إنَّ
الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا،
من يهده الله فلا مضلَّ له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلاَّ الله وحده
لا شريك له وأشهد أنَّ محمداً عبده ورسوله.
فإن
أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم، وشر الأمور
محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار.
Segala puji hanya milik
Allah Ta’ala Yang telah menciptakan makhluq-Nya dengan hikmah, sehingga tiada
satupun makhluq yang diciptakan dengan sia-sia,
وَمَا
خَلَقْنَا السَّمَاء وَالأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لاعِبِينَ
“Dan tidaklah Kami ciptakan
langit dan bumi dan segala yang ada diantara keduanya dengan bermain-main”. (QS Al Anbiya’ 16).
Alhamdulillah Yang telah
menciptakan manusia sebagai makhluq yang mulia:
وَلَقَدْ
كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم
مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا
تَفْضِيلاً[ الإسراء 70
“Dan sesungguhnya Kami
telah memuliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan,
Kami beri rezki mereka dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami
ciptakan.” (QS
Al Isra’ 70)
.
Bila kita berfikir dan
bertanya: apakah perbedaan antara manusia dengan hewan? Niscaya jawabannya
hanya ada satu, yaitu iman dan amal sholeh.
إِنَّ
اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي
مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ
كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ محمد 12
“Sesungguhnya Allah
memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh ke dalam surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang kafir itu
bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang, dan
nerakalah tempat tinggal mereka.” (QS
Muhammad:12).
Iman dan amal sholeh yang
menjadi pembeda antara manusia dan binatang ternak tidaklah dapat dicapai
melainkan dengan ilmu atau yang sering disebut dengan al fiqhu.
]وَلَقَدْ
ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيراً مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ
يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ
يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ
الْغَافِلُونَ[ الأعراف 179
“dan sesungguhnya Kami
jadikan untuk isi Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai
hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata, (tetapi ) tidak dipergunakan untuk melihat (ayat-ayat Allah),
dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS Al A’raf:179).
Demikianlah kedudukan al
fiqhu fiddin. Bila kita ingin menjaga martabah dan kemuliaan kita sebagai
umat manusia, maka kita harus tafaqquh fiddin. Bila tidak, maka
martabat kita akan turun, dan kita hanya menjadi budak dunia yang senantiasa
menderita.
(تَعِسَ
عبد الدِّينَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيصَةِ إن أُعْطِيَ رضي
وَإِنْ لم يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وإذا شِيكَ فلا انْتَقَشَ) رواه
البخاري
“Semoga para pemuja dinar,
dirham, dan baju sutra (pemuja harta kekayaan-pen) menjadi sengsara (susah),
bila diberi, ia merasa senang, dan bila tidak diberi, ia menjadi benci, semoga
ia menjadi sengsara dan semakin sengsara (bak jatuh tertimpa tangga), dan bila
ia tertusuk duri, semoga tiada yang dapat mencabut duri itu darinya.” Riwayat Bukhari.
Ulama’ telah membagi al
fiqhu menjadi dua macam:
1.
Al Fiqhul Akbar الفقه
الأكبر, yaitu tauhid.
2.
Al Fiqhul Asghar الفقه
الأصغر, yaitu ilmu fiqih yang kita kenal bersama.
Kedua macam fiqih ini
saling berkaitan, saling melengkapi dan tidak bisa juga tidak boleh dipisahkan.
Al Fiqhul Akbar adalah pengamalan dari syahadat لا
إله إلا الله dan al fiqhul asghar adalah pengamalan dari syahadat محمد
رسول الله.
Dengan mempelajari lalu
mengamalkan kedua macam fiqih ini maka berarti kita telah membuktikan bahwa
kita menjadi orang-orang yang baik dan bertaqwa.
(من
يُرِدْ الله بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ في الدِّينِ). متفق عليه
“Barang siapa yang Allah
menghendaki kebaikan baginya, niscaya Allah akan melimpahkan kefaqihan (ilmu)
kepadanya.” (Muttafaqun
‘alaih).
Al Baji Al Maliky berkata: “Bila
seseorang telah memiliki al fiqhu fid din (ilmu agama) berarti Allah
Ta’ala telah menghendaki kebaikan untuknya. Dan barang siapa yang Allah
kehendaki untuk mendapatkan kebaikan, niscaya Allah akan melimpahkan ilmu agama
untuknya. Dan yang dimaksud dengan kebaikan pada hadits ini adalah masuk surga
dan selamat dari neraka.”
Pendapat Al Baji ini
dikuatkan oleh hadits:
(من
سَلَكَ طَرِيقاً يَطْلُبُ فيه عِلْماً سَلَكَ الله بِهِ طَرِيقاً إلى الْجَنَّةِ
وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ
وَإِنَّهُ لَيَسْتَغْفِرُ لِلْعَالِمِ من في السماوات وَالأَرْضِ حتى الْحِيتَانُ
في الْمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِمِ على الَعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ على سَائِرِ
الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ والأنبياء لم
يَورِّثُوا دِينَاراً وَلاَ دِرْهَماً وَإِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ
أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ. رواه أحمد وأبو داود وغيرهما.
“Barang siapa menempuh
suatu jalan guna menuntut ilmu, niscaya Allah akan membimbingnya menuju jalan
ke surga. Sungguh para malaikat akan meletakkan sayapnya , sebagai pertanda
bahwa mereka rela (ridho) dengan para penuntut ilmu. Seluruh penghuni langit
dan bumi sampaipun ikan di lautan memohonkan ampunan untuk para penuntut ilmu.
Keutamaan seorang ulama’ bila dibanding dengan seorang ahli ibadah, bagaikan
bulan dengan bintang-bintang lainnya. Para ulama’lah ahli waris para Nabi,
sedangkan para nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak juga dirham (harta
kekayaan). Mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barang siapa mendapatkan ilmu,
maka ia telah mendapatkan bagian yang banyak dari warisan para nabi.” Riwayat Ahmad, Abu Dawud,
dan lainnya.
Bila demikian adanya, maka
kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu adalah tolok ukur (standar) kebaikan dan
kemuliaan seseorang. Dengan ilmu dapat memiliki rasa khasyyah (takut) kepada
Allah, taat mengamalkan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Allah berfirman:
إِنَّمَا
يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء[ الفاطر 28
“Sesungguhnya yang takut
kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama'”. (QS Fathir 28).
عن
أبي هُرَيْرَةَ , عن رسول اللَّهِ صلى الله عليه و سلم قال
: (تَجِدُونَ الناس مَعَادِنَ خِيَارُهُمْ في الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ في
الْإِسْلَامِ إذا فَقِهُوا.) متفق عليه
Dari sahabat Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”Engkau dapatkan manusia berbeda-beda perangai (watak/sifat), orang yang paling
baik perangainya semasa jahiliyah adalah orang yang paling baik setelah masuk
islam, bila mereka berilmu.” (Muttafaqun
‘alaih).
Ibnu Hajar berkata: “Orang yang semasa jahiliyyah adalah orang
yang terhormat (mulia perangai/sifatnya), sehingga ia menjadi pemimpin mereka,
maka bila ia masuk Islam, maka kemuliaan dan kepemimpinannya itu akan
berlanjut. Orang tersebut lebih mulia daripada rakyat biasa semasa jahiliyyah
dan masuk islam. Dan pada sabda Nabi r: “Bila mereka berilmu”, terdapat
isyarat bahwa kemuliaan dalam Islam tidak akan sempurna tanpa ilmu agama.
Berdasarkan ini, manusia terbagi menjadi empat macam:
1. Orang terhormat semasa jahiliyyah,
masuk islam dan berilmu, lawannya adalah rakyat biasa semasa jahiliiyah dan
tidak masuk islam, tidak pula berilmu.
2. Orang terhormat semasa jahiyyah, masuk
islam, akan tetapi tidak berilmu, lawannya rakyat biasa tidak masuk islam, akan
tetapi berilmu.
3. Orang terhormat semasa jahiliyyah,
tidak masuk islam, dan tidak pula berilmu, lawannya adalah rakyat biasa semasa
jahiliyyah yang masuk islam dan berilmu.
4. Orang terhormat semasa jahiliyyah,
tidak masuk islam, akan tetapi berilmu, lawannya adalah rakyat biasa yang masuk
islam dan tidak berilmu.
Adapun urutan kemuliaannya
sebagai berikut:
1. Orang yang paling mulia adalah orang
yang mulia semasa jahiliyyah, masuk islam dan berilmu.
2. Rakyat biasa semasa jahiliyyah, masuk
islam dan berilmu.
3. Orang terhormat semasa jahiliyyah,
masuk islam, akan tetapi tidak berilmu.
4. Rakyat biasa, masuk islam, akan tetapi
tidak berilmu.
Adapun orang yang tidak
masuk Islam, maka ia tidak terhormat (tidak mulia), tanpa beda antara yang
dihormati dengan rakyat biasa di masyarakatnya. (fathul Bari 6/529-530).
Dikisahkan bahwa ‘Atha’ bin
Abi Rabah adalah seorang budak berkulit hitam, dan hidungnya pesek lagi besar.
Suatu hari Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik bersama dua putranya datang ingin
menemuinya. Setibanya Khalifah Sulaiman dan kedua anaknya di masjid, didapatkan
‘Atha’ sedang sholat, ketiganya segera duduk di sebelahnya, menanti ‘Atha’
selesai dari sholatnya. Seusai ‘Atha’ dari sholatnya ia langsung menghadap
kepada murid-muridnya, dan membelakangi Khalifah dan kedua anaknya.
Murid-murid beliaupun segera bertanya kepadanya tentang berbagai permasalahan
tentang manasik haji. Mendapatkan perlakuan demikian, Khalifah Sulaiman berkata
kepada kedua putranya: Marilah kita pergi, maka keduanyapun segera berdiri dan
mengiringi ayahnya. Sambil bergegas pergi, Khalifah Sulaiman berpesan kepada
kedua putranya: Wahai nak,janganlah engkau bermalas-malas dalam menuntut ilmu,
karena aku tidak akan pernah melupakan betapa hinanya kita dihadapan budak
hitam ini (‘Atha’ bin Abi Rabah).
Syeikh Muhammad bin Sholeh
Al Utsaimin berkata: “Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu syar’i,
yaitu ilmu telah Allah wahyukan kepada Rasulullah saw, berupa al bayyinaat
(penjelasan) dan petunjuk. Dengan demikian ilmu yang terpuji adalah ilmu
syari’at, ilmu yang memahas tentang wahyu Allah kepada Rasulullah r, berupa Al
Qur’an dan As Sunnah….Walau demikian, kita tidak memungkiri bahwa ilmu-ilmu
lain ada gunanya. Akan tetapi kegunaan ilmu lainnya bak pisau bermata dua: Bila
ilmu itu mendukung kita untuk menjalankan keta’atan, memperjuangkan agama
Allah, dan mendatangkan manfaat bagi umat manusia,maka ilmu itu baik dan menguntungkan.
Dan sebagian ulama’ berfatwa bahwa mempelajari ilmu industri hukumnya fardhu
kifayah, akan tetapi pendapat ini perlu ditinjau kembali. Apapun adanya,
ilmu yang pelajarnya dipuji dalam banyak dalil adalah ilmu tentang kitabullah
dan sunnah Rasulullah saw. Sedangkan ilmu selainnya, maka bila menjadi wasilah kepada
kabikan, maka ilmu itu baik, dan bila menjadi wasilah kepada
kejelekan, maka ilmu itu jelek. Dan bila tidak menjadi wasilah kepada
kabikan dan juga tidak kepada kejelekan, maka mempelajari ilmu itu hanya
menyia-nyiakan waktu.”
Akhi, ketahuilah bahwa
kesempatan untuk belajar sekarang ini terbuka lebar-lebar dihadapan kita semua,
umur kita masih muda, belum banyak pekerjaan, dan kita belum menjadi pemimpin.
Bila suatu saat nanti kita
telah kembali ke negri kita, kita menjadi ayah, pejabat, memimpin perusahaan
atau lainnya, maka tidak ada lagi kesempatan dan waktu untuk belajar.
Para ulama’ yang sekarang
ada di negri kita akan mati dan kita-kitalah yang akan menggantikan mereka.
Bila para ulama’ yang ada di negri kita telah mati, sedangkan kita tidak rajin
belajar semasa muda, maka apakah yang akan terjadi?
(إنَّ
اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ
يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عالماً،
اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْساً جُهَّالاً، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ،
فَضَلُّوْا وَأَضَلُّوْا). متفق عليه
“Sesungguhnya Allah
tidaklah mengangkat ilmu dengan cara mencabutnya dari para hamba-Nya, akan
tetapi Ia mengangkat ilmu dengan cara mematikan para ulama’. Hingga pada
saatnya nanti, Allah tidak lagi menyisakan seorang ulama’-pun, sehingga manusia
akan menobatkan orang-orang bodoh sebagai pemimpin mereka, kemudian mereka
ditanya, dan merekapun menjawab dengan tanpa ilmu, akibatnya merekapun tersesat
dan menyesatkan”. (Muttafaqun
‘alaih)
Khalifah Umar bin Al
Khatthab berkata:
تفقهوا
قبل أن تسودوا
“Belajarlah sebelum engkau
memimpin”.
Imam As Syafi’i juga
berkata:
تفقه
قبل أن ترأس , فإذا ترأست فلا سبيل إلى التفقه ”
Belajarlah sebelum engkau
menjadi pemimpin, karena bila engkau telah menjadi pemimpin, maka tidak ada
lagi waktu (kesempatan) untuk belajar.
Akhi, berikut beberapa
contoh masalah yang mungkin tidak pernah kita pikirkan, padahal
senantiasa/sering dilakukan oleh setiap orang:
- Masyarakat banyak diganggu syetan.
عن
ابن عَبَّاسٍ عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: (أَمَا إِنَّ
أَحَدَكُمْ إذا أتى أَهْلَهُ وقال: بِسْمِ اللَّهِ اللهم جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ
وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ ما رَزَقْتَنَا، فَرُزِقَا وَلَدًا، لم يَضُرَّهُ
الشَّيْطَانُ ولم يُسَلَّطْ عليه. متفق عليه
“Dari sahabat Ibnu ‘Abbas
radhiallahu ‘anhuma, dari Nabi r, beliau bersabda: “Ketahuilah bahwa
sesungguhnya salah seorang dari kamu bila mendatangi istrinya, dan ia membaca
بِسْمِ
اللَّهِ اللهم جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ ما رَزَقْتَنَا
“Dengan menyebut Nama
Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak
yang Engkau karuniakan kepada kami” kemudian mereka berdua dikaruniai
anak, niscaya ia (anak) itu tidak akan diganggu (dikuasai) oleh setan, dan
setan tidak akan dapat untuk menguasainya.” Muttafaqun ‘alaih.
Ibnu Hajar berkata: “Banyak
dari orang yang telah memahami keutamaan bacaan dzikir ini, akan tetapi ia
lalai darinya ketika hendak berjima’, dan sebagian dari yang ingat akan bacaan
doa ini serta mengucapkannya tidak dikaruniai anak. (Fathul Bari 9/263).
- Banyak wabah penyakit yang menimpa
masyarakat kita.
Berbagai negara
mengeluarkan uang yang sangat banyak guna menanggulangi wabah penyakit, akan
tetapi mereka tidak tahu dari manakah asal usul datangnya wabah. Padahal bila
kita belajar agama kita, kita akan mengetahuinya dengan mudah:
(غَطُّوا
الإِنَاءَ وَأَوْكُوا السِّقَاءَ فإن في السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فيها
وَبَاءٌ، لاَ يَمُرُّ بِإِنَاءٍ ليس عليه غِطَاءٌ، أو سِقَاءٍ ليس عليه وِكَاءٌ،
إلاَّ نَزَلَ فيه من ذلك الْوَبَاءِ). رواه مسلم
“Tutuplah bejana, dan
ikatlah geribah, karena pada setiap tahun ada satu malam (hari) yang padanya
turun wabah. Tidaklah wabah itu melalui bejana yang tidak bertutup, atau
geribah yang tidak bertali, melainkan wabah itu akan masuk ke dalamnya.” (Riwayat Muslim).
Bila kita merenungkan
hadits di atas, niscaya kita akan dapatkan bahwa dengan menutup rapat makanan
dan minuman, terlebih-lebih dengan menyebut nama Allah ketika menutupnya, kita
dapat menanggulangi dua penyebab utama bagi segala penyakit:
1. Ulah dan kejahatan syetan.
2. Wabah penyakit yang turun dan menyebar
melalui media udara.
Imam An Nawawi berkata:
“Para ulama’ menyebutkan beberapa faedah dari perintah menutup bejana dan
geribah", diantaranya kedua faedah yang ditegaskan dalam hadits-hadits ini,
yaitu:
1. Menjaganya (makanan dan minuman) dari
setan, karena setan tidak dapat menyingkap tutup bejana, dan tidak dapat
mengurai ikatan geribah.
2. Menjaganya dari wabah yang turun pada
satu malam di setiap tahun.
3. Faedah ketiga: menjaganya dari terkena
najis dan kotoran.
4. Keempat: menjaganya dari berbagai
serangga dan binatang melata, karena bisa saja serangga jatuh ke dalam bejana
atau geribah, lalu ia meminumnya, sedangkan ia tidak menyadari keberadaan
serangga tersebut, atau ia meminumnya pada malam hari, (sehingga ia tidak
melihatnya-pen) akibatnya ia terganggu dengan binatang tersebut.” (Syarah
Shohih Muslim oleh Imam An Nawawi 13/183).
- Kholifah Umar bin Al
Khattab berkata:
(لا
يتجر في سوقنا إلا من فقه وإلا أكل الربا). ذكره ابن عبد البر بهذا اللفظ.
ورواه
مالك والترمذي بلفظ: (لا يبع في سوقنا إلا من قد تفقه في الدين) حسنه الألباني
“Hendaknya tidaklah
berdagang di pasar kita selain orang yang telah faham (berilmu), bila tidak,
niscaya ia akan memakan riba.” Ucapan
beliau dengan teks demikian ini dinukilkan oleh Ibnu Abdil Bar Al Maliky.
Dan ucapan beliau ini
diriwayatkan oleh Imam Malik dan juga Imam At Tirmizy dengan teks yang sedikit
berbeda:“Hendaknya tidaklah berdagang di pasar kita selain orang yang telah
memiliki bekal ilmu agama.” Riwayat ini dihasankan oleh Al Albany.
Ucapan ini juga diucapkan
oleh Kholifah Alin bin Abi Tholib:
الفقه
قبل التجارة، إنَّه من اتجر قبل أن يفقه ارتطم في الربا ثم ارتطم. رواه الخطيب
البغدادي.
“Berilmulah sebelum
berniaga (berdagang), sesungguhnya orang yang berdagang sebelum berilmu niscaya
ia terjatuh ke dalam riba, pasti terjetuh ke dalam riba.” Riwayat Al Khathib Al
Baghdady.
Mungkin anda pernah
menukarkan uang kertas @ 100 real dengan 10 lembar uang @ 10 real kepada teman
anda? Mungkin, suatu saat teman anda hanya memiliki uang @ 10 real sebanyak 9
lembar, sedangkan anda benar-benar membutuhkan uang @ 10 real guna membayar
taksi. Apakah yang anda lakukan saat itu? Mungkin anda akan berkata pada teman
anda: ambillah uang 100 real ini, dan berikan padaku 9 lembar uang @ 10 real
itu, dan sisa 10 real, dibayar pada lain waktu.
Ini adalah salah satu
transaksi tukar menukar yang diharamkan.
(الذهب
بالذهب والفضة بالفضة والبر بالبر والشعير بالشعير والتمر بالتمر والملح بالملح
مثلا بمثل، سواء بسواء، يدا بيد، فمن زاد أو استزاد فقد أربى). رواه مسلم
“Emas dijual dengan emas,
perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu
jenis gandum) dijual dengan sya’ir, korma dijual dengan korma, dan garam
dijual dengan garam, (takaran/timbangannya) harus sama dan kontan. Barang siapa
yang menambah atau meminta tambahan maka ia telah berbuat riba”. (HRS Muslim dalam
kitabnya As Shahih).
- Mencium Hajar Aswad.
Pada saat kita berhaji atau
berumrah, kita pasti menyaksikan pemandangan yang sangat menyedihkan.
Pemandangan saling dorong dan mungkin saling injak antara umat Islam. Perbuatan
jahat ini dilakukan oleh umat islam di sekitar ka’bah, dan disebelah hajar
aswad. Mereka datang dari negri masing-masing guna mencari pahala dari Allah, akan
tetapi apalah yang mereka dapat dengan berdesak-desakan tersebut?
(يَا
عُمَرُ، إِنَّكَ رَجُلٌ قَوِيٌّ، لاَ تُؤْذِ الضَّعِيْفَ إِذا أَرَدْتَ اسْتِلاَمَ
الحَجَرَ، فَإِنْ خَلاَ فَاسْتَلِمْهُ وَإلاَّ فاسْتَقْبِلْهُ وَكَبِّرْ)
“Wahai Umar, sesungguhnya
engkau adalah lelaki yang kuat, maka janganlah engkau menyakiti orang yang
lemah, bila engkau hendak mengusap hajar (aswad), bila engkau mendapatkan
kesempatan senggang, maka silahkan engkau mengusap, dan bila tidak, maka silahkan
engkau menghadap kepada hajar aswad, lalu bertakbirlah.” (HR Ahmad dan Al
Baihaqy).
- Sholat di Raudhah.
Pernahkah anda sholat di Ar
Raudhah As Syarifah? Saya yakin kita semua pernah melakukannya. Akan tetapi
apakah yang terjadi di sana di saat sholat berjama’ah, terutama pada musim
haji? Banyak umat islam yang ingin mendapatkan pahala sholat berjamaah dan di
raudhah as syarifah, akan tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Mereka
berdesak-desakan, hingga tidak dapat ruku’ dan sujud dengan baik. Maka
bagaimana mereka akan dapat pahala sholat berjamah dan di raudhah, bila
ternyata untuk sujud dan ruku’ saja tidak bisa?. Bukan hanya itu banyak dari
mereka yang mencari berkah dengan mengusap-usap dinding, lantai dan bahkan
berdoa memohon rizki kepada Nabi SAW.
Semoga Allah senantiasa
membimbing kita kepada kebenaran, menjaga lisan kita dari kedustaan, dan hati
kita dari kemunafikan.
اللهم
أرنا الحق حقا وارزقنا اتباعه وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه
Wallahu A’alam bis showaab
************************************
************************************
Kontributor: Ustadh DR.Muhammad Arifin Badri, MA. Editor: Ust. Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com
Comments
Post a Comment