Pendidikan bahasa Arab
sangat dibutuhkan dewasa ini di Indonesia. mengingat sedikitnya lembaga
pedidikan yang mengajarkan bahasa Arab dibandingkan dengan bahasa asing lainnya di negri yang mayoritas penduduknya
muslim dan populasi muslim terbesar di dunia saat ini. Tidak perlu diragukan
lagi, memang sepantasnya seorang muslim mencintai bahasa Arab dan berusaha
menguasainya. Allah telah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an
karena bahasa Arab adalah bahasa yang terbaik yang pernah ada sebagaimana
firman Allah:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya Kami
menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”
Ibnu Katsir berkata
ketika menafsirkan surat Yusuf ayat 2 di atas: “Yang demikian itu
(bahwa Al -Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab) karena bahasa Arab adalah bahasa
yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk
jiwa manusia. Oleh karena itu kitab yang paling mulia (yaitu Al-Qur’an)
diturunkan kepada rosul yang paling mulia (yaitu: Rosulullah), dengan bahasa
yang termulia (yaitu Bahasa Arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia
(yaitu malaikat Jibril), ditambah kitab inipun diturunkan pada dataran yang
paling mulia diatas muka bumi (yaitu tanah Arab), serta awal turunnya pun pada
bulan yang paling mulia (yaitu Romadhan), sehingga Al-Qur an menjadi sempurna
dari segala sisi.” (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir surat Yusuf).
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah Berkata: “Sesungguhnya ketika Allah menurunkan kitab-Nya dan
menjadikan Rasul-Nya sebagai penyampai risalah (Al-Kitab) dan Al-Hikmah (As-sunnah),
serta menjadikan generasi awal agama ini berkomunikasi dengan bahasa Arab, maka
tidak ada jalan lain dalam memahami dan mengetahui ajaran Islam kecuali dengan
bahasa Arab. Oleh karena itu memahami bahasa Arab merupakan bagian dari agama.
Keterbiasaan berkomunikasi dengan bahasa Arab mempermudah kaum muslimin
memahami agama Allah dan menegakkan syi’ar-syi’ar agama ini, serta memudahkan
dalam mencontoh generasi awal dari kaum Muhajirin dan Anshar dalam keseluruhan
perkara mereka.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim).
Syaikh Utsaimin pernah
ditanya: “Bolehkah seorang penuntut ilmu mempelajari bahasa Inggris
untuk membantu dakwah ?”Beliau menjawab: “Aku berpendapat,
mempelajari bahasa Inggris tidak diragukan lagi merupakan sebuah sarana. Bahasa
Inggris menjadi sarana yang baik jika digunakan untuk tujuan yang baik, dan
akan menjadi jelek jika digunakan untuk tujuan yang jelek. Namun yang harus
dihindari adalah menjadikan bahasa Inggris sebagai pengganti bahasa Arab karena
hal itu tidak boleh. Aku mendengar sebagian orang bodoh berbicara dengan bahasa
Inggris sebagai pengganti bahasa Arab, bahkan sebagian mereka yang tertipu lagi
mengekor (meniru-niru), mengajarkan anak-anak mereka ucapan “selamat berpisah”
bukan dengan bahasa kaum muslimin. Mereka mengajarkan anak-anak mereka berkata
“bye-bye” ketika akan berpisah dan yang semisalnya. Mengganti bahasa Arab,
bahasa Al-Qur’an dan bahasa yang paling mulia, dengan bahasa Inggris adalah
haram. Adapun menggunakan bahasa Inggris sebagai sarana untuk berdakwah maka tidak
diragukan lagi kebolehannya bahwa kadang-kadang hal itu bisa menjadi wajib.
Walaupun aku tidak mempelajari bahasa Inggris namun aku berangan-angan
mempelajarinya. terkadang aku merasa sangat perlu bahasa Inggris karena
penterjemah tidak mungkin bisa mengungkapkan apa yang ada di hatiku secara
sempurna.” (Kitabul ‘Ilmi).
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah Berkata: “Dibenci seseorang berbicara dengan bahasa selain
bahasa Arab karena bahasa Arab merupakan syiar Islam dan kaum muslimin. Bahasa
merupakan syiar terbesar umat-umat, karena dengan bahasa dapat diketahui ciri
khas masing-masing umat.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim). Asy-Syafi’iy
berkata sebagaimana diriwayatkan As-Silafi dengan sanadnya sampai kepada
Muhammad bin Abdullah bin Al Hakam, beliau berkata: “Saya mendengar
Muhammad bin Idris Asy-syafi’iy berkata: “Allah menamakan orang-orang yang
mencari karunia Allah melalui jual beli (berdagang) dengan nama tu’jar (tujjar
dalam bahasa Arab artinya para pedagang-pent), kemudian Rosululloh juga
menamakan mereka dengan penamaan yang Allah telah berikan, yaitu (tujjar)
dengan bahasa arab. Sedangkan “samasiroh” adalah penamaan dengan bahasa `ajam
(selain arab). Maka kami tidak menyukai seseorang yang mengerti bahasa arab
menamai para pedagang kecuali dengan nama tujjar dan janganlah orang tersebut
berbahasa Arab lalu dia menamakan sesuatu (apapun juga-pent) dengan bahasa
`ajam. Hal ini karena bahasa Arab adalah bahasa yang telah dipilih oleh Allah,
sehingga Allah menurunkan kitab-Nya yang dengan bahasa Arab dan menjadikan
bahasa Arab merupakan bahasa penutup para Nabi, yaitu Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, kami katakan seyogyanya setiap orang yang
mampu belajar bahasa Arab mempelajarinya, karena bahasa Arab adalah bahasa yang
paling pantas dicintai tanpa harus melarang seseorang berbicara dengan bahasa
yang lain. Imam Syafi’iy membenci orang yang mampu berbahasa Arab namun dia
tidak berbahasa Arab atau dia berbahasa Arab namun mencampurinya dengan bahasa
`ajam.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim).
Abu Bakar bin ‘Ali
Syaibah meriwayatkan dalam Al Mushanaf: “Dari Umar bin
Khattab, beliau berkata: Tidaklah seorang belajar bahasa Persia kecuali menipu,
tidaklah seseorang menipu kecuali berkurang kehormatannya. Dan Atho’ (seorang
tabi’in) berkata: Janganlah kamu belajar bahasa-bahasa ajam dan janganlah karena
masuk gereja – gereja mereka karena sesungguhnya Allah menimpakan kemurkaan-Nya
kepada mereka, (Iqtidho Shirotil Mustaqim). Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad
berkata: “Tanda keimanan pada orang ‘ajam (non arab) adalah cintanya
terhadap bahasa arab.” Dan adapun membiasakan berkomunikasi dengan bahasa
selain Arab, yang mana bahasa Arab merupakan syi’ar Islam dan bahasa Al-Qur’an,
sehingga bahasa selain arab menjadi kebiasaan bagi penduduk suatu daerah,
keluarga, seseorang dengan sahabatnya, para pedagang atau para pejabat atau
bagi para karyawan atau para ahli fikih, maka tidak disangsikan lagi hal ini
dibenci. Karena sesungguhnya hal itu termasuk tasyabuh (menyerupai) dengan
orang `ajam dan itu hukumnya makruh.”(Iqtidho Shirotil Mustaqim).
Khurasan, yang penduduk
kedua kota tersebut berbahasa Persia serta menduduki Maghrib, yang penduduknya
berbahasa Barbar, maka kaum muslimin membiasakan penduduk kota tersebut untuk
berbahasa Arab, hingga seluruh penduduk kota tersebut berbahasa Arab, baik muslimnya
maupun kafirnya. Demikianlah Khurasan dahulu kala. Namun kemudian mereka
menyepelekan bahasa Arab, dan mereka kembali membiasakan bahasa Persia sehingga
akhirnya menjadi bahasa mereka. Dan mayoritas mereka pun menjauhi bahasa Arab.
Tidak disangsikan lagi bahwa hal ini adalah makruh. (Iqtidho Shirotil
Mustaqim).
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata: “Merupakan metode yang baik adalah membiasakan
berkomunikasi dengan bahasa Arab hingga anak kecil sekalipun dilatih berbahasa
Arab di rumah dan di kantor, hingga nampaklah syi’ar Islam dan kaum muslimin.
Hal ini mempermudah kaum muslimin urituk memahami makna Al-Kitab dan As-Sunnah
serta perkataan para salafush shalih. Lain halnya dengan orang yang terbiasa
berbicara dengan satu bahasa lalu ingin pindah ke bahasa lain maka hal itu
sangat sulit baginya. Dan ketahuilah…!!! membiasakan berbahasa Arab sangat
berpengaruh terhadap akal, akhlak dan agama. Juga sangat berpengaruh dalam
usaha mencontoh mereka dan memberi dampak positif terhadap akal, agama dan
tingkah laku.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim).
Sungguh benar apa yang
dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bahasa Arab memiliki pengaruh yang
sangat besar dalam kehidupan, akhlak, agama. Orang yang pandai bahasa Arab cenderung
senang membaca kitab-kitab para ulama yang berbahasa Arab dan tentu senang juga
membaca dan menghafal Al-Qur’an serta hadits-hadits Rasulullah.
Syaikhul Islam
Berkata: “Dan sesungguhnya bahasa Arab itu sendiri bagian dari agama
dan hukum mempelajarinya adalah WAJIB, karena memahami Al-Kitab dan As-Sunnah
itu wajib dan keduanya tidaklah bisa difahami kecuali dengan memahami bahasa
Arab. Hal ini sesuai dengan kaidah:
مَا لاَ يَتِمٌّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِب
“Apa yang tidak sempurna
suatu kewajiban kecuali dengannya maka ia juga hukumnya wajib.”
Namun disana ada bagian
dari bahasa Arab yang wajib ‘ain dan ada yang wajib kifayah. Dan hal ini sesuai
dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abi Syaibah, dari Umar bin
Yazid, beliau berkata: “Umar bin Khattab menulis kepada Abu Musa Al-Asy’ari
(yang isinya) “…Pelajarilah As-Sunnah, pelajarilah bahasa Arab dan I’roblah
Al-Qur’an karena Al-Qur’an itu berbahasa Arab.”
Dan pada riwayat lain,
Beliau (Umar bin Khattab) berkata: “Pelajarilah bahasa Arab sesungguhnya ia
termasuk bagian dari agama kalian, dan belajarlah faroidh (ilmu waris) karena
sesungguhnya ia termasuk bagian dari agama kalian.” (Iqtidho
Shirotil Mustaqim).
Bahasa Arab sudah
menjadi bagian tak terpisahkan dari agama Islam. Kitab suci umat Islam
berbahasa Arab. Ilmu-ilmu untuk memahami kitab suci tersebut juga berbahasa
Arab. Ulasan otoritatif dalam persoalan agama hanya dapat ditemui dalam bahasa
Arab.
Sebagai awam,
belum sempurna rasanya menjadi Muslim tanpa mengerti bahasa Arab. Menjadi
penghayat dan pengamal ajaran luhur agama Islam memang lebih sempurna jika
memiliki kemampuan bahasa Arab. Bagi para intelektual dan sarjana studi keislaman,
apapun corak dan alirannya, tidak akan sempurna tanpa mengerti bahasa Arab.
Hal
ini sangat disadari oleh para ulama sejak dahulu kala hingga hari ini. Mereka
berpandangan bahwa bahasa Arab mempunyai keutamaan tersendiri dibanding bahasa
daerah. Mempelajari atau mengjarkan bahasa Arab merupakan perbuatan yang
mengandung nilai pahala. Imam Ibnu Abidin (w. 1836 M), seorang tokoh penting
dalam mazhab Hanafi pernah menulis,
(لِلْعَرَبِيَّةِ فَضْلٌ عَلَى سَائِرِ الْأَلْسُنِ وَهُوَ لِسَانُ
أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْ تَعَلَّمَهَا أَوْ عَلَّمَهَا غَيْرَهُ فَهُوَ مَأْجُورٌ)
وَفِي الْحَدِيثِ «أَحِبُّوا الْعَرَبَ لِثَلَاثٍ لِأَنِّي عَرَبِيٌّ وَالْقُرْآنُ
عَرَبِيٌّ وَلِسَانُ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِي الْجَنَّةِ عَرَبِيٌّ»
Bahasa
Arab punya kelebihan dibanding bahasa lainnya. Ia adalah bahasa penduduk surga.
Barang siapa mempelajarinya atau mengajarkannya kepada orang lain, maka dia
berhak mendapat pahala. Dalam hadis dikatakan, “Saya mencitai Arab karena tiga
hal; karena saya bangsa Arab, Al-Quran berbahasa Arab, dan penduduk surga
berbicara dengan bahasa Arab di surga.” (Al-Durr Al-MukhtarWa Hasyiyah Ibnu
Abidin, jilid 6, hlm. 419).
Ibnu Abidin
bernama lengkap Muhammad Amin bin Umar bin Abdul Aziz Abidin Al-Dimasyqi. Lahir
pada tahun 1198 H./1784 M. di Damaskus, Suriah. Beliau bergelar Ahli Hukum
Islam dari Sham. Pemimpin ulama Hanafi pada masanya. Wafat pada tahun 1252
H./1836 M, di Damaskus.
Sumbangannya
dalam pengembangan hukum Islam dapat dilihat dari beberapa karyanya yang
monumental; Radd Al-Mukhtar Ala Al-Durr Al-Mukhtar (5
Jilid), Raf’u Al-Anzhar ‘Amma Auradahu Al-Halbi Ala Al-Durr Al-Mukhtar, Al-‘Uqud
Al-Durriyyah Fi Tanqih Al-Fatawa Al-Hamidiyyah (2 jilid), Nasamat
Al-Ashar Ala Syarh Al-Manar(tentang ushul fiqh), Hasyiyah Ala
Al-Muthawwal (tentang ilmu balaghah), Al-Rahiq Al-Makhtum (tentang
ilmu waris Islam), Hawasyi Ala Tafsir Al-Baidhawi, Majmu’ah Rasa’il, dan ‘Uqud
Al-La’ali Fi Al-Asanid Al-‘Awali.
Penutup
Bahasa Arab adalah bahasa
Agama Islam dan bahasa Al-Qur’an, seseorang tidak akan dapat memahami kitab dan
sunnah dengan pemahaman yang benar dan selamat (dari penyelewengan) kecuali
dengan bahasa Arab. Menyepelekan dan menggampangkan Bahasa Arab akan
mengakibatkan lemah dalam memahami agama serta jahil (bodoh) terhadap
permasalahan agama.
Sungguh sangat ironis dan
menyedihkan, sekolah-sekolah dinegeri kita, bahasa Arab tersisihkan oleh
bahasa-bahasa lain, padahal mayoritas penduduk negeri kita adalah beragama
Islam, sehingga keadaan kaum muslimin dinegeri ini jauh dari tuntunan Alloh
Ta’ala dan Rasul-Nya.
Maka
seyogyanya kita mempunyai andil dan peran dalam memasyarakatkan serta
menyadarkan segenap lapisan masyarakat akan pentingya bahasa Al Qur’an ini,
dengan segala kemampuan yang dimiliki, semoga Allah menolong kaum muslimin dan
mengembalikan mereka kepada ajaran Rasul-Nya yang shahih. Tiada daya dan
kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah Ta’ala. Segala puji hanyalah bagi
Alloh Tuhan semesta alam
****************************
****************************
Kontributor: Abu Mujahid ( Pengasuh Yayasan Al-Manar). Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com
Comments
Post a Comment