فَقَدۡ كُذِّبَ رُسُلٞ مِّن قَبۡلِكَ جَآءُو بِٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلزُّبُرِ وَٱلۡكِتَٰبِ ٱلۡمُنِيرِ ١٨٤
“Jika mereka mendustakan kamu, sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamu pun telah didustakan (pula), mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, Zabur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna.” (Ali ‘Imran: 184)

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
مَّا يُقَالُ لَكَ إِلَّا مَا قَدۡ قِيلَ لِلرُّسُلِ مِن قَبۡلِكَۚ إِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغۡفِرَةٖ وَذُو عِقَابٍ أَلِيمٖ ٤٣
        “Tidaklah ada yang dikatakan (oleh orang-orang kafir) kepadamu itu selain apa yang sesungguhnya telah dikatakan kepada rasul-rasul sebelum kamu. Sesungguhnya Rabb kamu benar-benar mempunyai ampunan dan hukuman yang pedih.” (Fushshilat: 43)
Apa yang dikatakan oleh orang-orang yang kafir itu? Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

كَذَٰلِكَ مَآ أَتَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِم مِّن رَّسُولٍ إِلَّا قَالُواْ سَاحِرٌ أَوۡ مَجۡنُونٌ ٥٢
Demikianlah, tidak seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan, “Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila.” (adz-Dzariyat: 52)
Orang-orang kafir di kalangan Quraisy menuduh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam merusak persatuan dan hubungan keluarga. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dituduh meretakkan kerukunan masyarakat Hijaz, khususnya penduduk Makkah.

Tuduhan ini pun sudah dialamatkan kepada nabi-nabi yang terdahulu. Fir’aun menuduh Nabi Musa ‘alaihissalam datang membawa kerusakan, ingin mengubah tatanan hidup masyarakat yang—menurut kebodohan dan kesombongan Fir’aun—mulia.Seperti itu kecaman bahkan ejekan serta tuduhan yang diterima Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendakwahkan agama yang lurus ini pertama kali. Seperti itu pula yang akan diterima oleh orang-orang yang telah mewakafkan dirinya untuk menyebarkan dakwah yang penuh berkah ini, sebagaimana yang dilakukan oleh Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kapan dan di mana saja. Seolah-olah, generasi kafir dan orang-orang yang durhaka yang datang belakangan ini mewarisi ungkapan-ungkapan buruk ini dari orang-orang yang kafir dan durhaka sebelum mereka.
Allah subhanahu wa QS ta’ala berfirman dalam ayat berikutnya,

أَتَوَاصَوۡاْ بِهِۦۚ بَلۡ هُمۡ قَوۡمٞ طَاغُونَ ٥٣
“Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu? Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas.” (QS Adz-Dzariyat: 53)

Tidak hanya melemparkan tuduhanburuk terhadap para pembawa dakwah yang penuh berkah ini, tetapi juga mengaburkan dan membuat manusia lari bahkan membenci dakwah ini sendiri. Berbagai ungkapan yang mengaburkan kebenaran dakwah ini disebarkan melalui tulisan dan lisan. Dakwah ini dianggap sebagai ajaran sesat, mazhab baru yang tidak ada dasarnya dalam Islam. Atau, dikatakan bukan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan diidentikkan sebagai ajaran kekerasan yang mengajak manusia menumpahkan darah satu sama lain.Subhanallahi, hadza buhtanun ‘azhim. (Mahasuci Allah, ini adalah kedustaan yang sangat besar).
 Semua kecaman terhadap para dainya, ataupun terhadap dakwah yang diajarkan dan disebarkan ini, tidak lain karena kejahilan orang-orang yang menyuarakan tuduhan-tuduhan tersebut. Seperti kata al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah, “Siapa yang tidak tahu (jahil) tentang sesuatu, dia tentu memusuhinya.”Kalau tidak demikian, apa yang mendorong mereka membenci dan menutup diri terhadap dakwah yang sumbernya ada juga di hadapan mereka, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman salaful ummah (para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik)? Mereka begitu berang ketika banyak pemuda, bahkan sebagian tokoh mereka keluar dari barisan mereka, kembali kepada fitrahnya yang suci, jauh dari syubhat ilmu kalam dan filsafat serta bersih dari sikap taklid buta kepada tuan guru ataupun imamnya.

Mengapa mereka harus marah? Apakah karena mereka tidak tahu? Maka memang benarlah apa yang dikatakan al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah. Kalau tidak? Tentu, kalau bukan karena kejahilan, sudah pasti ada alasan lain yang mendorong mereka membenci dakwah yang penuh berkah ini.  Akan tetapi, sunnatullah yang tidak akan berubah di alam ini, kemenangan dan akhir yang baik (menyenangkan) adalah milik al-haq (kebenaran) beserta para pembelanya. Adapun yang batil, semua kesesatan—apa pun bentuknya—dan seluruh kejelekan, pasti lenyap, cepat atau lambat.

Demikianlah yang diterangkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam Kitab-Nya yang mulia,

أَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَسَالَتۡ أَوۡدِيَةُۢ بِقَدَرِهَا فَٱحۡتَمَلَ ٱلسَّيۡلُ زَبَدٗا رَّابِيٗاۖ وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيۡهِ فِي ٱلنَّارِ ٱبۡتِغَآءَ حِلۡيَةٍ أَوۡ مَتَٰعٖ زَبَدٞ مِّثۡلُهُۥۚ كَذَٰلِكَ يَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡحَقَّ وَٱلۡبَٰطِلَۚ فَأَمَّا ٱلزَّبَدُ فَيَذۡهَبُ جُفَآءٗۖ وَأَمَّا مَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ فَيَمۡكُثُ فِي ٱلۡأَرۡضِۚ كَذَٰلِكَ يَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَالَ ١٧

“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya. Arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; sedangkan yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.” (QS Ar-Ra’du: 17)

Al-haq dalam bahasa Arab artinya adalah yang tetap dan tidak akan hilang atau tidak menyusut (semakin kecil). Al-bathil secara bahasa artinya ialah fasada wa saqatha hukmuhu (rusak dan gugur/tidak berlaku hukumnya). Dalam al-Mufradat, ar-Raghib menerangkan makna al-bathil sebagai lawan dari al-haq, yaitu semua yang tidak ada kekuatannya ketika dicermati dan diteliti. Secara istilah, para ulama berpedoman kepada maknanya secara bahasa. Jadi, mereka menyebut al-haq dalam setiap uraian mereka sebagai segala sesuatu yang tetap dan wajib menurut ketentuan syariat. Al-bathil ialah semua yang tidak sah, tidak pula ada akibat hukumnya, sebagaimana halnya pada yang haq, yaitu tetap dan sah menurut syariat. Al-bathil adalah lawan dari al-haq, yaitu semua yang tidak ada kekuatannya, tidak diakui dan tidak disifati sebagai sesuatu yang sah, dan harus ditinggalkan serta tidak berhak untuk tetap ada. Semua itu sudah tentu dengan ketetapan syariat.

Dari uraian ini, al-haq meliputi semua yang Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan, sedangkan yang batil adalah semua yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Pertarungan antara yang haq dan yang batil berikut para pengusung dan pembela masing-masing adalah sebuah kemestian hidup. Sebab, keduanya bertolak belakang, tidak mungkin berkumpul satu sama lain melainkan saling berusaha mengenyahkan yang lain. Berpegang kepada salah satunya, mesti akan meninggalkan yang lain, dan itu kepastian. Paling tidak, akan melemahkan yang ditinggalkan atau ditolak.
Seandainya terlihat ‘kerukunan’ antara yang haq dan yang batil tanpa ada perseteruan dan pertikaian di antara para pembela dan pengusungnya, boleh jadi karena ada sebab tertentu. Di antaranya ialah karena kelemahan para pengusung dan pembela masing-masing (al-haq dan al-bathil) ini, atau ketidaktahuan para pengikut masing-masing tentang hakikat dari kebenaran atau kebatilan yang mereka perjuangkan, berikut konsekuensinya, sehingga melemahkan pengaruh kebatilan dan kebenaran itu pada pihak yang membela dan mengusungnya. Boleh jadi pula, yang dimaksud dengan al-haq ialah pengertiannya secara umum, yaitu semua bentuk ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, sedangkan al-bathil adalah semua bentuk ketaatan kepada setan. Oleh karena itu, keduanya tidak mungkin bersatu selama-lamanya.
Wallahu a’lam.

Kebatilan Pasti Lenyap
Firman Allah subhanahu wa ta’ala di atas (dalam surat ar-Ra’du) dalam bentuk permisalan atau tamsil ini, dengan tegas menggambarkan bahwa kebenaran itu pasti kokoh, tetap eksis meskipun tertutupi oleh kebatilan. Dan kebatilan itu, betapapun banyaknya serta menarik perhatian manusia, pasti lenyap, cepat atau lambat. Perumpamaan-perumpamaan di dalam al-Qur’anul Karim tidak akan dapat dipahami melainkan oleh orangorang yang berilmu. Karena itu, kami akan memaparkan sebagian keterangan ahli ilmu tentang perumpamaan-perumpamaan tersebut. Wallahul Muwaffiq.

Dalam ayat yang mulia ini (QS ar-Ra’du: 17) Allah subhanahu wa ta’ala memberikan perumpamaan tentang al-haq dengan dua hal terkait dengan kekekalan dan kekokohannya; juga tentang kebatilan, terkait dengan kefanaan dan keadaannya yang pasti semakin berkurang (menyusut) lalu lenyap.

Pernahkah kita memerhatikan air hujan saat turun dari langit? Ia membasahi bumi dan mengangkut semua sampah dan membawa buih-buih air di permukaannya. Buih-buih itu begitu banyak, menyelimuti permukaan air yang bening dan mengalir. Gelembung-gelembung udara dalam buih itu membuatnya terlihat besar, ikut bersama aliran dan genangan air. Akan tetapi, pernahkah kita perhatikan bahwa buih-buih kecil yang tadinya menari-nari di atas permukaan air itu akhirnya pecah dan hilang? Ya, kita sering melihatnya, tetapi kita melewatkannya begitu saja tanpa mengambil pelajaran yang tersirat di dalamnya. Wallahul Musta’an.
Coba kita lihat pula para pengrajin emas, ketika mereka melebur biji-biji emas yang mereka dapatkan dari tambang emas, atau saat proses pendulangan. Lihatlah pada wadah yang menampung emas-emas cair yang mendidih itu. Ada buih yang sangat banyak, terapung di atas cairan emas murni di bawahnya. Ke mana akhirnya buih-buih peleburan emas, atau logam-logam dan mineral lain yang diambil manusia dari pertambangan? Hilang dan terbuang menjadi sesuatu yang tidak bernilai.
Kita cermati lagi buih-buih atau gelembung air yang menari-nari di atas permukaan air atau logam-logam mulia yang sedang dilebur itu. Begitu ringan, menyelimuti permukaan air atau cairan emas dan logam mulia lainnya. 

“Sebenarnya Kami melontarkan yang haq kepada yang batil lalu yang haq itu menghancurkannya, maka dengan serta-merta yang batil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu menyifati (Allah subhanahu wa ta’ala dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya).” (QS al-Anbiya’: 18)
قُلۡ إِنَّ رَبِّي يَقۡذِفُ بِٱلۡحَقِّ عَلَّٰمُ ٱلۡغُيُوبِ ٤٨  قُلۡ جَآءَ ٱلۡحَقُّ وَمَا يُبۡدِئُ ٱلۡبَٰطِلُ وَمَا يُعِيدُ ٤٩
Katakanlah, “Sesungguhnya Rabbku mewahyukan kebenaran. Dia Maha Mengetahui segala yang gaib.” Katakanlah, “Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi.” (Saba’: 48—49)
Bahkan, semakin keras tekanan kebatilan dan usahanya menutup-nutupi cahaya kebenaran, sinar kebenaran itu pasti menyeruak dari sela-sela kebatilan itu. Allah subhanahu wa ta’ala tidak rela kecuali menampakkan cahaya kebenaran ini, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.

Lantas, apa yang membuat kaum muslimin minder dan rendah diri serta kecil hati melihat musuh-musuh Islam seolah-olah menguasai semua lini kehidupan, saat ini? Apakah karena sedikitnya jumlah orang-orang yang mengusung dan membela kebenaran? Ataukah karena kurangnya fasilitas dan sarana jika dia berpegang dengan kebenaran?

Beberapa Faedah dan Hikmah
1. Pertarungan antara yang haq dan yang batil adalah sebuah sunnatullah yang tidak berubah. Kadang kebatilan yang menang, tetapi tetap saja pada akhirnya kebenaranlah yang berkuasa. Oleh karena itu, bagaimanapun bangga dan bahagianya orang-orang yang memperjuangkan kesesatan, melihat banyaknya perlengkapan dan pengikut mereka, sesungguhnya itu hanya sementara. Seperti buih dan sampah yang hanya sementara berada di permukaan air ketika hujan turun, kemudian hilang dan tersingkir.

2. Ayat yang mulia (ar-Ra’du: 17) ini boleh dikatakan sebagai hiburan bagi orang-orang yang beriman. Janji Allah subhanahu wa ta’ala adalah pasti, dan Dia tidak pernah menyelisihi janji.

3. Kebenaran itu tidak diukur dari jumlah orang-orang yang membela dan memperjuangkannya, tetapi dari hakikat kebenaran itu sendiri; sesuai dengan pengertiannya secara bahasa, bahwa dia pasti eksis selamanya.

4. Karena kejahilan kita, sering kita ditipu oleh pandangan mata kita sendiri. Kita hanya melihat buih-buih yang ada di atas air ketika hujan turun. Air yang ada di bawahnya tidak menjadi perhatian kita. Bahkan, kita tertarik melihat buih dan gelembung air yang menari-nari di atas permukaan air tersebut. Wallahul Muwaffiq.
===========================

Kontributor: Abu Miqdam; Ali Farkhan Tsani; DR al-Ustadz Abu Muhammad Harit. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com



Comments

Popular posts from this blog

Darul Quran Mina (DQM)

Darul Qur'an Mina (DQM) Profil & Kegiatan Darul Qur'an Mina (DQM) Wakaf Bangunan DQM   Update Laporan Donasi Wakaf Bangunan DQM    Youtube DaQuMina Channel (Indonesia/Melayu)   Youtube DQM Channel (English)   Murattal & Tadabbur al-Quran:  Murattal al-Qur'an Berbagai Qari Masyhur (MP4)   Murattal Al-Quran Qari Utama (MP4)   The Glorious Noble Qur'an -Syaikh Abu Bakr Ash-Shatery, Eng Trans (MP4)   Tadabbur/Tafsir al-Quran (MP3 &MP4)   Tafsir Al-Quran   Ilmu al-Quran (Ulumul Quran) -MP4 Tajwid/Ilmu Tajwid    Belajar Membaca & Tadabbur al-Qur'an (Html,MP3 dan MP4)   Kajian Hadist (Study of Hadith)    Murattal al-Quran Semua List Qari Masyhur (MP3)   Murattal Al-Quran Semua Qori (MP3)   Perpustakaan Audio Quran MP3 Semua Qari   Murattal Al-Quran 30 Juz (MP3 Audio)   List Murattal Al-Qur'an (MP3 Audio) & Tafsir   Al-Quran Digital (Display Ayat dan Terjemahan), Murattal Oleh Syaikh Abdulrahman al-Ossi  

Update Laporan Donasi Wakaf Tanah & Bangunan Darul Quran Mina (DQM)

Update Laporan Wakaf  Bangunan Darul Quran Mina (DQM) Yayasan Pembangunan Islam Mina , SK Kementerian Hukum & HAM RI No. AHU.0006005.AH.01.04.2017 1. Kantor Pusat (HQ):  Alamat: Darul Quran Mina (DQM), Lampeuneurut Ujong Blang, Darul Imarah, Aceh Besar, INDONESIA 23352.  Kebutuhan Dana:  - Tanah seluas 364 M2 & 1 Unit Bangunan: Rp 998,000,000,- -  3 unit Balai Pengajian: Rp 26,600,000,- ************************************** Transfer Wakaf Bangunan DQM ke No Rekening (Acc): 📟 No. Acc Bank Aceh Syari'ah : 62002200105180 Kode Bank 116  (Swift Code: PDACIDJ1) 📟 No. Acc Bank Syariah Indonesia: 7147283126 Kode Bank 451  (Swift Code: BSMDIDJAXXX  ) 📟 No. Acc Bank CIMB Niaga Syariah: 761968078600 Kode Bank 022  (Swift Code: BNIAIDJA XXX ) Semuanya a.n: Sofyan Kaoy Umar  Konfirmasi setelah Transfer:  WA: +6281234582087 (Ust.Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF), Ketua Pengurus Yayasan Pembangunan Islam Mina Khusus  bagi  muhsinin Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia &am

Kitab Matan al-Jazariyah

Matan al-Jazariyah Nama kitab: Matan Al-Jazariyah (متن الجزرية) Pengarang: Syamsuddin Abul Khair Muhammad bin Muhamad bin Muhammad bin Ali bin Yusuf Al-Jazary Ad-Dimasyqi Asy-Syafi'i Penerjemah: Abu Ezra El Fadhli Bidang studi: Ilmu Tajwid (Cara membaca makharijul huruf al-Qur'an)  Matan al-Jazariah ini berisikan 109 bait yang ditulis oleh Imam Muhammad Ibnul Jazari Asy-Syafi’i . Matan ini dimulai dengan muqoddimah, makhraj-makhraj huruf, sifat-sifat huruf, tajwid, tafkhim dan tarqiq, tentang ra, tentang lam. tha’ dan zha’, tahdziirat (peringatan-peringatan), mim dan nun tasydid serta mim sukun, tanwin dan nun sukun, mad dan qoshr, mengenal waqof, maqthu’ dan maushul dan hukum ta’. tentang ta’, hamzah washl, Sifat-sifat huruf Hijaiyah atau abjad Arab memiliki karakter khusus dan harus diucapkan secara benar berdasarkan ilmu tajwid terutama saat membaca Al-Quran. Termasuk harus diketahui huruf yang dibaca tarqiq (tipis) dan tafkhim (tebal). -