Banyak orang yang belum tahu apa akibat yang akan mereka rasakan bila rajin shalat dhuha. seperti
diungkap oleh Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam bukunya Khasais
al-Ummah al-Muhamadiyah tentang keutamaannya, penulis membeberkan
keutamaan-keutamaan yang disediakan oleh Allah bagi hamba yang menunaikannya
lengkap dengan sumber haditsnya. Mari kita lihat hadis-hadis yang ada berkenaan
dengan Sholat Dhuha: Orang yang shalat Dhuha akan diampuni dosa-dosanya oleh
Allah.“Barangsiapa yang selalu mengerjakan shalat Dhuha niscaya akan DIAMPUNI
DOSA-DOSANYA walaupun sebanyak buih di lautan.” (HR. Turmudzi).
Selanjutnya dinyatakan bahwa, “barangsiapa yang menunaikan shalat Dhuha ia tergolong sebagai ORANG YANG BERTAUBAT kepada Allah. “Tidaklah seseorang selalu mengerjakan shalat Dhuha kecuali ia telah tergolong sebagai orang yang bertaubat.”(HR. Hakim). Orang yang menunaikan shalat Dhuha akan dicatat sebagai ahli ibadah dan taat kepada Allah. “Barangsiapa yang shalat Dhuha DUA RAKAAT, maka dia tidak ditulis sebagai orang yang lalai. Barangsiapa yang mengerjakannya sebanyak EMPAT RAKAAT, maka dia ditulis sebagai orang yang ahli ibadah. Barangsiapa yang mengerjakannya ENAM RAKAAT, maka dia diselamatkan di hari itu. Barangsiapa mengerjakannya DELAPAN RAKAAT, maka Allah tulis dia sebagai orang yang taat. Dan barangsiapa yang mengerjakannya DUABELAS RAKAAT, maka ALLAH AKAN MEMBANGUN SEBUAH RUMAH DI SYURGA untuknya.” (HR. At-Thabrani).
Orang yang istiqamah melaksanakan shalat Dhuha kelak ia akan masuk surga melalui pintu khusus yaitu pintu Dhuha yang disediakan oleh Allah. “Sesungguhnya di dalam
surga terdapat sebuah pintu bernama pintu Dhuha. Apabila Kiamat telah tiba maka
akan ada suara yang berseru, ‘Di manakah orang-orang yang semasa hidup di dunia
SELALU MENGERJAKAN SHALAT DHUHA? Ini adalah pintu buat kalian. Masuklah dengan
rahmat Allah Subhanahu Wata’ala.” (HR. At-Thabrani).
Dengan melihat sebegitu besar manfaatnya, marilah kita tinggalkan semua yang munkar, tinggalkan kemalasan
menuju istiqamah dalam beribadah. Mari kita rajin shalat Dhuha.
“Kita pernah bertemu dengan orang baik, atau,
orang yang menganggap diri kita baik. Benarkah? Sesungguhnya bukan kebaikan
yang disandang, tapi ada kekuasaan Allah yang menutupi aib, kesalahan dan
dosa-dosa kita sehingga tidak tampak. Kita tidak bisa bayangkan seandainya Allah
tidak menutupi borok kita itu. Seandainya dosa itu berbau, maka tidak ada orang
yang mau dekat dengan kita karena tidak tahan dengan baunya. Masihkah kita
merasa baik? Kita hanya bisa minta kepada Allah agar menutupi
kesalahan-kesalahan kita seperti yang terucap dalam doa diantara dua sujud. Ada 7 permohonan kita, satu di antaranya
adalah WAJBURNI (tutupilah kesalahanku) dan Allah mengabulkan permintaan itu.
Shalat Dhuha mempunyai kedudukan
mulia. Disunnahkan untuk kita kerjakan sejak terbitnya matahari sampai menjelang datangnya shalat dzuhur. Seperti diungkap oleh Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam bukunya Khasais
al-Ummah al-Muhamadiyah tentang keutamaannya, penulis
membeberkan keutamaan-keutamaan yang disediakan oleh Allah bagi hamba yang
menunaikannya lengkap dengan sumber haditsnya.
Pertama, orang yang shalat Dhuha akan diampuni
dosa-dosanya oleh Allah. “Barangsiapa yang selalu mengerjakan shalat
Dhuha niscaya akan diampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan.”
(HR. Turmudzi).
Kedua, barangsiapa yang menunaikan shalat Dhuha ia tergolong sebagai orang yang bertaubat kepada Alah. “Tidaklah seseorang selalu mengerjakan shalat Dhuha kecuali ia telah tergolong sebagai orang yang bertaubat.” (HR. Hakim).
Ketiga, orang yang menunaikan shalat Dhuha akan dicatat sebagai AHLI IBADAH dan taat kepada Allah. “Barangsiapa yang shalat Dhuha dua rakaat, maka dia tidak ditulis sebagai orang yang lalai. Barangsiapa yang mengerjakannya sebanyak empat rakaat, maka dia ditulis sebagai orang yang ahli ibadah. Barangsiapa yang mengerjakannya enam rakaat, maka dia diselamatkan di hari itu. Barangsiapa mengerjakannya delapan rakaat, maka Allah tulis dia sebagai orang yang taat. Dan barangsiapa yang mengerjakannya dua belas rakaat, maka Allah akan membangun sebuah rumah di surga untuknya.” (HR. At-Thabrani).
Kedua, barangsiapa yang menunaikan shalat Dhuha ia tergolong sebagai orang yang bertaubat kepada Alah. “Tidaklah seseorang selalu mengerjakan shalat Dhuha kecuali ia telah tergolong sebagai orang yang bertaubat.” (HR. Hakim).
Ketiga, orang yang menunaikan shalat Dhuha akan dicatat sebagai AHLI IBADAH dan taat kepada Allah. “Barangsiapa yang shalat Dhuha dua rakaat, maka dia tidak ditulis sebagai orang yang lalai. Barangsiapa yang mengerjakannya sebanyak empat rakaat, maka dia ditulis sebagai orang yang ahli ibadah. Barangsiapa yang mengerjakannya enam rakaat, maka dia diselamatkan di hari itu. Barangsiapa mengerjakannya delapan rakaat, maka Allah tulis dia sebagai orang yang taat. Dan barangsiapa yang mengerjakannya dua belas rakaat, maka Allah akan membangun sebuah rumah di surga untuknya.” (HR. At-Thabrani).
Keempat, orang yang istiqamah melaksanakan shalat Dhuha kelak
ia akan masuk surga lewat pintu khusus, pintu Dhuha yang disediakan oleh
Allah. “Sesungguhnya
di dalam surga terdapat sebuah pintu bernama pintu Dhuha. Apabila Kiamat telah
tiba maka akan ada suara yang berseru, ‘Di manakah orang-orang yang semasa
hidup di dunia selalu mengerjakan shalat Dhuha? Ini adalah pintu buat kalian.
Masuklah dengan rahmat Allah Subhanahu Wata’ala.” (HR.
At-Thabrani).
Kelima, Allah menyukupkan rezekinya. “Wahai anak Adam, janganlah engkau merasa lemah dari empat rakaat dalam mengawali harimu, niscaya Aku (Allah) akan menyukupimu di akhir harimu.” (HR. Abu Darda`).
Keenam, orang yang mengerjakan shalat Dhuha ia telah mengeluarkan sedekah. “Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab tiap kali bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah yang mungkar adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu, maka cukuplah mengerjakan dua rakaat sholat Dhuha.” (HR Muslim).
Selain keutamaan yang sudah disebutkan di atas, masih ada keutamaan lainnya yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Yaitu dengan mengerjakan shalat Dhuha ada pahala besar berupa PAHALA SEPERTI ORANG YANG HAJI DAN UMRAH yang diterima oleh Allah. Barangkali kemuliaan ini masih belum diketahui oleh banyak orang. Bunyi haditsnya, “Barangsiapa shalat subuh dengan berjamaah, kemudian duduk berdizkir kepada Allah sampai matahari terbit, lalu shalat dua rakaat, dia mendapat pahala seperti haji dan umrah yang sempurna, semwah, buku yang berjudul Panduan Shalat Dhuha (Terbitan Darul U Yogyakarta, 2013) yang ditulis oleh Ibrahim an-Naji dan diterjemahkan oleh Ahmad Suryana ini, diketengahkan syarat-syarat untuk dapat meraih pahala umrah dan haji yang sempurna itu. Pertama, diawali dengan SHALAT SHUBUH BERJAMAAH, meski tidak dilakukan di masjid seperti mushalla, ini sudah cukup. Batas minimalnya shalat berjamaah adalah antara imam dan makmun. Kedua, duduk di tempat shalatnya sampai terbitnya matahari. Ketiga, tidak mengerjakan perbuatan yang tidak bermanfaat. Syarat keempat menyibukkan diri dengan berzikir hingga waktu dibolehkannya shalat Dhuha. Imam al-Ghazali menyebutkan amalan-amalan yang dilakukan di waktu antara subuh dan shalat Dhuha: berdoa, berzikir dengan tasbih, membaca al-Qur`an dan bertafafkur. Kelima, mengerjakan shalat Dhuha di tempat ia berzikir tersebut meski hanya dua rakaat.
Jadi dengan shalat Dhuha dua rakaat bisa menenangkan jiwa, bukan hanya jiwa yang tenang, dosa pun diampuni, dimudahkan dalam menjemput rezeki dan pahala umrah serta haji dapat diraih. Berbahagilah orang yang shalat Dhuha. Mengawali pagi dengan ibadah. Santapan ruhani yang menggenapkan semangat menjalani kehidupan dengan penuh keyakinaan dan tawakal. Dari awal hingga akhir menautkan diri kepada Allah yang Maha Kaya.
Ternyata shalat Dhuha bisa senilai dengan sedekah dengan seluruh persendian. Shalat tersebut juga akan memudahkan urusan kita hingga akhir siang. Ditambah lagi shalat tersebut bisa menyamai pahala haji dan umrah yang sempurna. Juga shalat Dhuha termasuk shalat orang-orang yang kembali taat. Di antara keutamaan shalat Dhuha adalah:
Pertama: Mengganti sedekah dengan seluruh persendian. Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,
Kelima, Allah menyukupkan rezekinya. “Wahai anak Adam, janganlah engkau merasa lemah dari empat rakaat dalam mengawali harimu, niscaya Aku (Allah) akan menyukupimu di akhir harimu.” (HR. Abu Darda`).
Keenam, orang yang mengerjakan shalat Dhuha ia telah mengeluarkan sedekah. “Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab tiap kali bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah yang mungkar adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu, maka cukuplah mengerjakan dua rakaat sholat Dhuha.” (HR Muslim).
Selain keutamaan yang sudah disebutkan di atas, masih ada keutamaan lainnya yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Yaitu dengan mengerjakan shalat Dhuha ada pahala besar berupa PAHALA SEPERTI ORANG YANG HAJI DAN UMRAH yang diterima oleh Allah. Barangkali kemuliaan ini masih belum diketahui oleh banyak orang. Bunyi haditsnya, “Barangsiapa shalat subuh dengan berjamaah, kemudian duduk berdizkir kepada Allah sampai matahari terbit, lalu shalat dua rakaat, dia mendapat pahala seperti haji dan umrah yang sempurna, semwah, buku yang berjudul Panduan Shalat Dhuha (Terbitan Darul U Yogyakarta, 2013) yang ditulis oleh Ibrahim an-Naji dan diterjemahkan oleh Ahmad Suryana ini, diketengahkan syarat-syarat untuk dapat meraih pahala umrah dan haji yang sempurna itu. Pertama, diawali dengan SHALAT SHUBUH BERJAMAAH, meski tidak dilakukan di masjid seperti mushalla, ini sudah cukup. Batas minimalnya shalat berjamaah adalah antara imam dan makmun. Kedua, duduk di tempat shalatnya sampai terbitnya matahari. Ketiga, tidak mengerjakan perbuatan yang tidak bermanfaat. Syarat keempat menyibukkan diri dengan berzikir hingga waktu dibolehkannya shalat Dhuha. Imam al-Ghazali menyebutkan amalan-amalan yang dilakukan di waktu antara subuh dan shalat Dhuha: berdoa, berzikir dengan tasbih, membaca al-Qur`an dan bertafafkur. Kelima, mengerjakan shalat Dhuha di tempat ia berzikir tersebut meski hanya dua rakaat.
Jadi dengan shalat Dhuha dua rakaat bisa menenangkan jiwa, bukan hanya jiwa yang tenang, dosa pun diampuni, dimudahkan dalam menjemput rezeki dan pahala umrah serta haji dapat diraih. Berbahagilah orang yang shalat Dhuha. Mengawali pagi dengan ibadah. Santapan ruhani yang menggenapkan semangat menjalani kehidupan dengan penuh keyakinaan dan tawakal. Dari awal hingga akhir menautkan diri kepada Allah yang Maha Kaya.
Ternyata shalat Dhuha bisa senilai dengan sedekah dengan seluruh persendian. Shalat tersebut juga akan memudahkan urusan kita hingga akhir siang. Ditambah lagi shalat tersebut bisa menyamai pahala haji dan umrah yang sempurna. Juga shalat Dhuha termasuk shalat orang-orang yang kembali taat. Di antara keutamaan shalat Dhuha adalah:
Pertama: Mengganti sedekah dengan seluruh persendian. Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,
يُصْبِحُ
عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ
وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ
صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ
وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى
“Pada pagi
hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah.
Setiap bacaan tasbih (subhanallah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahmid
(alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha illallah)
bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai
sedekah. Begitu pula amar ma’ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar
(melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti)
dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak 2 raka’at” (HR. Muslim no.
720). Padahal persendian yang ada pada seluruh tubuh kita sebagaimana dikatakan
dalam hadits dan dibuktikan dalam dunia kesehatan adalah 360 persendian.
‘Aisyah pernah menyebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّهُ
خُلِقَ كُلُّ إِنْسَانٍ مِنْ بَنِى آدَمَ عَلَى سِتِّينَ وَثَلاَثِمَائَةِ
مَفْصِلٍ
“Sesungguhnya
setiap manusia keturunan Adam diciptakan dalam keadaan memiliki 360 persendian”
(HR. Muslim no. 1007). Hadits ini menjadi bukti selalu benarnya sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Namun sedekah dengan 360 persendian ini dapat digantikan
dengan shalat Dhuha sebagaimana disebutkan pula dalam hadits dari Buraidah,
beliau mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَبِى
بُرَيْدَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « فِى
الإِنْسَانِ سِتُّونَ وَثَلاَثُمِائَةِ مَفْصِلٍ فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ
كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهَا صَدَقَةً ». قَالُوا فَمَنِ الَّذِى يُطِيقُ ذَلِكَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « النُّخَاعَةُ فِى الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا أَوِ الشَّىْءُ
تُنَحِّيهِ عَنِ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَقْدِرْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُ
عَنْكَ
“Manusia
memiliki 360 persendian. Setiap persendian itu memiliki kewajiban untuk
bersedekah.” Para sahabat pun mengatakan, “Lalu siapa yang mampu bersedekah
dengan seluruh persendiannya, wahai Rasulullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam lantas mengatakan, “Menanam bekas ludah di masjid atau menyingkirkan
gangguan dari jalanan. Jika engkau tidak mampu melakukan seperti itu, maka CUKUP
LAKUKAN SHALAT DHUHA DUA RAKAAT.” (HR. Ahmad, 5: 354. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih ligoirohi)
Imam
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits dari Abu Dzar
adalah dalil yang menunjukkan keutamaan yang sangat besar dari shalat Dhuha dan
menunjukkannya kedudukannya yang mulia. Dan shalat Dhuha bisa cukup dengan dua
raka’at” (Syarh Muslim, 5: 234). Muhammad
bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Hadits
Abu Dzar dan hadits Buraidah menunjukkan keutamaan yang luar biasa dan
kedudukan yang mulia dari Shalat Dhuha. Hal ini pula yang menunjukkan semakin
disyari’atkannya shalat tersebut. Dua raka’at shalat Dhuha sudah mencukupi
sedekah dengan 360 persendian. Jika memang demikian, sudah sepantasnya shalat
ini dapat dikerjakan rutin dan terus menerus” (Nailul Author, 3: 77).
Kedua: Akan
dicukupi urusan di akhir siang. Dari Nu’aim bin Hammar Al Ghothofaniy, beliau
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ
لاَ تَعْجِزْ عَنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ
“Allah
Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan EMPAT RAKA’AT
shalat di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu akan mencukupimu di akhir siang.”
(HR. Ahmad (5/286), Abu Daud no. 1289, At Tirmidzi no. 475, Ad Darimi no. 1451
. Syaikh Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits
ini shahih). Penulis ‘Aunul Ma’bud –Al ‘Azhim Abadi-
menyebutkan, “Hadits ini bisa mengandung pengertian bahwa shalat Dhuha akan
menyelematkan pelakunya dari berbagai hal yang membahayakan. Bisa juga
dimaksudkan bahwa shalat Dhuha dapat menjaga dirinya dari terjerumus dalam dosa
atau ia pun akan dimaafkan jika terjerumus di dalamnya. Atau maknanya bisa
lebih luas dari itu.” (‘Aunul Ma’bud, 4: 118)
At Thibiy
berkata, “Yaitu engkau akan DIBERI LECUKUPAN DALAM KESIBUKAN DAN
URUSANMU, SERTA AKAN DIHILANGKAN DARI HAL-HAL YANG TIDAK DISUKAI setelah engkau
shalat hingga akhir siang. Yang dimaksud, selesaikanlah urusanmu dengan
beribadah pada Allah di awal siang (di waktu Dhuha), maka Allah akan mudahkan
urusanmu di akhir siang.” (Tuhfatul Ahwadzi, 2: 478).
Ketiga: Mendapat pahala haji dan umrah yang sempurna. Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Ketiga: Mendapat pahala haji dan umrah yang sempurna. Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى
تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ
وَعُمْرَةٍ ». قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « تَامَّةٍ
تَامَّةٍ تَامَّةٍ
“Barangsiapa
yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil
berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat
dua raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun
bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi no.
586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Al
Mubaarakfuri rahimahullah dalam Tuhfatul Ahwadzi bi
Syarh Jaami’ At Tirmidzi (3: 158) menjelaskan, “Yang dimaksud
‘kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at’ yaitu setelah matahari terbit.
Ath Thibiy berkata, “Yaitu kemudian ia melaksanakan shalat setelah matahari
meninggi setinggi tombak, sehingga keluarlah waktu terlarang untuk shalat.
Shalat ini disebut pula shalat Isyroq. Shalat tersebut
adalah waktu shalat di awal waktu.”
Keempat: Termasuk shalat awwabin (orang yang kembali
taat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يحافظ على صلاة الضحى إلا
أواب، وهي صلاة الأوابين
“Tidaklah
menjaga shalat sunnah Dhuha melainkan awwab (orang yang kembali taat). Inilah
shalat awwabin.” (HR. Ibnu Khuzaimah, dihasankan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib 1: 164). Imam Nawawi rahimahullah berkata,
“Awwab adalah muthii’ (orang yang taat). Ada pula ulama yang mengatakan bahwa
maknanya adalah orang yang kembali taat” (Syarh Shahih Muslim, 6: 30). Semoga
Allah memberikan kita hidayah dan taufik untuk merutinkan shalat yang mulia ini.
Sholat dhuha adalah
shalat sunnah yang dikerjakan di waktu dhuha, yaitu awal dari waktu siang.
Shalat dhuha memiliki banyak keutamaan dan ganjaran yang besar dari Allah
Ta’ala.
Ulama empat madzhab
sepakat bahwa shalat dhuha hukumnya sunnah. Diantara dalilnya hadits Abu Dzar
radhiallahu’anhua, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ
أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ
وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ
بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ
ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى
Bacaan tasbih adalah sedekah, setiap bacaan tahmid adalah sedekah,
setiap bacaan tahlil adalah sedekah, dan setiap bacaan takbir adalah sedekah.
Demikian juga amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah sedekah. Semua ini DAPAT DICUKUPI dengan melaksanakan shalat dhuha sebanyak dua raka’at” (HR. Muslim no.
720). Juga hadits dari Abud Darda’ radhiallahu’anhu, ia berkata:
أَوْصاني حبيبي بثلاثٍ لنْ أَدَعهنَّ
ما عشتُ: بصيامِ ثلاثةِ أيَّامٍ من كلِّ شهرٍ، وصلاةِ الضُّحى، وأنْ لا أنامَ حتى
أُوتِرَ
“Kekasihku (Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam) mewasiatkan aku
untuk TIDAK MENINGGALKAN tiga perkara selama aku masih hidup: puasa tiga hari
di setiap bulan, shalat dhuha dan tidak tidur sampai aku shalat witir” (HR.
Muslim no. 722). Hadits yang mirip juga diriwayatkan dari Abu Hurairah
radhiallahu’anhu, ia berkata:
أَوْصاني خليلي صلَّى اللهُ عليه
وسلَّم بثلاثٍ: صيامِ ثلاثةِ أيَّامٍ من كلِّ شهرٍ، وركعتي الضُّحى، وأنْ أُوتِرَ
قبل أن أرقُدَ
“Kekasihku (Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam) mewasiatkan aku tiga
perkara: puasa tiga hari di setiap bulan, DUA RAKAAT SHOLAT DHUHA dan shalat
witir sebelum tidur” (HR. Bukhari no. 1178, Muslim no. 721). Shalat dhuha MENGGANTIKAN
SEDEKAH FAKIR MISKIN untuk semua persendian sebagaimana dalam hadits Abu Dzar
di atas. Dari Nu’aim bin Hammar Al Ghathafani, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا
ابْنَ آدَمَ لاَ تَعْجِزْ عَنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ
أَكْفِكَ آخِرَهُ
“Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan
empat raka’at shalat di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu akan mencukupimu
di akhir siang” Shalat dhuha juga disebut sebagai shalat awwabin, yaitu
shalatnya orang-orang yang banyak kembali kepada Allah. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
صلاةُ الأوَّابينَ حين تَرمَضُ
الفِصَالُ
“Shalat awwabin adalah
ketika anak unta merasakan terik matahari” (HR. Muslim no. 748). Waktu pelaksanaannya
adalah dimulai ketika matahari meninggi setinggi tombak sampai sebelum zawal,
yaitu ketika matahari tegak lurus. Dari Amr bin Abasah radhiallahu’anhu,
ia berkata:
قدِم النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم
المدينةَ، فقدِمْتُ المدينةَ، فدخلتُ عليه، فقلتُ: أخبِرْني عن الصلاةِ، فقال:
صلِّ صلاةَ الصُّبحِ، ثم أَقصِرْ عن الصَّلاةِ حين تطلُعُ الشمسُ حتى ترتفعَ؛
فإنَّها تطلُع حين تطلُع بين قرنَي شيطانٍ، وحينئذٍ يَسجُد لها الكفَّارُ، ثم
صلِّ؛ فإنَّ الصلاةَ مشهودةٌ محضورةٌ، حتى يستقلَّ الظلُّ بالرُّمح
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam datang ke Madinah, ketika itu aku pun datang ke Madinah. Maka aku pun menemui beliau, lalu aku berkata: wahai Rasulullah, ajarkan aku tentang shalat. Beliau bersabda: kerjakanlah shalat shubuh. Kemudian JANGANLAH SHALAT ketika matahari sedang terbit sampai ia meninggi. Karena ia sedang terbit di antara dua tanduk setan. Dan ketika itulah orang-orang kafir sujud kepada matahari. Setelah ia meninggi, baru shalatlah. Karena shalat ketika itu DIHADIRI dan DISAKSIKAN (Malaikat), sampai bayangan tombak mengecil” (HR. Muslim no. 832). Sebagian ulama mengatakan bahwa waktu dhuha itu sekitar 15 menit setelah matahari terbit. Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:
ووقتها يبتدئ من ارتفاع الشمس قيد رمح
في عين الناظر، وذلك يقارب ربع ساعة بعد طلوعها
“Waktu shalat dhuha adalah dimulai ketika MATAHARI MENINGGI SETINGGI
TOMBAK bagi orang yang melihatnya (matahari). Dan itu sekitar 15 menit setelah
ia terbit” (Fatawa Ibnu Baz, Fatwa No. 14645 ). Dan WAKTU YANG PALING
UTAMA ADALAH KETIKA MATAHARI SUDAH TINGGI dan sinar matahari sudah terik. Dari
Zaid bin Arqam radhiallahu’anhu:
أنَّه رأى قومًا يُصلُّون من الضُّحى
في مسجدِ قُباءٍ، فقال: أمَا لقَدْ علِموا أنَّ الصلاةَ في غيرِ هذه الساعةِ
أفضلُ، قال: ((خرَجَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم على أهلِ قُباءٍ، وهم
يُصلُّونَ الضُّحى، فقال: صلاةُ
الأوَّابِين إذا رَمِضَتِ الفصالُ من الضُّحَى
الأوَّابِين إذا رَمِضَتِ الفصالُ من الضُّحَى
Zaid bin Arqam melihat sekelompok orang yang sedang melaksanakan shalat
Dhuha. Kemudian ia mengatakan, “Mereka mungkin tidak mengetahui bahwa selain
waktu yang mereka kerjakan saat ini, ada yang lebih utama". Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat awwabin hendaknya dikerjakan
ketika anak unta merasakan terik matahari” (HR. Muslim no. 748). Dalam Mausu’ah
Fiqhiyyah Kuwaitiyyah (27/220-221) disebutkan:
بتتبُّع ظاهر أقوال الفقهاء
والمحدِّثين يتبيَّن: أنَّ صلاة الضحى وصلاة الإشراق واحدةٌ؛ إذ كلهم ذكروا وقتَها
من بعد الطلوع إلى الزوال ولم يُفصِّلوا بينهما
“Dengan menelusuri perkataan-perkataan pada fuqaha dan ahli hadits
jelaslah bahwa shalat dhuha dan SHALAT ISYRAQ itu sama. Karena mereka semua
menyebutkan waktu pelaksanaannya adalah awal terbitnya matahari hingga zawal.
Dan mereka tidak membedakannya”. Maka shalat dhuha yang dikerjakan di awal
waktunya, itulah "Shalat Isyraq". Shalat dhuha dikerjakan minimal DUA RAKA’AT
sebagaimana dalam hadits Abu Dzar dan Abu Hurairah di atas. Disebutkan dalam
hadits dengan kata “dua rakaat shalat dhuha”. Namun ulama khilaf mengenai kadar
maksimal rakaat shalat dhuha. Jumhur ulama berpendapat MAKSIMAL DELAPAN RAKAAT.
Berdasarkan hadits dari Ummu Hani’:
أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم
عامَ الفتحِ صلَّى ثمانَ ركعاتٍ سُبحةَ الضُّحى
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di tahun terjadinya Fathu Makkah
beliau shalat delapan rakaat shalat dhuha” (HR. Bukhari no. 1103, Muslim
no. 336). Sebagian ulama berpendapat tidak ada batasannya. Dalilnya hadits dari
Aisyah radhiallahu’anha,
كان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم
يُصلِّي الضُّحى أربعًا، ويَزيد ما شاءَ اللهُ
“Dahulu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dhuha empat raka’at dan beliau biasa
menambahkan sesuka beliau” (HR. Muslim no. 719). Ini pendapat yang dikuatkan
oleh Ath Thabari, Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Ibnu Al Utsaimin. Tata cara
melaksanakan shalat dhuha sama sebagaimana tata cara shalat lainnya. Dikerjakan
dengan dua raka’at-dua raka’at, dengan salam setiap dua raka’at. Berdasarkan
hadits dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma, Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
صلاةُ اللَّيلِ والنَّهارِ مَثنَى
مَثنَى
“Shalat (sunnah) di
malam dan siang hari, dua rakaat-dua rakaat” (HR. Abu Daud no. 1295, An
Nasa-i no. 1665, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud). Syaiikh Abdul
Aziz bin Baz menjelaskan:
ويقرأ فيها ما تيسر سوراً أو آيات ليس
فيها شيء مخصوص، يقرأ فيها ما تيسر من الآيات أو من السور. وأقلها ركعتان تسليمة
واحدة، وإن صلى أربع أو ست أو ثمان أو أكثر يسلم من كل ثنتين فكله حسن
“Dalam shalat dhuha (setelah Al Fatihah, pent.) silakan membaca surat
atau ayat-ayat apa saja yang dimampui, tidak ada surat atau ayat khusus yang
diutamakan. Silakan membaca ayat atau surat apa saja. Jumlah rakaatnya minimal
dua rakaat dengan satu salam. Jika ingin shalat empat rakaat atau enam atau
delapan rakaat, atau bahkan lebih, dengan salam di setiap dua rakaat, maka ini
semua baik” ( Fatwa Syaiikh Abdul Aziz bin Baz No. 10014). Shalat dhuha boleh
dilaksanakan secara berjama’ah sesekali. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
mengatakan:
لا بأس أن يصلي الجماعة بعض النوافل
جماعة ولكن لا تكون هذه سنة راتبة كلما صلوا السنة صلوها جماعة
“Tidak mengapa melaksanakan sebagian shalat sunnah secara berjama’ah,
namun hendaknya tidak dijadikan kebiasaan yang dirutinkan sehingga
terus-menerus shalat sunnah berjama’ah” (Majmu’ Fatawa war Rasa’il,
14/335). Jika shalat dhuha dilaksanakan secara berjama’ah maka dilakukan dengan
bacaan yang sirr (lirih). Syaikh Abdul Aziz bin Baz
mengatakan:
أما الصلاة النهارية كصلاة الضحى
والرواتب وصلاة الظهر والعصر , فإن السنة فيها الإسرار
“Adapun shalat-shalat
yang dilakukan di siang hari, seperti shalat dhuha, shalat rawatib, shalat
zhuhur, shalat ashar, disunnahkan dilakukan dengan sirr (lirih)” (Fatawa
Ibnu Baz, 11/207). Tidak terdapat hadits dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang shahih
dan sharih (tegas), mengenai doa setelah shalat dhuha. Adapun
hadits dari Aisyah radhiallahu’anha:
صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم
الضحى، ثم قال: “اللهم اغفر لي، وتب علي، إنك أنت التواب الرحيم” حتى قالها مائة
مرة
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah shalat dhuha, kemudian
membaca doa: /Allaahummagh firlii wa tub ‘alayya, innaka antat tawwaabur
rahiim/ (Ya Allah, ampunilah dosaku, dan terimalah taubatku, sungguh Engkau
adalah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang). Beliau ucapkan ini 100x” (HR.
Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad no. 219, dishahihkan Al Albani dalam Shahih
Al Adabul Mufrad). Yang rajih, ini adalah
doa setelah shalat secara umum, bukan hanya shalat dhuha. Sebab disebutkan
dalam riwayat lainnya secara mutlak:
قال: رَجُلٌ مِن الأنصارِ- إنَّه
سَمِعَ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ في صَلاةٍ وهو يقولُ: ربِّ اغفِرْ لي
-قال شُعْبةُ: أو قال: اللَّهُمَّ اغفِرْ لي- وتُبْ علَيَّ؛ إنَّك أنتَ التوَّابُ
الغَفورُ، مِئَةَ مَرَّةٍ
“Seorang lelaki dari kaum Anshar mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam setelah shalat beliau berdoa: /Allaahummagh
firlii wa tub ‘alayya, innaka antat tawwaabur rahiim/ 100x” (HR. Ahmad, Ibnu
Abi Syaibah dalam Musnad Ibnu Fudhail, dishahihkan Syu’aib Al Arnauth
dalam Takhrij Musnad Ahmad no. 23150). Namun andaikan
seseorang mengamalkan doa ini setelah shalat dhuha, pun tidak mengapa. Selama
tidak berkeyakinan bahwa ini adalah doa khusus setelah shalat dhuha. Walallahu 'alam
***************************
Kontributor: Ustadh Muhammad Abduh Tuasikal, MSc; Ustadh Ali Akbar Agil. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com
***************************
Kontributor: Ustadh Muhammad Abduh Tuasikal, MSc; Ustadh Ali Akbar Agil. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com
Comments
Post a Comment